Prolog

2.1K 76 124
                                    

Daerah Khusus Ibukota, Jakarta.

17 Agustus, 2045.

Tangis sukacita terdengar di pelosok negara, ratusan warga merayakan tujuh belas Agustus dengan bahagia tanpa khawatir penyerangan Nod yang random. Anak-anak tidak perlu lagi harus bersembunyi saat pasukan Nod datang dan para perempuan dapat dengan tenang berjalan di jalanan.

Sudah beberapa bulan semenjak kemenangan telak umat manusia di Kashgar dan di Bulan, menandakan tirani para Nod sudah berakhir dan Umat Manusia sudah bebas kembali, tapi sukacita tidak sama di Istana Merdeka dipusat kota Jakarta.

Para menteri kabinet, DPR, MPR dan staff Militer Indonesia berkumpul dengan situasi yang cukup.... Suram. Mereka baru saja mendapatkan kabar bahwasanya perang belum berakhir, dan Aliansi mereka, Amerika dan Jepang diserbu oleh pasukan Kanada dan Prancis, menandakan Perang Perbatasan baru saja dimulai.

"Saudara-saudara sekalian... Seperti yang kita ketahui, pada pukul 3 Pagi dini hari, Pasukan Kanada membuka serangan ke tanah Amerika dan menyerang Michigan dan Maine, dilaporkan pasukan Penerjun Orbit Prancis juga ikut menyerang Seattle, daerah Khusus untuk Kekaisaran Jepang dan secara tidak langsung mengibarkan bendera peperangan ke Kekaisaran." Ujar Presiden yang sudah menjabat selama 7 tahun bernama Wijaya.

"Kedua negara itu... Meminta kita untuk ikutan menyatakan perang terhadap aliansi Prancis-Kanada, jadi bagaimana tanggapan bapak-bapak dan ibu-ibu semua?" Ruang rapat langsung ricuh.

Ketua MPR langsung mengangkat tangannya.

"Tidak mungkin! Kita tidak mungkin menyatakan perang pada mereka! Kita sedang mengalami krisis sendiri!" Seru sang Ketua MPR.

"Setuju! Pak Presiden, dengan segala hormat, anda harus tolak permintaan tersebut." Ujar Menteri Pertahanan dengan rengutan di wajah tuanya.

Semua anggota Kabinet, DPR, MPR beserta staff TNI menyuarakan ketidaksetujuan mereka, dan Wijaya paham akan hal itu. Mereka baru saja menang perang di Luar Angkasa, yang mana sangat menguras sumber daya, makanan juga sangat menipis akibat serangan gas kimia dari para Nod, ditambah lagi Filipina yang melakukan monopoli perdagangan yang sangat menyebalkan.

"Bagaimana lagi, saudara dan saudari sekalian, Kekaisaran Jepang dan Amerika Serikat sudah sangat berjasa pada kita, semua teknologi, kemerdekaan dan segala yang kita punya berasal dari mereka. Aku tidak tahu apa tindakan kita atas konflik ini." Ujar Wijaya sambil memijat pelipisnya.

"Yah... Bagaimana lagi, kita kesampingkan hal tersebut terlebih dahulu, Pak Menteri Pertanian, bagaimana pangan kita untuk Tahun ini?" Tanya sang wakil presiden, seorang wanita yang berada di umur pertengahan 50 nya, Sukmawati.

"Buk, kita lagi-lagi mengalami gagal panen, gas yang dikeluarkan dari bangkai-bangkai pasukan Nod mengandung zat kimia yang masih sangat asing bagi kita, hal ini menyebabkan kita lagi-lagi gagal panen, dan kemungkinan besar dalam beberapa tahun mendatang, populasi orang-orang Indonesia yang dapat bertahan hanyalah 40 persen.... Saya juga sudah bekerjasama dengan Menteri Kesehatan yang mana, menurut riset beliau dengan ahli-ahli lainnya, menyatakan gas tersebut bisa membahayakan nyawa manusia, sekian."

Berita buruk satu persatu berdatangan, dan hal itu cukup membuat semua orang yang ada di rapat sangatlah frustasi. Pertama konflik Jepang-Amerika dengan Kanada-Prancis, kedua gagal panen besar dan masalah-masalah lain yang terus berdatangan.

Tiba-tiba ajudan dari Direktur LAPAN membisikkan sesuatu yang membuat sang Direktur melebarkan matanya. Dia segera berdiri dan langsung pandangan semua orang beralih kepadanya.

"Ada apa Direktur? Sesuatu terjadi?" Tanya Wijaya dengan khawatir.

"Apakah gelombang serangan Nod lagi? Atau pasukan Prancis di Vietnam mulai melakukan invasi?" Tanya Panglima Besar TNI, Jenderal Pranata.

Summoning GarudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang