07

933 187 24
                                    

Kamarku terletak di lantai 23. Saat berada di dalam lift, jantungku terus berdebar. Pasalnya, kami berada di dalam lift cukup lama, dan hanya ada aku bersama Hirofumi-san. Entah berapa banyak lift dan tangga yang tersedia di hotel ini. Anehnya, tidak ada yang menghentikan lift yang ditumpangi kami sampai ke lantai 23. Hal ini membuatku agak takut.

"Mungkin disini akan terasa membingungkan. Tapi kurasa rutenya cukup mudah dipahami, jika kau berusaha untuk memahaminya."

"Mungkinkah semua lantai punya rute yang sama?"

"Kurasa begitu, tapi tidak dengan tiga lantai pertama." Lift berhenti di lantai 23 setelah dia menghentikan ucapannya, lalu pintu lift terbuka. "Gedung ini kuperkirakan mempunyai 30 lantai. 2 lantai utama, 1 lantai panti jompo dan asuhan, 20 lantai untuk remaja hingga dewasa, karena sebagian besar penduduk yang menjadi korban berada di usia segitu. Dan sisanya aku tidak tahu digunakan untuk apa."

Kami berjalan keluar lift. Ada banyak pintu kamar berderet rapi di lantai 23 yang begitu luas. Kulihat ada sekumpulan remaja dengan seragam sekolah tengah berbincang. Mereka hanya melihat kami sekilas lalu kembali mengobrol, di sela-sela itu mereka terkikik.

Kami masih tetap berjalan. Ketika melewati beberapa pintu, aku mendengar ibu-ibu yang berada di luar pintu kamar berbisik-bisik dengan suara yang tak bisa dibilang sebagai bisikan.

"Lihatlah, pendatang baru lagi."

"Sudah berapa banyak remaja yang dipindahkan kesini? Kasihan sekali."

"Ya, aku khawatir dengan masa depan mereka. Di saat itu tiba, mungkin para iblis sudah benar-benar menguasai bumi."

"Dan manusia diperbudak oleh mereka."

Aku terkejut mendengarnya. Mereka terdengar seperti cenayang yang mengungkap tabir kenyataan masa depan. Bahkan aku sendiri tak bisa membantahnya.

"Jangan terlalu dipikirkan," ujar Hirofumi-san hingga mengalihkan perhatianku.

"Uh ... bagaimana menurutmu?"

"Hmm," dia terlihat berfikir sejenak, lalu menjentikkan jari. "Masih belum jelas."

"Apa maksudnya?"

"Masa depan tidak bisa ditentukan dari ucapan saja, tindakan akan lebih berpengaruh terhadap perubahan. Jadi, masih belum jelas akan seperti apa masa depan kita," jelasnya.

"Aku mengerti sekarang," gumamku pelan.

"Apa kau masih memikirkan masa depanmu?"

"Tentu saja!"

"Sudah kubilang jangan terlalu dipikirkan. Mungkin, di masa depan, kita memang menikah."

"Lelucon itu lagi." Aku menghela nafas lelah. Tapi, seandainya jika benar begitu....

"Yah, siapa tahu?" Hirofumi-san menghentikan langkahnya. "Kita sudah sampai."

Pria ini sungguh membuatku bingung dan merasaseolah aku akan membuat kesalahpahaman lagi tentang leluconnya yang bukannya menghibur, malah membuat jantung orang ingin copot.

"Oh...."

Pintu kayu yang mengilap terpampang dihadapanku. Diatasnya, tertera sederet angka yang merupakan nomor kamarku, 0983. Kumasukan kunci, lalu membuka pintu.

Kriet....

Ruangan yang cukup luas namun tampak biasa saja, dengan sofa, lemari, kasur, bahkan televisi. Perabotannya cukup lengkap bagi sebuah kamar penginapan. Namun, sepertinya aku akan terus menetap disini. Di salah satu sisi ruangan, terdapat sebuah pintu yang kupastikan itu adalah kamar mandi. Meski sederhana, tempat ini memang nyaman. Tapi, entah aku akan menikmati kenyamanan ini atau mencari solusi untuk setiap masalahku, karena aku tidak punya apapun sekarang.

Aku berjalan masuk kedalam, lalu duduk bersandar di sofa. Kuletakkan bungkusan hamburger diatas meja. Hirofumi-san ikut masuk dan duduk di sebelahku.

"Lebih baik, kita makan dulu."[]

-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-

Omong-omong kalau ada typo tolong tandain ya biar bisa diperbaiki😊

Jangan lupa vote yaa-!💓

Jangan lupa vote yaa-!💓

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Not ExistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang