Di sebuah jalan yang sangat sepi, ada sebuah mobil sedan hitam yang melaju tidak beraturan.Di dalam mobil itu, seorang pria yang bernama Nino D'Angelo tampak panik karena rem mobilnya tidak bekerja. Ditambah tidak ada penerangan di sekitarnya sehingga dia kesulitan jika hanya mengandalkan lampu mobilnya saja. Dia tidak tahu apakah di depannya ada kendaraan lainnya atau tidak.
"Apa yang terjadi? Kenapa remnya tidak bekerja?" Nino terus menginjak pedal rem tapi tidak mau bekerja.
Hingga akhirnya mobil yang dikendarai Nino mengarah menuju pembatas jalan. Beruntung pria itu sudah melompat keluar lebih dulu sebelum mobil itu menabrak pembatas jalan dan jatuh ke jurang. Tubuhnya berguling-guling di atas aspal. Nino meringis saat merasakan sakit diseluruh tubuhnya. Bahkan kemeja yang dikenakannya sedikit robek di bagian lengan dan berdarah.
Pria itu pun mulai berdiri. Dia menyentuh lengannya yang sepertinya mengalami dislokasi bahu. Kemudian tatapan Nino beralih pada mobil sport merahnya yang menabrak batu besar di bawah jurang. Mobil itu tampak remuk dan mulai mengeluarkan api.
"Dalam kondisi seperti itu, kau masih saja beruntung bisa hidup, Nino."
Mendengar ucapan sinis seorang wanita, Nini tampak terkejut. Pria itu menoleh dan sesuai perkiraannya, suara itu sangat dikenalnya. Pasalnya wanita yang berdiri di hadapannya dengan senyuman sinis menghiasi wajah cantiknya adalah seseorang yang penting baginya.
"Claudia? Apa kamu yang melakukannya? Apa kamu yang sengaja merusak rem mobilku?" tanya Nino pada wanita yang saat ini mengenakan gaun merah.
Wanita bernama Claudia itu mendengus kesal. Dia melipat kedua tangan di depan dadanya. Tidak menunjukkan sedikitpun perasaan bersalah. "Benar, Nino. Memang aku yang melakukannya."
"Kenapa kamu melakukannya, Claudia? Aku adalah suamimu. Kenapa kamu tega membunuh orang yang kamu cintai?"Nino mengepalkan kedua tangannya. Dia masih tidak percaya istrinya yang sangat dicintainya berani melakukan hal gila seperti itu.
"Dasar bodoh! Tentu saja Claudia melakukannya agar dia bisa menjadi pewaris yang sah Marchetti Company."
Tatapan Nino beralih pada seorang pria yang mengenakan setelan abu-abu. Pria bernama Antonio itu berjalan menghampiri Claudia. Pria dengan tinggi seratus delapan puluh sentimeter itu menarik pinggang Claudia dan langsung mencium bibir merah wanita itu.
Nino mendengus jijik melihat mereka. Dia tidak percaya jika sang istri dan sang adik tiri bersekongkol untuk membunuhnya demi merebut perusahaan Marchetti. Manik mata hitam Nino menyorotkan kebencian.
Claudia melepaskan ciuman Antonio. Wanita bertubuh molek itu menatap Nino. "Selama ini aku hanya mencintai Antonio seorang, Nino. Jika saja Nino tidak memohon bantuanku, aku tidak akan mau menikah denganmu."
Kedua tangan Nino terkepal di kedua sisi tubuhnya. "Jadi sejak awal kalian sudah merencanakan hal ini? Pertemuanku dengan Claudia juga kalian rencanakan?"
Antonio menganggukan kepadanya dengan senyuman puas menghiasi wajahnya. "Benar, Nino. Kami memang merencanakan segalanya. Kelemahan semua pria itu sama saja. Wanita. Ketika seorang pria sudah tergoda dengan wanita, dia pasti mau menyerahkan segalanya pada wanita itu. Seperti yang kamu lakukan pada Claudia. Dan perusahaan yang kamu berikan padanya akan menjadi milik kami berdua. Aku tidak hanya akan merebut perusahaan, tapi juga istrimu." Antonio memeluk pinggang Claudia.
"Mengapa? Mengapa kalian melakukan ini padaku? Apa kesalahanku kepada kalian?" Nino tidak mengerti mengapa pasangan menjijikan itu ingin menghancurkan hidupnya.
"Karena aku sangat membencimu, Nino. Kamu selalu mendapatkan apapun yang aku inginkan. Dan sekarang giliranku merebut apapun yang kamu miliki. Termasuk nyawamu." Antonio menodongkan pistol ke arah Nino. "Ada kata-kata terakhir, Kakak?" Tanya Antonio.
Tatapan kebencian Nino tertuju pada Antonio dan Claudia. Tak ada lagi cinta untuk istri yang sudah mengkhianatinya. Dan tidak ada lagi sayang untuk adik yang sudah merencanakan semua ini.
"Aku punya kata-kata terakhir untuk kalian. Jika aku diberikan kesempatan untuk hidup kembali, Akan pasti akan membuat kalian menderita berkali-kali lipat lebih daripada yang kurasakan."
Antonio mendengus sinis. "Kamu terlalu bermimpi, Nino. Tidak akan ada kesempatan hidup kedua untukmu. Selamat tinggal."
Suara tembakan yang keras terdengar. Peluru melesat mengenai dada Nino. Mendorong pria itu hingga kakinya mengenai pembatas jalan dan membuat tubuhnya jatuh ke jurang. Tubuhnya berguling-guling sebelum akhirnya berhenti saat terbentur batu besar. Nino bisa memandang langit malam yang mendung. Tak ada bintang yang menghiasi kegelapan. Bahkan air hujan yang terus membasahi tubuh Nino membuat pria itu merasa kedinginan. Begitu juga dengan hatinya yang sudah berubah dingin.
Tuhan, berikan aku kesempatan hidup kedua. Setidaknya berikan aku keadilan. Semua ini tidak adil untukku.
* * * * *
Nino membuka matanya. Seketika dia menegakkan tubuhnya sehingga pria dengan rambut coklat gelap itu duduk di atas ranjangnya. Nafasnya terengah-engah seperti baru saja bermimpi buruk. Pria berusia dua puluh delapan tahun itu menatap sekelilingnya. Dia berada di dalam kamarnya sendiri.
"Apa yang terjadi? Bukankah seharusnya aku sudah mati?" Nino menyentuh dadanya. Dia ingat benar Antonio menembak tepat di dada pria itu. Tapi Nino sama sekali tidak merasakan apapun.
Tuhan, berikan aku kesempatan hidup kedua. Setidaknya berikan aku keadilan. Semua ini tidak adil untukku.
Nino teringat pada permohonannya. "Apakah Tuhan mengabulkan doaku? Apakah Tuhan benar-benar memberikanku kesempatan hidup kedua?"
Segera pria yang saat ini mengenakan piyama biru tua garis-garis itu turun dari atas ranjang. Dia berlari keluar dari kamar. Apartemen mewah miliknya masih sama persis sebelum dia menikah dengan Claudia. Tidak ada barang-barang antik yang menjadi koleksi istrinya.
Nino berjalan menyusuri rumahnya. Dia melihat dinding-dinding apartemennya tidak tergantung foto pernikahannya dengan Cindy. Bahkan foto pernikahan berukuran besar pun tidak ada. Hanya ada lukisan abstrak yang menghiasi dinding batu bata. Persis sama seperti sebelum Claudia merubahnya. Bagi wanita itu rumah Nino terlalu membosankan karena tidak ada banyak barang di sana. Nino lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja. Sehingga dia menggunakan rumah hanya untuk tidur. Wajar tidak ada barang pribadi milik pria itu.
Masih belum mengerti apa yang terjadi, Nino bergegas mencari ponselnya. Dia masuk kembali ke dalam kamarnya. Pria itu meraih smartphone yang berada di atas wireless charger. Menyalakan benda pipih itu sehingga Nino bisa melihat tanggal yang tertera di layar ponsel. Seketika mata pria itu melotot kaget membaca tanggal hari ini.
5 Desember 2021
Artinya Nino kembali pada masa satu setengah tahun sebelumnya. Tepat sebelum Nino bertemu dengan Claudia. Pria itu sangat yakin jika nanti malam di pasti akan bertemu dengan wanita yang tega membunuhnya. Sama seperti yang sudah direncanakan oleh Claudia dan Antonio.
"Makasih, Tuhan. Engkau memberikan kesempatan kedua untukku. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Sekarang sudah waktunya balas dendam. Akan aku buat kalian membayar apa yang telah kalian perbuat padaku." Tekad Nino.
Nino meletakkan ponselnya kembali di atas wireless charger. Dia segera bersiap-siap untuk menghadapi pasangan paling menjijikan.
* * * * *
Cerita ini sudah tamat lho di Fizzo dan gratis kok. Jadi langsung meluncur di fizzo ya...
QUIN kenali visual tokohnya ya...
Ini adalah Nino D'Angelo
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan Kedua Sang CEO (Terbit di FIZZO - TAMAT)
Romance^ PERINGATAN ^ Cerita ini mengandung adegan dewasa yang memiliki taraf lebih tinggi. Jadi hanya diperuntukkan bagi yang kuat membaca. * Yang usianya masih kecil dilarang baca * Merasa dirinya suci jangan dibuka ya * Bagi yang lemah jantungnya to...