005

22 3 4
                                    


*TING*
Sebuah notifikasi menginterupsi aktivitas aduk mengaduk Kyra. Siapa yang menghubunginya di tengah malam begini. Kyra mengambil smartphone nya diatas nakas dekat ranjang pasien dan melihat notif di lockscreennya.

Nama yang sangat ia kenal. Keishia. Sedetik pertama ia tersenyum, sahabat yang ia kenal itu masih sama, ia masih saja terus begadang untuk belajar.

Sedetik kemudian Kyra menghela nafas, ia sedikit menyesal pernah membentak sahabatnya itu karena telah membuatnya cuti sekolah hanya untuk pengobatan kanker. Tapi ia benar benar membencinya saat itu, Kyra tidak bisa berbohong bahwa Keishia seolah sudah menghancurkan segalanya dalam hidupnya.

.
.
.
.

dr. Adrian Aryasatya Sp.B.Onk, nametag itu terlihat bergoyang goyang mengikuti irama langkah pemiliknya yang menyusuri koridor rumah sakit. Ia baru saja datang untuk bekerja. Ia berjalan santai menyusuri koridor menuju ruangannya. Namun langkahnya terhenti saat melihat ruang G-7, ruangan dengan pasien yang sudah sangat ia hafal suka membuat keributan itu. Ia tersenyum melihat pemilik ruangan sudah terbangun dan juga tengah menoleh kearahnya.

"How're you today?" Tanya Dokter Adrian saat ia membuka pintu. Tangan kananya ia sandarkan pada batang pintu.

"Fine." jawabnya wajar.

"Subuh bener kalo bangun, masih jam empat juga. " Dokter Adrian menoleh ke arlojinya.

"Salah. Harusnya 'subuh bener kalo tidur, udah jam empat juga'. Ok pasien satu ini mau tidur, bye dok. " Kyra menarik selimutnya dan tertidur.

Dokter Adrian tersenyum dan menggeleng melihat tingkah pasien nya itu. Nampaknya Kyra masih tidak terima saat ia menyebutnya mencoba bunuh diri kemarin. Dokter Adrian pun menutup perlahan pintu ruangan Kyra dan kembali melanjutkan perjalanan menuju ke ruangannya.

.
.
.
.
.

"Siapa koass jaga malam hari ini sus?" Tanya dokter Adrian sembari merapikan snelli yang baru ia lekatkan di tubuhnya itu.

"Untuk nanti malam ada Sean, Alfa, Angel dan Hans dok. " ucap perawat wanita itu dengan membaca catatan di tangannya.

"Okei, thankyou fyi." ucapnya sambil tersenyum.

.
.
.
.
.

"Duh bangke kenapa malem gua jaga sama lu sih anjrit?!" Kesal Hans pada Sean.

"Emang kenapa?" Tanya Peter, koass lain yang tengah sarapan di kantin sebelum memulai hari.

"Muka gawat dia mah, tiap dia yang jaga pasti pasien dateng mulu. " jelas Hans

"Heh yang namanya orang sakit mah gaada yang tau, masa iya garagara muka gua yang sakit banyak, ngapain gua jadi dokter bangke. Mending juga jadi dukun." Kesal Sean sambil melempar kulit kacang ke arah Hans.

"Lu kaga capek sob shift jaga 2x?" Tanya Sean pada Alfa.

"Ada pasien juga kaga." jawab Alfa

Tiba tiba seorang perawat datang dan menghampiri meja yang digunakan para koass ini untuk sarapan.

"Pagii semuaa. " ucapnya penuh senyuman

"Pagiii suster. " jawab mereka serempak

"Selamat paaagi suster, suster Alin makin hari makin cantik aja nih. " goda Sean yang membuat semua koass disana melemparinya dengan kulit kacang.

"Minta di injek pasukan khusus tuh mukanya sus. " ujar Hans

"Lah emang suster Alin udah taken?" Tanya Sean.

"Udah isi nih malah. " Ucap Suster Alin sambil tertawa dan menunjuk perutnya yang sedikit membesar.

Ucapan suster Alin pun diikuti oleh tawa serempak para Koass. Suster Alin memang masih sangat muda, dan parasnya yang cantik memang tidak perlu diragukan lagi. Namun ia memilih untuk menikah muda dengan kekasihnya yang menjadi Abdi Negara.

étoileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang