Chapter II [Epilog]

97 9 3
                                    

─11 April 2014─

Arnon sedang berjalan mengantarkan pesanan kue dan juga minuman yang kebetulan adalah kesukaannya, tepat pada peringatan hari kelahirannya.

Banyak yang mempertanyakan keputusan yang diambil Arnon untuk meninggalkan rumah yang ditinggali bersama kakeknya, sebagian menganggap dirinya hanya berlagak dan memperkirakan bahwa dia akan segera kembali berpulang pada keluarganya.

Namun tidak sedikit pula yang merasa kasihan karena melihat perjuangannya, dan tentu ada pula yang tidak senang melihat kebaikan yang selalu dibagi Arnon walaupun dirinya juga memiliki kesulitan yang ditanggungnya. Tetapi tidak begitu yang Arnon rasakan, dirinya bahagia karena bisa melakukan semua yang diingin dan mewujudkan impian yang selama ini hanyalah angan.

[00.53] Arnon hampir melompat kegirangan, melihat sosok yang ada di hadapan. Jantungnya mulai berdetak tak karuan, dirinya hampir tak dapat mengendalikan diri dan juga senyuman.

Sosok ini adalah orang yang memberi Arnon cukup keberanian untuk mencari jalan bahagia yang diyakini, namun kini sosok itu terlihat sedih dan tak punya semangat diri.

"Apakah anda baik-baik saja?" Arnon tidak peduli apakah pertanyaan yang terlontar akan terdengar aneh untuk si penerima, dia hanya terlalu khawatir akan keadaan sosok yang selalu menjadi penyemangat dirinya.

"Apa kau bahagia?" Bukan jawab yang diberikan, melainkan sebuah pertanyaan yang dilontarkan.

Arnon benar-benar tidak dapat menahan diri lagi dan tertawa seperti seorang yang telah kehilangan kewarasan, sosok disana mengingat dirinya dan pembicaraan mereka berdua dimalam itu tentang kebahagiaan. Tawanya tak berlangsung lama karena sosok disana kembali pergi meninggalkan dirinya, tanpa memberi tau dengan sebutan apa Arnon harus memanggilnya.

[03.01] Arnon melangkah keluar untuk bergegas pulang kerumah di mana kedua temannya telah setia menunggu untuk merayakan ulang tahunnya, namun seseorang yang familiar menghentikan langkahnya.

"Ngapain di sini?"

"Nunggu kamu lah, aku antar pulang. Oke?" Ini adalah Renji, orang yang tak kenal lelah walau sudah ditolak oleh Arnon sebanyak ribuan kali.

"Nggak usah, gue naik taksi aja. Hari ini kebetulan dapat bonus juga. Bukannya mobil lo rusak, ya?"

"Aku bawa mobil Ayah, jadi mau ya." Arnon tidak punya pilihan lagi selain menuruti permintaan Renji, karena dirinya juga ingin cepat kembali.

"Kamu kalau dapat bonus keliatan banget bahagianya."

"Ini bukan karena bonus, tapi gue bahagia karena barusan gue ketemu sama dia. Golden!"

Arnon menyadari perubahan raut wajah Renji namun memilih untuk meneruskan cerita pertemuan antara dirinya, dengan sosok yang selalu menjadi alasan untuk penolakan pernyataan cinta yang diungkapkan kepadanya.

* * *

Arnon menyebut sosoknya sebagai golden, karena pertemuan mereka terjadi disaat terpenting dalam hidupnya. Yakni Arnon yang saat itu berada diambang antara hidup dan mati, dan momen seperti ini biasa disebut sebagai Golden Time di buku fiksi yang biasa dibaca olehnya. Alasan lainnya, karena Arnon yang terus terbayang tatapan khawatir yang didapat dari sosok penyemangatnya ketika dihadapkan dengan golden retriever.

Jadi tolong ingatkan Arnon, untuk memelihara seekor anjing ketika dirinya sudah mapan. Dia ingin selalu mengenang sosoknya walau hanya dalam bayangan.

* * *

Terima kasih yang udah mau luangin waktunya, buat baca kisah hidup Osaka. Chapter III masih belum ditulis, jadi jangan ditungguin 🙏

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FILM OUT [OhmNanon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang