Arti Sebuah Kecantikan

13 0 0
                                    

Bulan terlihat marah. Bagaimana bisa Dirga tidak mengenalinya? Bahkan dia biasa saja ketika mendengar namanya diucapkan. Apakah karena perubahan pada dirinya sehingga lelaki itu sama sekali tak mengingatnya? Dia kesal. Ya, bukan karena Dirga yang dengan ketus menunjukkan ketidaksukaannya atas keterlambatan Bulan.

Bukan. Namun, karena seolah tidak terjadi apa-apa dengan Bulan setelah peristiwa itu.

Gadis itu terdiam sesaat lalu membalikkan tubuhnya dan menatap tajam kearah lelaki yang rahangnya mulai mengeras. Terlihat kemarahan di bola matanya.

"Saya meminta maaf atas keterlambatan saya di hari pertama tetapi saya mempunyai alasan untuk itu," kata Bulan dengan nada suara yang sangat ketus. Dia lalu membalikkan lagi badannya dan mulai mengayunkan kakinya keluar dari ruangan itu.

"Tuan Dirga, Maafkan saya telah lancang tetapi sebagai asisten Nona Bulan ingin menyampaikan bahwa ini bukanlah kesalahannya." Suara seorang perempuan dengan nada takut-takut memecah keheningan ruangan.

Langkah kaki Bulan terhenti. Dengan sigap dia lalu membalikkan badan dan menatap perempuan bertubuh kurus yang ada di ruangan tersebut.

"Lebih baik kita diam dan tak perlu menjelaskan apapun jika memang Tuan Dirga tidak mau ingin mendengarkan. Bukankah dalam sebuah kerjasama sebuah kepercayaan itu penting? Lagipula tidak ada kesalahan yang aku perbuat. Ayo kita pergi sekarang juga," ajak Bulan dengan wajah datarnya menatap asistennya.

Bulan kembali mengayunkan langkahnya menapaki lantai marmer menuju ke pintu keluar ruang tersebut. Namun, belum sampai dirinya mencapai pintu tersebut sebuah suara bass menghentikan langkahnya.

"Anda benar-benar angkuh dan keras kepala. Baiklah, hanya kali ini saja aku akan memaafkan anda tetapi di lain waktu, tidak akan ada lagi keterelambatan untuk kedua kalinya. Itu adalah syarat untuk anda Nona Bulan Cantika." Dirga menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya yang berwarna hitam kokoh.

Darah Bulan berdesir ketika lelaki yang dia kenal 9 tahun yang lalu itu mengucapkan namanya dari bibirnya. Gadis itu menutup matanya dan perlahan menarik napas agar kegugupannya segera hilang.

Ya, dia tidak boleh goyah untuk misi balas dendamnya kepada lelaki yang telah menghancurkan hidupnya itu.

"Apakah anda akan berdiri saja di sana dan tidak mau ke mari? Keterlambatanmu sudah menyita waktuku dan jangan pula membuatku menunggu tentang proyek yang akan kita bahas," ucap Dirga ketus. Tangannya mengambil map berkas yang ada di mejanya lalu matanya menyapu tulisan yang ada di kertas tersebut.

"Dan kalian berdua. Keluarlah dari ruangan ini. Karena aku ingin bicara berdua dengan Nona Bulan," perintah Dirga kepada Adel dan Edward yang masih ada di ruangan tersebut.

Dengan ragu-ragu kedua orang tersebut mengikuti perintah dari atasan mereka. Beberapa kali Adel melirik kearah Bulan tetapi dia memberi tanda bahwa dia akan baik-baik saja dan menyuruhnya keluar sesuai perintah Dirga.

Bulan membalikan tubuhnya dan berjalan lurus ke arah meja Dirga. Lelaki itu bahkan tak ingin menatapnya dan malah asik membaca berkas-berkas yang ada di tangannya dengan wajah datar dan dingin.

"Aku tidak akan pernah terlambat lagi dan aku akan bekerja secara profesional." Bulan duduk tepat di depan Dirga dengan penuh percaya diri. Netranya menatap tajam lelaki yang ada di hadapannya itu.

"Lalu apakah kamu tahu tentang proyek yang aku inginkan darimu?" Dirga melempar map berkas yang ada ditangannya ke meja dengan kasar. Lelaki itu lalu menatap tajam bola mata gadis yang ada di hadapannya. Tatapan angkuh Dirga rasakan dari perempuan yang ada dihadapannya itu.

"Bagiku sangat tidak masuk akal untuk membuat baju-baju dengan ukuran oversize. Tidak akan ada yang ingin membelinya, bukankah begitu?" jawab Bulan dengan tegas.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 03, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sweet RevengeWhere stories live. Discover now