Part 2 - Menyapa

23 15 10
                                    

Pukul 05.30 pagi, Dehan sudah siap dengan setelan larinya. Kaos hitam, celana panjang hitam, dan sepatu putih. Dewi belum juga keluar dari kamar. Dehan tidak sabar menunggu adiknya di ruang tamu, diapun menyusul ke kamar Dewi di lantai dua.

"BA! Mau manggil aku yaa?" tiba-tiba Dewi keluar dari kamar sebelum Dehan tepat di depan pintu kamarnya.

"Udah sholat subuh belum?" tanya Dehan.

"Udah."

"Okeh, jalan yuk."

"Katanya lari pagi, kok ngajak jalan sih?" Ujar Dewi.

"Nggak usah mancing keributan ya Dewi Ananta. Ayo cepat, keburu mataharinya tinggi."

'Mana ada lagi matahari tinggi.' batin Dewi.

---------

Dewi dan Dehan lari pagi keliling kompleks. Baru lari sekitar satu meter, mereka berdua bertemu seseorang. Tetangga baru di depan rumah. Setelan baju olahraga berwarna putih dan sepatu warna hitam terlihat sangat menawan dibadannya.

'Jodoh pasti bertemu.' Batin Dewi yang sudah berusaha menahan agar tidak senyum-senyum.

"Halo bro, orang baru disini ya?" Sapa Dehan ke orang itu.

"Iya. Baru pindah dua hari lalu."

'Oh my god.. suaranya suami able banget.' Lagi-lagi Dewi berbicara dengan dirinya sendiri.

"Rumah nomor 23B kan?" Tanya Dehan.

"Iya betul. Tau dari mana ya?"

"Oh kebetulan rumah kita berhadapan. Rumah gue pas depan rumah lo, nomor 27B." Jelas Dehan.

"Oh iya, gue Dehan. Ini adik gue namanya Dewi. Dia bilang lo tampan." Sambung Dehan dan mengulurkan tangannya untuk salaman dan dibalas oleh Abi.

'ASEEMM... EMANG DASAR ABANG GAK BERPERI KEHATIAN.'

"Gue Abi." Jawabnya singkat.

Nama lengkapnya Ali Al-farabi. Pengusaha furniture. Toko Furniturenya sudah ada dibeberapa kota di Indonesia dan luar negeri. Dia meneruskan perusahaan milik keluarganya. Tampan, berkarisma, tinggi, nggak banyak ngomong, kaya sudah pasti. Sekilas definisi tentang Abi.

'Ooh jadi namanya Abi. Mulai saat ini, gue mau memantaskan diri biar jadi umi.' Batin Dewi. Kali ini Dewi banyak membatin nampaknya.

"Gue lanjut ya bro Dehan." Ujar Abi dan sekilas melirik ke arah Dewi. Jangan tanya bagaimana keadaan jantung Dewi. Kalau saja jantung manusia sama seperti puzzle, pasti sekarang hatinya sudah berhamburan jatuh di aspal jalanan kompleks.

"Oke. Hati-hati bro." Jawab Dehan. Abi kembali melanjutkan aktivitas larinya.

"Udah seneng belum? Isi hatinya kan udah tersampaikan sama si dia." ujar Dehan.

Plak! Pukulan mendarat di lengan Dehan.

"Abang ngapain sih bilang gitu ke Mas Abi. Kan malu banget bang." jawab Dewi dengan malu-malu kodok.

"Sejak kapan dia jadi mas kamu? Awas ya, jangan genit."

"Sejak saat pertama melihat senyumannya." jawab Dewi.

"Jangan ngaco. Beresin dulu skripsi kamu." Ujar Dehan yang langsung merangkul bahu Dewi.

"Pake diingetin lagi, aelaah."

Dewi dan Dehan kembali berlari keliling kompleks. Lebih tepatnya hanya Dehan yang lari, karena saat ini Dewi sudah kelelahan dan memilih berjalan santai.

----------

"Iya halo mah, Abi baik-baik kok."

"Kamu udah dapat mba buat beres-beresin rumah?"

"Udah mah, aman kok. Besok ibunya udah mulai kerja."

"Ooh bagusdeh kalau gitu. Kamu jaga kesehatan ya Bi."

"Iya mah. Mama sama papa juga jaga kesehatan disana."

"Iya sayang, udah ya nanti mama sambung lagi."

Telfon berakhir. Abi yang baru sampai rumah mendapatkan telfon dari mamanya. Walau sudah hampir kepala tiga, dia tetap dianggap seperti anak kecil. Orangtuanya sangat sayang denganya, ditambah lagi Abi adalah anak sematawayang.

Abi bersiap untuk mandi. Keringat di badannya membuat dia tidak nyaman. Selesai mandi, dia harus mengecek pekerjaannya. Walaupun hari ini hari sabtu, dia tetap akan sibuk mengecek laporan pekerjaannya di email.

Di ruang kerja bernuansa dominan putih ditambah aksen kayu yang menambah elegan dan keindahan ruangan kerja Abi. Selesai mandi dia langsung ke tempat bertapanya, oh tentu dia sudah dalam keadaan berpakaian.

--------

Di tempat lain, Dewi dan Dehan mampir ke tempat penjul bubur ayam. Keduanya ingin sarapan di luar rumah hari ini. Dua porsi bubur ayam komplit dan dua gelas es tes jadi penghilang rasa lapar keduanya.

"Tiap sabtu papa selalu bawa aku ke sini. Jadi rindu." Ujar Dewi disela-sela suapannya.

"Terus belinya selalu lebih buat dikasi ke orang yang papa temuin di jalan. Random aja gitu."

"Ke rumah papa mama yuk bang."

"Boleh. Mau kapan?"

"Entar sore gimana? Bisa nggak?" Tanya Dewi.

"Bentar sore abang udah ada janji sama temen abang. Kalau besok pagi aja gimana?"

"Yaudah okeh."

Selesai makan, mereka berdua kembali pulang ke rumah. Tidak lupa Dehan memesan dua porsi bubur ayam yang dibungkus untuk dikasih ke orang yang mereka temui di jalan. Dehan dan Dewi mencoba meneruskan kebiasaan baik papanya. 

Bersambung....


Terima kasih sudah kembali membaca🤍
Bintangnya jangan lupa ya kak🌟
Ramein komen biar pubilisnya semangat😊

Kind Regards 🍁

My Husband is My NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang