3. Mimpi Buruk?

25 10 2
                                    

"Besok-besok mampir kesini lagi ya, Nak Rani," ucap sang tuan rumah.

"Memangnya tidak apa-apa Bu?" Rani menjawab kikuk.

Pasalnya wanita di depannya ini sudah sangat baik padanya. Memberi tumpangan, memberinya makan, tak lupa dengan sikap hangatnya setiap kali berbicara. Perlakuannya itu sudah terlampau baik untuk seorang tamu yang tidak dikenal sebelumnya.

"Ya tidak apa-apa toh, Ibu malah senang jadi ada teman ngobrol," ucapnya lagi. "Rumah ini sepi Ran, Edzar sama Ayah nya sibuk ngurus kerjaan melulu, bosen Ibu." Rajuknya seraya melirik ke anaknya yang baru saja keluar dari kamar.

Tak lama Edzar mendekat sambil menenteng jaket denim miliknya. Dia memang baru saja datang 10 menit yang lalu. Memberitahu Rani kalau mobil nya sudah di urus temannya, dan sudah bisa digunakan saat itu juga.

"Mau diantar sekarang?" Ujar Edzar saat baru saja mendudukan bokong di samping sang Ibu.

"Oh iya, boleh. Mumpung belum terlalu malam," ucap Rani mendadak gugup. Jelas saja, lelaki di depannya itu menatapnya datar sekali, Rani jadi tidak enak hati.

"Bu, Edzar pergi dulu ya, sekalian menjemput Bapak. Ibu kunci saja nanti pintunya." Usai berpamitan dan mengenakan jaket, Edzar langsung bergegas menyambar kunci diatas meja nakas.

"Bu, terimakasih banyak sudah mengizinkan Rani beristirahat disini," ucapnya seraya tersenyum. "Terimakasih juga atas hidangannya yang lezat. Mohon maaf kalau Rani merepotkan."

"Merepotkan gimana toh, wong dari tadi Nak Rani nya kalem saja disini. Kecuali kalau Nak Rani tadi lari-lari atau guling-gulingan disini, baru Ibu repot. Soalnya Ibu ndak kuat momongnya kalau begitu."

Spontan Rani terkikik mendengar sahutan panjang lebar dari wanita paruh baya itu. Tingkah Ibu dari Edzar ini cukup membuatnya terhibur, berbeda sekali dengan anaknya yang lebih banyak diam.

"Kalau begitu Rani pamit ya Bu. Terimakasih banyak atas segala kebaikannya."

Usai berpamitan, Rani cepat-cepat menghampiri Edzar yang sudah keluar lebih dulu sejak beberapa menit yang lalu.

"Uhmm, kita naik mobil?" Ujar Rani seraya mendekat ke arah Edzar yang sedang memainkan ponselnya di jok kemudi. Jelas saja dia tau apa yang sedang dilakukan pemuda itu, pasalnya pintu samping pengemudi memang dibiarkan terbuka oleh Edzar.

Mengangguk sekilas, Edzar langsung saja mengamankan benda persegi itu di kantong jaket nya.

"Apa kamu keberatan?"

"Eh, nggak kok."

"Yasudah. Bisa berangkat sekarang?"

Rani mengangguk cepat, lalu membuka pintu belakang kemudi.

"Di depan saja, di situ banyak barang"

Pintu yang baru terbuka setengah itu, langsung ditutup kembali oleh Rani. Bukan apa-apa dia memilih di belakang, ia hanya takut lelaki itu tidak nyaman saja dengan adanya dia.

**

Sudah setengah perjalanan, tapi keduanya masih saja betah menutup mulut masing-masing. Sejak tadi suasana hening sekali, tidak ada yang berniat memulai pembicaraan.

Melirik ke kursi belakang gadis itu mengernyitkan keningnya melihat banyaknya tumpukkan kardus di situ. Ada sekitar 6 kardus yang entah apa isinya. Rani mengabaikan saja, memilih tak perduli. Lagian bukan urusannya juga kan?

"Hemm.. Terimakasih sudah menolongku," gumam Rani dengan suara yang hampir tak terdengar.

"Ya, sama-sama."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Memeluk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang