Author's pov
Bayangan Venion Daze masih menghantui pikiran briana, kehangatan rumah bergaya klasik itu, dinginnya hutan yang ia lewati, teriknya matahari di kebun strawberry, dan lembutnya balutan dress lama yang beberapa saat lalu jugaaa tawa renyah nathaniel.
Dan saat ini tubuh mungil briana sudah terbalut seragam sekolahnya dengan rapi. Ia membolak balikan badannya di depan cermin besar di kamarnya.
Ia menyantap nasi goreng buatan bundanya dan tak lupa susu hangatnya.
Ia banyak diam, ia tidak sedang patah hati maupun kerasukan jin(?) ia sendiri tak tahu kenapa ingin diam saja.
"Kau sudah siap?"
Ia hanya menjawab anggukan dan senyuman manisnya di pagi ini untuk ayahnya.
***
Ia menghela nafas jengah, memikirkan ia akan kembali ke kelas, kembali bertemu teman gilanya itu. Tapi setidaknya 1 hari bolos dan 2 hari bersama nathan menjadi penebus kejenuhannya.
Briana masuk kelas dengan wajah datar, dan entah kenapa langsung menjadi pusat perhatian.
Ia mencoba untuk tersenyum pada salah satu teman kelasnya (re: bukan teman gilanya) namun yang terjadi malah ia lebih terlihat seperti meringis habis terjepit.
Dan itu membuat temannya canggung.
Ia memutar bola mata jengah, dan langsung merobohkan diri ke bangku belakang sendiri bagian tengah.
Pikiran iseng briana muncul, ia iseng membuka laci mejanya toh selama ini tempat belakang sendiri tidak ada yang menempati.
Novel, ia menutup kembali lacinya.
Novel? Ia buru-buru membuka laci itu lagi.
Novel itu dibalut cover putih gading dan di dominasi warna biru muda dan dihiasi huruf-huruf kapital membentuk sebuah judul novel itu "CORAL AND THE OCEAN"
Kening briana berkerut membaca judul novel itu, ia baru saja akan membaca sinopsis novel di cover belakang jika saja seseorang tiba-tiba menepuk bahunya.
"Sorry.. Aku mengagetkanmu?"
Kening briana lagi-lagi berkerut memandang lelaki dihadapannya kini.
"Tidak, tidak apa. Ada apa?"
"Uum.. Sebenarnya ini tempat dudukku ...."
" .... Tapi tapi kau boleh duduk disini, aku akan pindah" katanya cepat.
"Tidak tidak, aku yang pindah. Lagipula sama saja aku hanya pindah di sebelah kananmu, 'kan?"
"Tidak, nanti kau melamun"
Briana tertawa kecil, "Of course not"
"Tidak kau tetap duduk disini"
"Oke, i'm done!" briana merosot ke bangku yang notabene nya kosong saat dulu.
Dulu?
Berarti lelaki itu anak baru?
Briana masih menggenggam novel itu.
"Kau boleh meminjamnya" ucap lelaki tadi sambil membuka buku pelajarannya.
Lelaki itu mengurungkan niat briana untuk mengajaknya berkenalan.
***
Jam pelajaran telah usai, namun briana masih sibuk berkutat dengan buku catatannya. Ia masih sibuk menyalin begitu banyak materi yang dijelaskan oleh Mr. Blake, guru sejarahnya.
Kelas menjadi hening, hanya ada beberapa anak di kelas itu yang masih menyalin catatan maupun hanya bergosip ria bersama kawanannya.
"Kau masih ingin terus menyalinnya?" lelaki yang notabene-nya anak baru ini tiba-tiba sudah duduk dihadapan briana, tepatnya di bangku depan briana.
"Yap! Aku sama sekali tidak mengerti pelajaran sejarah" jawab briana tanpa mengalihkan pandangannya dari papan dan bukunya.
"Kembalikan saat pelajaran sejarah berikutnya" ucap lelaki itu sambil menutupi pandangan briana dari bukunya dengan buku berwarna coklat.
Ia memandangi buku itu beberapa saat. "Terima kasih.." lirihnya. Lalu menatap bangku di depannya.
Si pemilik buku coklat ini sudah hilang dari kelas, dan tanpa briana sadari kepergiannya.
Ia membereskan semua buku-buku dan kawanannya. Hingga tersisa buku coklat milik teman barunya itu.
Gefinne Fabiotez
'rrrr... Nama aneh' batinnya.
*****
Jam setengah 10 malam semua kegiatan briana telah usai. Ia merebahkan dirinya di pulau kapuk kesayangannya.
Gefinne.. Fabiotez..
Ia bangkit lagi dari tempat tidurnya dan mencari-cari handphone-nya.
Dan ia berujung terlelap 2 jam setelahnya...
*****
A/n :
Holaaa!! Sorry sorry sorryyy buat ngaret-nya cerita ini dan juga ke-absurd-an cerita ini. Terlalu banyak kegiatan *sok sibuk* but stay read this story right? Thank you:*
Btw, dont forget to vomment this story.
KAMU SEDANG MEMBACA
Briana's Story
Teen FictionAubriana Nadelia Calesta, si mungil yang punya kehidupan yang sangat bebas, dan karena terbiasa hidup bebas ia membenci aturan. tapi ia masih tetap tau batasan. Ia melakukan apa saja yang dia suka. Selama ini ia hanya menikmati hidup tanpa tau apa s...