Chapter 3

16 2 1
                                    


Melihat sosok Steffy yang ikut masuk kedalam ruangan bersama dengan Arif, Miranda pun buru-buru bangkit dari duduknya.

"Kenapa bawa Steffy?" tanya Miranda dengan tampang yang bisa ditebak kalau ia sepertinya tidak senang dengan kehadiran Steffy di ruangan itu.

"Ayok Steff masuk aja dulu, duduk, bicara sambil duduk." Tidak memedulikan pertanyaan Miranda, Arif malah bermanis-manis dengan Steffy.

Sesuai intruksi Arif, Steffy menempati salah satu sofa yang berhadapan langsung dengan Miranda, jadi dia bisa menatap jelas wajah istri bosnya yang cantik itu.

"Siang bu?" sapa Steffy dengan nada canggung. Bagaimanapun Steffy punya kewajiban untuk berlaku ramah pada istri atasannya. Jadi, enak tak enak ia harus lebih dulu menyapa.

"Siang!" Miranda menoleh pada Arif yang duduk disebelahnya dengan sorot mata penuh tanya.

"Gini loh Mir, aku ngajak Steffy kesini..."

Miranda semakin menajamkan tatapannya pada Arif.

"Karena dia katanya tahu alasan kenapa mata Sellena tadi sembab."

"Karena apa?" Miranda berpaling menatap Steffy yang duduk tepat di hadapannya meski dengan perasaan canggung sebenarnya.

"Aku gak tau yah, apa ada hubungannya alasan Sellena tadi menangis sama kehadiran Ibu di kantor tapi, yang aku tau Sellena tadi nangis karena ayahnya di kampung di vonis sakit dan sakitnya itu cancer." Terang Steffy.

"...dan aku gak ngerti kenapa Arif bawa aku ketemu Ibu?" lanjut Steffy bingung.

"Cancer?" ulang Miranda.

Steffy mengangguk.

"Oke, ayah Sellena cancer, and hubungannya sama ikut meeting, harus gantiin aku?'' gumam Arif –mulai bingung sendiri.

"Bukan harusnya dia pulang kampung jengukin ayahnya? Bukan malah ikut Gio ke Bandung!" lanjut Miranda yang mendengar gumaman tak sengaja Arif.

Sementara Steffy semakin bingung.

Arif mengedikkan bahu. "Aku juga gak paham sama konsepnya, Mir."

"Kan sama? Aku juga gak paham. Kamu tau gak kenapa bisa Sellena ikut ke Bandung?" Miranda kini mengajukan pertanyaan itu pada Steffy.

Steffy menggeleng tak tahu menahu.

"Kalau soal keinginan Sellena pulang kampung. Mungkin kamu sempet denger, Steff?" tanya Miranda lagi.

"Oh itu, tadi kata Puput, Sellena baru mau ajuin surat cuti ke Pak Gio." Steffy teringat soal cerita Puput yang sedih karena Sellena mau pulang kampung.

"Hari ini?" selidik Miranda.

"Yah, menurut cerita dari Puput harusnya emang hari ini, pagi ini." terang Steffy sesuai pengetahuannya.

"Aku bisa ketemu Puput, gak sih, Rif?" Miranda menatap Arif dalam.

"Bisa."

Mendengar jawaban Arif, Miranda langsung bangkit dari sofa. "Kalau gitu langsung temuin Puput aja di ruangannya."

"Serius kamu mau nyamperin bawahan suami kamu di ruangannya?" Arif ikut bangkit dari sofa. Begitu juga dengan Steffy.

"Why not?" raut wajah Miranda benar-benar kalut saat ini. Sampai ia lupa kalau ada Steffy yang sedang memerhatikannya.

"Gak...gak... aku aja yang cariin Puput di ruangannya terus aku bawa ke sini. Kamu tunggu disini....ok?" Tidak menunggu jawaban Miranda, Arif langsung melenggang keluar ruangan.

"Rif?" teriak Miranda ingin menahan kepergian Arif namun, mau bagaimana, Arif sudah hilang dibalik tembok dengan langkah seribunya.

Suasana ruangan jadi hening. Tersisa Miranda dan Steffy.

"Saya permisi kembali ke ruangan kalau sudah tidak dibutuhkan lagi." ucap Steffy. Ia teramat canggung berdua dengan Miranda di ruangan Gio. Steffy cukup tahu kalau Miranda (istri bosnya) yang sedang ada dihadapannya saat ini sangat tidak suka pada dirinya. Steffy pernah mendengar langsung kalimat tidak suka itu keluar dari mulut Gio – sang atasan. Kata Gio waktu itu "ISTRIKU TIDAK SUKA MELIHAT KEDEKATANKU DENGAN KAMU, DIA CEMBURU!"

Dan sejak saat itulah Steffy memutuskan untuk tidak seakrab dulu lagi dengan Gio – Gio yang sewaktu itu belum menjadi atasan (bos) di kantor – baru sekedar General Manager dan Steffy masih seruangan dengan Gio. Dan poin terpentingnya waktu itu Gio belum menjadi istri Miranda.

Soal kenapa Miranda cemburu, jelas karena Steffy salah satu karyawan ter – cantik di kantor dan juga memiliki bentuk badan yang menunjang, bisa dikatakan sexy.

"Sebelum pergi, ada yang mau aku sampein ke kamu." cegah Miranda.

"Yah?"

"Soal kenapa aku pengen tahu alasan Sellena ikut meeting keluar kota sama mas Gio, aku harap kamu paham."

"Maksud ibu?"

"Gio adalah pria yang sudah beristri, dan meeting diluar kota ditemani perempuan lain.." Miranda menghela nafas sejenak.

Steffy sedikitnya mulai paham maksud Miranda.

"...Yah meski teman kantor sekalipun itu rasanya janggal saja."

"Saya paham, bu."

"Bagus kalau kamu paham. Dan aku harap kamu tidak berpikir kalau ke khawatiran ku ini berlebihan."

"Aku tidak memikirkan apapun." sanggah Steffy.

"Apapun?" ulang Miranda.

"Yah.''

"Hmm... baiklah, kamu boleh pergi sekarang."

"Ok...saya permisi." Steffy melenggang meninggalkan Miranda yang ia sadari masih menaruh curiga padanya. Kecurigaan yang tidak mendasar.

Sementara Miranda menatap punggung Steffy dengan rasa kesal di dada. Masih ada rasa cemburu yang menggerogoti hatinya setiap kali melihat Steffy. Apalagi kenyataan bahwa Steffy dan Gio – sang suami masih berada di tempat kerja yang sama.

Bukan sesuatu yang asal atau pun tidak bermotif sejujurnya. Kecemburuan Miranda berawal dari, dirinya melihat postingan Steffy tujuh tahun lalu yang bernada patah hati – bertepatan dengan hari pernikahannya dengan Gio. Dari situlah Miranda merasa kalau pernah terjalin hubungan antara Gio dan Steffy. Meski sejak tujuh tahun lalu Gio menentang fakta itu. Miranda tetap meyakini hal itu – membuatnya sampai hari ini terus terbakar api cemburu pada Steffy.

Sekalipun saat ini bukan Steffy yang sedang berada diluar kota dengan Gio, melainkan Sellena namun, rasa cemburu dan curiga itu tetap hidup dan bahkan perasaannya lebih besar sakit pada Steffy ketimbang Sellena.

***

Kediaman Gio dan Miranda.

Sudah dua jam berlalu dan nomor Gio masih belum juga bisa dihubungi. Begitu juga dengan nomor Sellena. Miranda semakin gusar.

BELENGGU CINTA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang