Author Pov
Alne the Capital City.
Salah satu restoran kota pusat pohon dunia, Nagisa, Karasuma, dan Irina duduk di sudut untuk menghindari perhatian orang-orang.
Ya, tapi walaupun begitu, dengan penampilan mencurigakan Nagisa yang mengenakan jubah bertudung guna menutupi wajahnya, mereka bertiga tetap terlihat mencolok. Ditambah Irina yang memiliki penampilan sangat cantik dan menawan dengan rambut pirang gelombang, mata biru yang dalam, dan tubuh wanita yang ideal idaman para pria. Tidak ada mata yang bisa lepas darinya. Dan jangan lupa dengan Karasuma, pria tampan dengan tatapan tajam, alis yang lebih sering berkerut, tubuh tinggi-proposional, dan aura orang dewasa.
"Lihat dua orang disana!"
"Si pirang itu pasti bule, dia sangat cantik!"
"Laki itu juga sangat tampan, dan seksi hahaha..."
"Aku tahu, aku tahu."
"Tapi siapa orang berjubah itu?"
Nagisa melirik sebentar orang-orang yang sibuk membicarakan mereka, lalu kembali fokus pada Karasuma dan Irina. "Jadi apa yang ingin kalian tanyakan?" tanya Nagisa dengan senyum ramah.
"Tapi sebelum itu," Karasuma mengubah posisi duduknya sebelum melanjutkan. "Apa kau bisa dipercaya? Kau tinggal di dalam pohon dunia, pusat dari game ini. Kami tidak tahu apakah kau memang ingin membantu atau justru menjebak. Lagipula aku sudah memberitahumu identitasku."
Nagisa tahu, dia pasti akan dicurigai. Masalahnya fakta bahwa avatar-nya tidak memiliki HP Bar layaknya NPC tapi bisa bergerak dengan bebas saja sudah sangat mencurigakan. Apalagi keberadaannya di puncak pohon dunia, tempat yang hampir mustahil untuk dikunjungi. Sejujurnya, saat ini, Nagisa lebih terlihat seperti AI atau bagian dari sistem game seperti Ritsu dulu di SAO.
Tapi Nagisa dari awal tidak berniat menyembunyikan identitasnya. Dia ingin segera keluar dari game sialan ini, lalu membongkar rencana jahat pria berambut abu itu dan pergi menemui Karma. Untuk mencapai targetnya, dia tidak bisa melakukannya sendiri. Dia membutuhkan bantuan dari pihak luar.
Nagisa yakin, pria berambut abu itu pasti bisa dengan mudah menemukannya, tapi sampai sekarang dia belum melakukannya. Bukan karena pria berambut abu itu menyerah atau tidak lagi membutuhkan Nagisa, tapi dia memiliki rencana lain. Jadi selagi pria berambut abu itu sibuk dengan rencananya, Nagisa juga akan bergerak sendiri.
"Tenang saja, kalian bisa mempercayaiku. Aku tidak berpihak dengan orang dibalik game ini," kata Nagisa meyakinkan. "Atau lebih tepatnya, aku tidak mungkin berpihak pada mereka. Lagipula mereka juga menjebakku."
"Apa maksudmu?" tanya Irina dengan penasaran.
Nagisa menghela nafas pelan, lalu menceritakan semua yang dia tahu. Dari mulai identitasnya sebagai mantan player SAO, alasannya terjebak di tempat ini, wajah asli dari game Alfheim Online, sampai pria berambut abu, orang dibalik game ini, serta rencana-rencananya.
Karasuma mengerutkan kening setelah mendengarkan penjelasan Nagisa, sementara Irina tidak bisa menahan umpatannya.
"SHIT! THAT CRAZY PYSCHO! BASTARD! IS HE EVEN REALLY HUMAN?" Irina menghina dengan aksen inggrisnya yang kental. Dia menggebrak meja dengan marah, menarik perhatian sekelilingnya.
"Tenanglah!" Karasuma menarik Irina duduk kembali.
"Ternyata masalah ini lebih parah dari yang ku perkirakan," kara Karasuma dengan ekspresi serius.
Nagisa bertanya, "Apa kalian tidak bisa langsung menangkap orang itu? Dia sudah melakukan banyak kejahatan; penggelapan dana, perdagangan ilegal, bahkan penipuan yang bisa membahayakan ribuan player di game ini."
"Sayang sekali tidak bisa, kami belum memiliki bukti yang cukup kuat untuk menangkapnya," jawab Karasuma dengan wajah pahit.
"Kalau menggeledah perusahaan developer game ini? Kalian pasti bisa menemukan buktinya di sana," Nagisa menyarankan.
Mendengar saran Nagisa, Irina menyilangkan kakinya yang indah, lalu berkata, "Nak, semuanya tidak semudah itu. Kita tidak bisa melakukan penggeledahan dengan santai. Semua membutuhkan surat izin dari atasan. Tapi mendapatkannya saja sangat sulit. Apalagi kalau pelakunya memiliki koneksi yang kuat."
Nagisa mengerutkan kening, dia menundukkan kepalanya dengan pasrah.
"Seperti kata Irina, masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan mudah," Karasuma tiba-tiba membuka suara, meringankan suasana yang berat. "Tapi bukan berarti tidak mungkin."
Mendengar itu, Nagisa langsung mengangkat kepalanya, menatap Karasuma penuh harap.
"Pertama, kita harus menemukan bukti terlebih dahulu. Itu kenapa aku dan Irina datang ke game ini. Bukankah kau bilang, ada laboratorium yang mengontrol sistem game ini di puncak pohon dunia, Nagisa?" lanjut Karasuma.
Nagisa mengangguk dengan cepat. "Ya, di tempat itu juga aku bisa menemukan cara untuk keluar dari game ini."
"Kalau begitu, bagaimanpun caranya kita harus pergi ke sana," kata Karasuma.
"Bagaimana caranya ke sana? Dari informasi yang ku dapatkan, pergi ke puncak pohon dunia itu hampir tidak mungkin," ucap Irina membuat Nagisa dan Karasuma terdiam.
"Kau benar, kita bertiga saja tidak akan cukup," gumam Karasuma.
"Bagaimana kalau kau panggil semua bawahanmu, Karasuma? Suruh mereka login ke game ini juga!" Irina mengungkapkan idenya dengan penuh semangat.
"Tidak bisa, terlalu banyak orang yang terlibat hanya akan menambah kecurigaan," tolak Karasuma dengan cepat.
Selagi Karasuma dan Irina buntu dengan rencana selanjutnya, Nagisa juga ikut merenung. Dia sebenarnya memiliki ide, tapi idenya terbilang sangat gegabah dan gila. Dia juga bisa dianggap narsis kalau menggunakan ide ini.
"Nagisa-kun, apa kau ada ide lain?" tanya Irina tiba-tiba membuat Nagisa tersentak.
Mereka tidak memiliki ide lain, tidak ada salahnya Nagisa menyuarakan beberapa pikirannya. Nagisa membuka mulutnya dengan ragu-ragu, "Aku ada ide."
"Kita bisa minta bantuan para player SAO," saran Nagisa.
Karasuma dan Irina menatap Nagisa dengan heran.
"Kalau kita menggunakan orang-orang biasa, developer game ini harusnya tidak akan curiga. Paling-paling mereka hanya menganggap orang-orang itu sebagai player pedatang baru. Jadi kita bisa menggunakan celah ini untuk memanggil komunitas Sword Art Online sebagai bala bantuan. Seharusnya dengan puluhan orang, kita bisa sampai di pohon dunia," jelas Nagisa.
"Tapi bagaimana caranya meminta bantuan mereka? Sejak insiden SAO, banyak mantan player SAO yang tidak ingin lagi terlibat dengan game virtual," kata Karasuma.
"Ya, tidak heran sih, mereka sudah mengalami hal yang mengerikan akibat perbuatan Shinigami itu," Irina menimpali.
"Tenang saja Irina-san, Karasuma-san, aku tahu gimana caranya," kata Nagisa membuat Karasuma dan Irina penasaran.
"Karasuma-san, temui orang bernama Asano Gakushuu, lalu katakan padanya kalau The Black Swordsman butuh bantuan."
Halo-halo semuanya!
Maaf ya dah lama banget gk update. Biasa lg gk ada ide hehe, sama mager juga sih buka laptop hehe.Semoga kalian suka bab kali ini. Jangan lupa komen dan vote ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
SAO X AC
FanfictionCrossover Sword Art Online dan Assassination Classroom. . . . Author fanfic ini hanya meminjam alur cerita dan karakter. Sword Art Online milik Reki Kawahara. Assassination Classroom milik Yusei Matsui. . . . Ngomong-ngomong ini BL/Yaoi aka boyxbo...