Hingga lusa setelah kejadian malam itu orang tua Briana belum juga pulang, ia mulai jengah kesepian dirumah.
Ia memutuskan untuk tidak masuk sekolah selama 2 hari, meskipun dirumah rasanya jenuh namun setidaknya tidak bertemu teman-teman gilanya itu!
Ia mondar-mandir di kamarnya, yang ada difikirannya 'Apa yang harus kulakukan?' 'Aku harus kemana?' 'Mau pergi? Nggak ada tujuan, nggak ada teman'
Ya karena selama ini ia hanya berteman dengan beberapa teman gilanya itu, selainnya tidak pernah dekat.
Ia pun menyesal kenapa tidak pernah berteman dengan siapapun. Dalam artian ramah dengan siapapun.
Ia menghempaskan badannya di kasur kesayangannya dan menatap langit-langit kamarnya, tidak timbul karena terkena cahaya dari jendela kamarnya. Ia teringat sesuatu!
Ia bangkit dan mengganti kaos big size nya dengan kaos yang lebih enak untuk dipandang karena jika ia keluar dengan pakaian seperti itu lebih pantas diletakan ditengah-tengah sawah! Namun menurut Briana itu pakaian yang paling nyaman untuknya. Selesai merapikan rambutnya ia berlari ke garasi rumahnya, mengambil sepeda dan langsung mengayuhnya menuju tempat yang selama ini memberikannya rasa tenang, dan selalu ia nikmati sendiri tanpa siapapun.
Setelah beberapa lama, roda sepedanya mulai melewati jalanan setapak di padang rumput, 'hampir sampai' batinnya.
Setelah menurutnya sampai tujuan, sepedanya ia letakkan asal. Ia berlari kecil mendekati pohon besar, ia pun tak tahu apa nama pohon ini ataupun jenisnya. Intinya pohon ini rindang, besar, bisa dipanjat, dan sangat nyaman untuk Briana
Ia duduk dibawah pohon, tepatnya bersandar di batang pohon itu sambil memandang arah depannya, arah sang surya yang akan menerangi bagian bumi yang lain.
"Kau sering kemari?"
Pandangan Briana langsung berubah menjadi waspada dan mencari asal suara. Ternyata suara itu tepat dibelakangnya, seorang lelaki bertubuh jangkung dengan alis yang tebal begitu juga sorot matanya yang tajam ditambah rahang yang terlihat sangat kokoh, menambah kesan garang seorang itu.
Hanya beberapa langkah lagi lelaki itu sampai dihadapan Briana, semakin dekat semakin jelas objek yang sedang diamati Briana. Kulitnya lebih coklat dari kulit Briana yang bewarna lebih terang. Tinggi orang itu mungkin dua jengkal diatas Briana, rambutnya coklat terang.
Briana terlalu mengamati lelaki itu, ia tidak sadar bahwa lelaki itu sudah dihadapan nya, ia refleks berdiri, dan benar saja saat berdiri saja ia tepat di depan dadanya, pendek!
Briana menengadah menatap lelaki itu, hijau, teduh, menenangkan, mungkin itu yang bisa Briana ungkapkan jika ditanya tentang mata lelaki itu.
Ia lupa bahwa didepannya adalah orang asing, dan harusnya ia waspada ataupun menjaga jarak.
"Hey! You alright?" ia melambaikan tangan didepan wajah Briana.
"Ya ya of course" ucap briana cepat.
Lelaki itu tersenyum teduh, "Kau belum menjawab pertanyaanku tadi"
"Pertanyaan apa?"
"Kau sering kemari?"
"Y..yaaa, ehm not. Emm maybe? Yaaa jika ada masalah atau tidak melakukan apapun"
"Lalu apa alasanmu kemari hari ini?"
"Tidak ada, aku hanya rindu pada tempat ini" ucap briana sambil menatap siratan matahari yang hampir tidak terlihat.
"Tapi tidak terlihat begitu"
Kening briana berkerut, mencerna kata-kata yang barusan diucapkan .... Siapa? Siapa orang didepan ini?
"Tidak, aku tidak ada alasan apapun" jawab briana cepat, berharap lelaki dihadapannya ini mengajaknya berkenalan.
Tapi bukan briana namanya jika bisa sabar, "Namamu siapa sih?" oke itu payah sangat payah, hello briana dimana gengsimu???
Lelaki dihadapannya sedikit canggung namun cepat diatasinya, "Nathan, Nathaniel Cierago Kenzel"
Briana meringis, namun cepat-cepat menampakkan tampang datarnya.
"Ya aku tau namaku sedikit yaaa sedikit aneh"
'memang aneh' batin briana.
"Bagaimana denganmu?" tanya Nathan
"Briana"
"Briana saja?"
"Tidak tidak, Aubriana Nadelia Calesta"
"Indonesian?" tanya Nathan antusias
"Yap, my mom"
"Ayahmu?"
'ia petugas sensus? Lengkap sekali' gerutu briana dalam hati
"Jerman"
Nathan hanya mengangguk-angguk
"Tell me how bout you" pinta briana
"Yaaa aku dari keluarga biasa, Kenzel. Kedua orang tua ku asli disini, lahirku juga di kota ini. Aku tinggal didekat sini, kau lihat hutan itu? Dibalik sana ada pemukiman, disana tempat tinggalku. Jika kau kesana tanyakan saja nama keluarga ku, sudah dikenal disana"
"Popular family, huh?"
"Bukan terkenal karena keluargaku kalangan atas, aku bilang keluargaku hanya keluarga biasa, ibuku seorang penjahit profesional di daerahku, dan juga menjual banyak jenis bunga. Sedangkan ayahku punya perusahaan kayu disana. Karena itu banyak yang kenal karena disana tidak terlalu banyak penduduk. Oh ya keluarga ku juga punya kedai, berkunjunglah"
'oke ini perkenalan atau promosi?'
"Sudah mulai gelap, tidak baik perempuan pulang sendiri. Jangan pulang sendiri, ayo kuantar"
"No no, jangan pernah melarangku. Aku benci itu!"
"Oke oke, lalu kemana tujuanmu?"
"Aku tidak tahu, aku malas untuk kembali ke rumah"
"Mau ku kenalkan desa ku?"
Briana berfikir sejenak, 'is it bad idea? Absolutely not!'
"Come on!" seru briana
Lelaki itu menunduk untuk melihat wajah antusias briana, dan terkekeh geli.
"Kenapa kau tertawa begitu?" tanya briana sambil cemberut, dan bibirnya sudah mencebik.
"Kau lucu" ucap lelaki itu lalu mendahului briana, lelaki itu tak tahu bahwa saat ini otak briana susah payah mencerna kata-kata yang dilontarkan Nathan, sebuah pujian? Ia sudah biasa jika dipuji oleh teman-temannya, tetapi cara nathan mengucapkannya seperti suatu hal baru yang pernah briana alami.
Kalian tahu? Briana belum pernah menjalin suatu hubungan 'khusus' dengan lelaki, ya lelaki karena briana bukan lesbian, haha!
Tidak ada yang tahu apa alasan Briana hingga saat ini ia belum pernah menjalin hubungan dengan lelaki, padahal teman-temannya sudah menjadikannya kebiasaan.
Briana semangat mengikuti nathan dari belakang, melihat punggung nathan yang lebar siapapun yang melihatnya pasti ingin bersandar di punggung maupun dada bidang itu, aah membayangkannya saja membuat briana merinding. Tidak tidak sepertinya otaknya sedang bermasalah.
Ia penasaran dengan tempat tinggal nathan, desa nathan, lingkungan nathan, menurutnya itu hal yang sangat menarik, dan ia sangat antusias untuk cepat sampai sana.
Ia menuntun sepedanya dengan langkah cepat agar sejajar dengan nathan, dan sudah mulai terbuka dengan nathan dan selalu antusias dengan hal baru yang akan ia lihat.
TBC....
***
A/N
Holaaa hoi!
Setelah berjuang dengan semangat '45 jungkir balik hingga titik darah penghabisan untuk menerjang soal-soal unas gue balik lagi *tampar gue!
Hihi part ini rada absurd tapi menurut gue ini lebih nggh daripada part sebelumnya yang abal karena part ini udah muncul tokoh baru.
Gue akan usaha bikin part setelahnya lebih bagus lagi biar nggak tambah absurd lagi dari ini =))
So, vomment please? ;;*
Chaa~
KAMU SEDANG MEMBACA
Briana's Story
Teen FictionAubriana Nadelia Calesta, si mungil yang punya kehidupan yang sangat bebas, dan karena terbiasa hidup bebas ia membenci aturan. tapi ia masih tetap tau batasan. Ia melakukan apa saja yang dia suka. Selama ini ia hanya menikmati hidup tanpa tau apa s...