Bab 4 : maaf Arel

534 65 1
                                    

don't forget to vote and comment!

don't forget to vote and comment!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Happy Reading—


Arel itu satu-satunya adik Lean. Maaf ya Arel, gara-gara Lean hadir di kehidupan indahmu kamu jadi merasakan kesialan yang menyakitkan”

.
.
.

⚪⚪⚪

"Lele…ayo bangun le hiks Arel minta maaf le…sekarang lele bangun ya?"

⚫⚫⚫

"Leaannn! Lihat lihat lihat apa yang mas Bimo dan mas Rehan bawa untuk kamu!" Teriak seorang anak yang memiliki kulit sawo matang dengan begitu semangatnya. Dengan seragam putih biru yang melekat pada tubuhnya, ia berlari menemui sang adik kesayangan.

Dibelakangnya ada Rehan—yang paling galak diantara mereka—itu kata Bimo sih.

Lean yang awalnya memejamkan mata langsung menoleh kearah mas Bimo dan mas Rehan. Matanya langsung berbinar menatap kantong plastik yang menggantung apik di lengan Bimo.

"WAH! ES KRIM!"

"Sssttttt" Bimo menaruh telunjuknya di depan bibir. Kemudian tersenyum "Jangan ribut-ribut…nanti kalau Jean dengar aku bisa kena pukul!"

Ucapan Bimo membuat Lean tertawa kecil "hihihii siap kak" ucapnya berbisik.

Rehan ikut duduk di atas ranjang, menatap Bimo dengan wajah kesal.

"Ingat besok ganti uangku! Dasar babi!"

"Aiss! Tenang saja!"

"Yak!"

Mereka bertiga tertawa bersama, dan tidak menyadari kehadiran seseorang yang kini mengepalkan kedua tangannya dengan keras.

"Anak baru itu merebut semua kakak ku! Dasar penyakitan!"

•~~~•

"Lele!"

Yang dipanggil menoleh "Arel!"

"Lele! Di dekat sini ada danau! Kita kesana yuk! Beli gula kapas juga!"

Lean tampak berfikir, namun ia tetaplah anak kecil yang suka makanan manis. Maka anggukan setuju lah yang menjadi jawabannya pada Arel.

"Ayok! Tapi Lean ijin abang dulu ya—

"GAK USAH!"

"Hmm?"

Arel gugup "M-maksud Arel gak usah ijin lagi gitu hehe soalnya tadi Arel udah ijin sama kak Jean"

Lean itu sangat polos.

"Oh begitu"

"Ayo!"

Arel mendorong kursi roda Lean dengan sedikit buru-buru. Panti terlihat sepi, mungkin karena siang maka banyak anak dan mungkin bunda juga sedang tidur siang.

Mereka berjalan, namun Lean mulai menyadari jika ini bukanlah arah menuju pedagang permen kapas yang berada di dekat taman.

"Arel…kenapa tadi tidak belok? Bukannya tamannya disana?" Tanya Lean pada Arel.

Arel memutar matanya kesal "Ikut saja! Dasar anak cacat yang tidak tau untung!"

Lean menatap Arel dengan pandangan sedih, mengapa Arel mengucapkan hal itu padanya?

"Arel kenapa?" Ucap Lean dengan wajah ketakutan.

Tidak biasanya Arel bersikap kasar seperti ini padanya.

Mata Lean membulat kaget saat mereka berada tepat dijalan menurun yang curam dan langsung menuju danau dibawah sana.

"A-arel…k-kamu mau ngapain?"

Arel tersenyum "Kamu mau main kan? Aku bakal lepas pegangan di kursi roda kamu. Jadi setelah ini kamu akan meluncur kebawah sana…dan 'byur' berenang deh!"

Lean menggeleng panik "Tidak! Arel maaf! Tolong jangan, jangan Arel!"

"Kamu udah rebut kakak-kakak ku! Jadi aku bakal nyingkirin kamu dari kehidupan kami! Setelah itu semua perhatian yang biasa aku dapetin bakal kembali!"

"Aku benci kamu Lean!"

Tangannya mulai melepas pegangan pada kursi roda Lean. Bibirnya tersenyum puas.

"Tidak Arel! Kumohon!"

"Selamat tinggal…Lean"

Byur!

Tin! Tin! Tin!

Srek!

Brak!

Senyuman puas itu seketika luntur.

Siapa sangka? Sebuah truk dengan rem blong nya itu menabrak tubuh tinggi Arel yang sedang melambaikan tangan kearah Lean.

•~~~•

Arel buta.

"Ini semua karena mu! Dasar anak pembawa sial!!!!"

"Aaarrrggghhh seharusnya kamu yang mati!!!"

"Aaarrrggghhh aku cacat! Aku cacat dasar sialan!"

Lean menangis. Dirinya duduk bersimpuh tepat di depan pintu ruangan Arel.

Benar seharusnya ia yang mati, seharusnya ia saja yang buta. Dirinya cacat dan sebentar lagi akan mati. Seharusnya takdir tidak memihak padanya.

"Hiks Arel maafin Lean…"

"Arel yang sabar ya, nanti—nanti kalau Lean sudah dipanggil Tuhan…Lean janji, Lean akan berikan sebuah kesempurnaan untuk Arel. Arel tidak boleh cacat seperti Lean hiks sabar ya Arel" ucap Lean tulus dengan tangan yang mengepal didepan dada, mata tertutup, dan kepala yang mengadah keatas.

•••

"Lean sudah maafkan Arel"

"Tapi Arel…jika Lean kembali…Arel harus menunggu lebih lama lagi untuk menjadi sempurna seperti dulu…"

.
.
.
.
.
.
.

"Ini keluarga Lean"

"Ini keluarga Lean"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.

—To Be Continued—

10 vote aku lanjut secepatnya>.<

Abang | Zhong Chenle, Lee Jeno [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang