Seperti biasa sejak enam tahun lalu, saat status sepasang kekasih berubah menjadi sepasang suami-istri dalam bingkai mahligai rumah tangga, Miranda tak pernah lupa tugasnya menyiapkan sarapan untuk Gio, sang suami.
Semua sajian makan pagi dan sekotak bingkisan untuk dibawa serta Gio ke kantor sudah siap diatas meja. Miranda yang berdiri di tepian meja makan dan tak lupa bersolek seperti biasa menanti kehadiran Gio dengan senyum merekah di wajah. Tak ada satu hari pun senyuman itu tak hadir di wajah mulus nan cantik Miranda sejak enam tahun lalu.
Entah itu karena Miranda tak pernah sekali pun merasakan duka dalam hati selama enam tahun itu, atau itu adalah ikrar nya sebagai istri yang baik bagi Gio.
Tuk tuk tuk. . .
Suara ketukan sepatu fantofel milik Gio mulai terdengar membuat alih perhatian Miranda. Ditatapnya Gio dengan mesrah yang sedang menuruni anak tangga menghampiri dirinya di meja makan.
"Gud morning sayang." sapa Gio seirama dengan bibirnya yang mengecup singkat kening Miranda. Miranda menambah lebar senyuman sembari mempersilahkan Gio duduk.
"Wah menu baru lagi?" tatapan Gio terpanah pada hidangan diatas meja. Mungkin tak seperti kebanyakan orang diluaran sana yang kalau bukan roti selai dipasangkan dengan segelas kopi atau susu, sudah pasti nasi goreng yang menjadi hidangan sarapan pagi namun, tidak dengan Miranda. Sejak awal pernikahan ia selalu membuat fariasi hidangan untuk Gio. Roti dan selai jarang ia buat, hanya kalau Gio memesan karena tak ingin makan berat di waktu pagi.
"Masih suka, kan?" Miranda mengambil tempat, duduk disebelah Gio seperti biasa.
"Of course!"
"Bagus lah, aku kira kamu mulai bosan." Tangan telaten Miranda memindahkan lauk ke piring milik Gio sambil menyelipkan tatapan curiga pada sang suami.
"Bukannya kalau menunya itu-itu aja yang buat bosan?"
"Oh gitu yah konsepnya?" Miranda menelan saliva membenarkan Gio dalam hati.
Sanggahan Gio yang memang lebih masuk akal ketimbang kecurigaan Miranda yang tidak berdasar, di pagi buta ini pula. Membuat hambar manisnya senyuman Miranda ketika itu.
"Oh iya sayang, sebentar aku ada meeting dengan klien..." ucap Gio di sela-sela dirinya dan Miranda menikmati makan pagi yang sudah hampir tandas.
Miranda menoleh sembari mengangguk-anggukkan kepala menatap Gio. "...dan?"
"... dan kemungkinan besar meetingnya itu bakalan diadakan di luar kota." lanjut Gio.
"Ok... bukan masalah, kan?" Miranda mengatakan itu dengan sebelah halis terangkat membuat Gio merasa sedikit terintimidasi.
"Yah, sure... aku hanya ingin bilang biar nanti kalau jadi, kamu udah tahu planning aku hari ini."
Miranda tersenyum.
"Why? Kok senyum?"
Senyuman Miranda yang semakin membuat Gio menegang kaku di kurisnya. Entah kenapa perasaan Gio berubah menjadi tak enak. Apa yang salah dengan respon Miranda?
"Kenapa sih mas, kok tegang gitu. Im good... dan aku hanya tersenyum loh, bukannya marah-marah?" Miranda menyodorkan segelas air putih untuk Gio. Pikirnya Gio mungkin membutuhkan itu saat ini.
"Minum dulu gih!"
Seperti isi pikiran Miranda, Gio memang butuh segelas air putih, buktinya tak setetes pun tersisa di gelas itu.
"Haus, mas?"
Gio tak merespon pertanyaan Miranda, ia malah kembali sibuk dengan sisa sarapan dipiring. Miranda pun menggelengkan kepala, merasa aneh dengan suasana hati Gio pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELENGGU CINTA!
RomanceMiranda dan Gio memiliki satu permasalahan yang tak bisa diselesaikan dengan akal pikiran. Permasalahan keduanya diluar nalar, bagai melawan angin (sesuatu yang tidak pernah nyata namun ada dan terjadi!).