Pergelangan kaki Yua terkilir saat jatuh dari motor pagi tadi. Awalnya nyerinya hanya sedikit dan tidak begitu terasa, itulah mengapa Yua tetap berangkat bekerja. Ia kira hanya lecet saja. Namun semakin lama dipaksakan untuk bergerak dan berjalan, kakinya malah terasa makin sakit. Apalagi pekerjaan sebagai pramusaji membuat gadis itu memiliki tingkat mobilitas yang tinggi. Ridwan yang memahami kondisi Yua akhirnya meminta gadis itu mengganti posisi Tari sebagai kasir. Pada posisi itu Yuaa tak perlu banyak berjalan.
"Kalau besok nggak membaik, ambil libur saja, Yua," ujar Ridwan sebelum Yua pulang.
"Iya, Mas. Nanti Yua coba ke tukang urut dulu," balas Yua sambil meringis.
Ridwan mengangguk. "Lain kali hati-hati," pesan lelaki itu sebelum berlalu.
Yua mengangguk. Fitri kemudia membantu Yua berjalan ke area parkir.
"Aku anterin aja, ya, Yua. Tapi kita nengok Arfa dulu," ujar Fitri kembali menawarkan hal serupa sejak pagi.
"Aku naik ojek aja pulangnya. Kamu pulang aja, kasihan Arfa pasti udah nungguin kamu banget. Masa ditinggal lagi," balas Yua. Dia memang sahabat yang pengertian.
"Ya makanya kita tengok Arfa bentar, abis itu aku antar kamu."
"Jauh, Pit. Nanti kesorean kamu pulangnya. Udahlah aku naik ojek aja."
"Mahal lho ngojek." Fitri menakut-nakuti. menggunakan hobi Yua yang suka ngirit itu.
"Nggak apa-apa sekali-kali. Rezeki Pak Ojek."
Fitri melengkungkan bibirnya ke bawah.
"Lagian itu Mas Marbot kenapa nggak jemput lagi, sih? Nanggung amat, nganter doang tapi nggak jemput." Fitri ngedumel sendiri.
"Ye... ini kan udah mau ashar. Ngurusin masjid dulu lah. Apalagi hari ini ada jadwalnya Ibu-Ibu pengajian, pasti bantuin juga," jawab Yua santai.
Fitri malah cengengesan nggak jelas. "Cie... apal bener jadwalnya calon suami."
Yua memutar bola mata malas. "Yang namanya Marbot, dimana pun itu, siapapun itu, ya memang begitu tugasnya, Empit. Mempersiapkan masjid sebelum waktu salat."
Fitri mengangguk-angguk sok paham. "Tapi kalau sekarang Mas Marbotmu itu sambil mempersiapkan masa depan bersamamu, ya? Eeeaaa! Ihiiir! Icikiwir!" Seru Fitri makin menjadi.
Yua mengernyitkan hidung. Heran dengan sahabatnya yang satu ini. Kadang seneng banget godain Yua masalah beginian, tapi tak jarang pula ia mengingatkan Yua kalau menikah itu tak mudah. Sebagai orang yang pernah mengalami kegagalan dalam rumah tangga, Fitri tak ingin Yua juga mengalami hal yang sama.
Namun sikap Fitri yang begini malah membuat Yua makin bingung.
"Yaudah kalau kamu mau nolongin aku, mending panggilin tukang ojek aja ke sini," ucap Yua akhirnya.
"Siap!"
Selang beberapa menit, Fitri kembali bersama seorang tukang ojek yang siap mengantar Yua pulang.
Setelah negosiasi harga dan sepakat, Yua berpamitan pada Fitri. Motor mereka masih beriringan sebelum kahirnya Fitri berbelok menuju rumahnya.
Sepanjang perjalanan pulang, Yua terus terngiang-ngiang dengan kalimat Fitri. Gadis menggigit bibir bawah, kembali bimbang.
Padahal tadi pagi tekadnya sudah sebulat bola untuk menolak perjodohan ini. Meski itu artinya Yua harus mengecewakan Abah. Orang yang sudah sangat baik padanya dan juga sangat ia hormati. Yua tidak tahu bagaimana hidupnya jika bukan Abah dan keluarganya yang mengurusnya. Ada banyak sekali alasan untuk Yua menolak perjodohan ini. Tapi satu hal yang membuat semua alasan itu goyah, 'Yua tak ingin mengecewakan Abah'. Karena itu Yua terus meragu dan belum memberi jawaban selama beberapa hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahtera Sang Laksamana (END)
RomanceYua Asyura, si gadis biasa yang menginginkan kehidupan normal tanpa banyak drama. Namun hidupnya jungkir balik setelah menikah dengan jodoh pilihan Abah, Laksamana Ilarion. Perlahan tapi pasti, misteri suaminya yang pendiam itu mulai terkuak dan mam...