Sore ini terasa cerah, selesai membeli buah-buahan di supermarket untuk ibu yang kini sedang ada dirumah sakit, Aringga segera pergi kesana. Segera mendatangi ruangan seorang ibu yang membesarkannya sesaat sampai disana.
"Ibu?"
Aringga menyapa Kartika yang sedang menatap ke arah luar jendela, dibalas senyum olehnya.
"Ingga, baru pulang nak?"
"Iya bu," jawabnya sambil menyalami tangan ibu asuhnya. "Ingga ini bawa buah, kemarin ibu bilang pengen mangga kan?"
Ibu mengangguk. "Aduh makasih ya. Kamu udah makan?"
"Udah, tadi makan siang. Kalo makan malem disini aja ya bareng ibu."
Kartika tersenyum dengan anggukan setuju.
Aringga segera membuka kantong belanjaan dan mengambil mangga yang ia beli. Dengan cekatan, ia mengupas buah itu.
"Gimana tadi kerja?"
"Sedikit hectic karna mau libur panjang. Tapi, yah, sekalian Ingga libur juga, nanti mau ajak ibu jalan-jalan, kan?" katanya hangat. "Makanya ibu juga harus cepat sehat ya."
Kartika tersenyum.
"Dokternya udah visit?"
"Udah, katanya ibu masih harus banyak istirahat."
Aringga mengangguk pelan, "memang harusnya kayak gitu, biar cepet sembuh." Lalu menyodorkan setusuk potongan mangga, menyuapi. "Ini, coba dulu."
"Manis ya. Kamu selalu tahu kesukaan ibu."
Aringga tersenyum kecil, lalu duduk di samping ibunya. "Ingga kan cuma pengen ibu seneng."
Kartika menatap Aringga sejenak, tangannya menyentuh pelan punggung tangan putra angkatnya. "Ibu seneng, Ingga. Kamu udah jadi anak yang baik. Udah jadi laki-laki yang bisa diandalkan. Ibu bangga sama kamu."
"Semua karena ibu, Ingga bisa jadi seperti sekarang karna ibu." Dia mengusap tangan ibu, menggenggamnya, mengucapkan rasa terima kasih yang besar. "Mau lagi mangganya?"
Ibu mengangguk tentu. Kartika menikmati momen yang ada saat ini meski ada beberapa hal yang sedang ia pikirkan, karna bagaimanapun, dia harus berterus terang. Pada Aringga, pada anak-anaknya.
Setelah beberapa waktu dari perbincangan hangat itu, ponsel Aringga bergetar. Ia melirik sekilas layar dan melihat nama yang tertera, Rion, lalu menoleh ke arah ibu.
"Ibu Ingga angkat telepon dulu, ya." Ucapnya sopan.
Kartika mengangguk. "Iya, nggak apa-apa, nak. Angkat aja."
Aringga berjalan ke sudut ruangan sambil menekan tombol jawab. Awalnya, ia berniat mengangkat di dalam kamar, tapi begitu ia mendengar suara dari seberang yang tampak serius, Aringga merasa perlu privasi.
"Ibu, Ingga keluar sebentar ya, telponnya penting ternyata."
Izinnya sebelum pergi keluar kamar dan berdiri di lorong.
Sebelum sesaat setelah beberapa menit menelpon, dari kejauhan dia melihat kehadiran perempuan yang dia jelas tau itu siapa. Mengabaikan ucapan Rion sejenak, karna begitu perempuan itu melewatinya dan berbelok ke arah unit kamar ibu, Aringga mencelos karna memang Kinara tidak pernah mengenalinya.
Namun akankah berarti hari ini perkenalan mereka?
Dia, seorang anak asuh dari ibu, dengan Kinara yang adalah anak kandungnya? Ini pertemuan pertama mereka meski sebetulnya Ingga sudah tau siapa Kinara, dan bagaimana rupanya dari cerita ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Chance To Hold Your Hand
Romance"Siapapun termasuk kamu, nggak bertanggung jawab atas kebahagiaan saya. Saya bisa nyari itu sendiri, Aringga." Apa yang ada dalam ekspetasi dan keinginan Kinara adalah menjalani sisa hidupnya bersama orang yang dia cinta, bukan dengan orang baru ya...