011

4 0 0
                                    


-flashback-

Diatas rooftop keduanya tengah berjuang. Kyra dan kanker paru yang diidapnya, serta Alfa dan memori yang tengah berusaha membunuhnya.

Disaat kegelapan mulai menguasai pandangan Alfa, kata-kata yang ia dengar didalam mimpinya mulai berputar-putar dikepalanya.

Ia berusaha keras untuk berdiri namun dunia seolah memaksanya berlutut.

Alfa bisa saja memasrahkan dirinya digerogoti kenangan itu dan jatuh pingsan. Namun saat ia membuka matanya, ia melihat Kyra yang tengah tergolek lemas dengan nafasnya yang masih tersengal.

Dengan bergetar Alfa berusaha menegakkan lututnya. Dengan terengah ia membawa Kyra dengan gendongan bridal style, sekuat tenaga yang tersisa.

"don't die in front of me. gua udah muak liat orang disekitar gua mati, and everyone will blame me if that happened." Ucapnya sembari tersengal.

Alfa hendak menuju lift yang tadi digunakannya untuk naik. Namun lift itu masih berada di lantai satu, sedangkan ia melihat Kyra sudah tak sadarkan diri.

Suara alat pengukur jantung itu bermain otomatis di otaknya, seolah ia tau bagaimana kondisi pasien yang tengah digendongnya.

"Fuck!" ia merutuki keadaan buruk itu. Dan tanpa berlama lama, ia pun memutuskan untuk membawa Kyra berlari dengan emergency stairs.

.
.
.
.

Alfa membuka matanya. Ruangan itu terlihat asing. Bukan seperti apartment miliknya, bukan juga seperti kamar jaga yang selalu ia tempati ketika shift malam.

"Akhirnya putri tidur kita bangun. " ucap Sean yang tengah duduk di sofa sembari memainkan HPnya.

Alfa langsung terduduk dan mencabut selang infus yang tertancap di pembuluh darahnya.

"Jangan main copot cumi, sehat anjir lantainya lo tetesin infus?" Ucap Sean melihat kawannya.

"Paansi." ucap Alfa singkat dan beranjak dari tempat tidurnya.

"Eh jangan cabut dulu anjing, jarang jarang juga dikasi cuti koass. " celetuk Sean.

Mendengar Sean, Alfa pun kembali terduduk di ranjangnya semula.

Baru beberapa detik ia terduduk, ia mendengar suara pintu terbuka. Baik Alfa maupun Sean menoleh pada sumber suara.

Pintu yang terbuka itu menampakkan siluet yang sangat mereka kenal, terutama Alfa. Siluet itu tersenyum.

Bukannya membalas, saat melihat senyum itu Alfa langsung berdiri dan pergi melewati sang empunya senyuman itu tanpa suara, namun raut muka dinginnya sudah mewakili perasaanya kala itu, yang juga sama dinginnya.

Yang dilewati hanya bisa tersenyum maklum.

"Pagi om Yohan. " sapa Sean sopan pada sosok ayah Alfa yang telah ia kenal sejak lama. Sosok yang sama yang baru saja Alfa langkahi dengan tatapan dingin

"Pagi Sean. Alfa baik baik aja?" tanya dokter Yohan.

"Harusnya kalau bisa pergi seperti itu sih, keadaanya baik sih om hehe. " jawab Sean seadanya, sambil mematikan infus yang dibiarkan menyala setelah dicabut oleh kawan gilanya itu.

"Sean, take care of him. For me. " Dokter Yohan tersenyum, setelah dibalas dengan anggukan tulus dari Sean ia berbalik, namun ia menunda langkahnya dan menoleh kebelakang.

"Panggil dokter, jangan om, nanti dikira kamu pansos lagi. " gurau dokter Yohan lalu berlalu.

"Hahaha oke siap om, eh dok. "

-
.
.
.

Alfa memutuskan untuk menuju rooftop, entah mengapa kini ia merasa sangat akrab dengan rooftop itu, mungkin itu adalah satu satunya tempat dimana ia bisa menyesap dan menyebulkan asap dengan bebas.

Di anak tangga terakhir, ia merogoh kantongnya, namun ia tidak bisa menemukan pemantik miliknya.

"Ah, i must dropped it." Alfa pun membuka kenop pintu dan pergi ke tempatnya kemarin hendak menyulut rokoknya.

Namun entah berapa kali ia memutar kepalanya kebawah untuk mencari cari ia tidak bisa menemukan pemantik miliknya itu.

"Damn! Where the fuck i lost it. " kesal Alfa.

"Looking for this?" Suara yang membuat Alfa langsung menoleh ke arah nya.

Dihadapannya sudah ada Dokter Adrian yang tengah memegang pemantik miliknya. Raut wajahnya berbeda hari ini, tak ada segaris senyum pun yang ia tunjukkan.


.
.

hiya!
aseli cuma mau namatin aja pokonya 😭
enjoy peeps <3

étoileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang