Another matter

12 1 0
                                    

Nafas Farah terengah engah, lalu kembali menarik nafas dalam karena telah sadar bahwa dirinya panik. Jantung nya berdebar kuat dan sulit bernafas. Mata Farah bergerak dengan acak mencari objek yang tadi ada didekatnya. Sunyi, tinggal Farah sendiri.

Sambil menyenderkan kepala ke sofa, Farah baru mengingat apa yang baru saja terjadi.

Setelah teriak memanggil nama Fariz, cowo itu menghentikan tangannya yang mengompres kaki Farah. Ekspresi nya kaget tersentak lalu mengucapkan kata Maaf dengan datar. Tangannya meletakkan kembali handuk di mangkuk. Dengan kaku Fariz pamit karena mungkin keberadaannya membuat Farah tak nyaman.

"Sorry kalo lo ga nyaman, gue khawatir kaki lo makin parah." Kata Fariz sambil menatap Farah lalu bergerak mengambil kunci mobil yang ada dimeja ruang tamu.

Sebelum keluar dari pintu utama cowo itu membalikan badan menatap Farah yang masih saja terdiam bingung.

"Gue pamit Far." Kata Fariz lembut dengan senyuman tipis yang kaku.

Farah yang melihat itu hanya diam sambil melihat Fariz perlahan menghilang dari rumahnya.

Farah tak berniat membuat Fariz seperti itu, perasaan Farah jadi tidak enak karena baru saja membentak Fariz dengan tidak sengaja. Farah tau Fariz hanya ingin membantu, tapi ntah kenapa serangan panik Farah datang tiba tiba.

Menyesali perbuatannya, Farah sampai lupa dengan rasa ngilu dikaki. Bener kata Fariz, kaki Farah sekarang membengkak dan memarnya jelas terlihat.

***

Harusnya hari ini Farah masuk shift pagi, namun karena kejadian kemarin Farah minta tuker shift dengan Rissa. Syukurnya Rissa bisa untuk tukar.

Pagi ini Farah sedang terkapar dikamar, kaki nya baru saja selesai diurut. Benar saja terkilir, dan ketika diurut rasanya sakit sekali. Seperti di patah kan secara paksa.

Farah memeluk bantal hingga menutupi wajahnya, berupaya agar rasa sakit segera hilang. Namun tetap saja tidak enak.

"Hai lemah." Sapa Sheika yang baru saja memasuki kamar Farah.

Farah tetap tak menurunkan bantal dari wajahnya.

Melihat Farah tak bergeming, Sheika iseng menusuk nusuk kaki Farah yang sakit dengan satu jarinya.

"Aw!" teriak Farah lalu membanting bantal ke sembarang tempat. Bangkit duduk dengan wajah murka, pipi nya merah sampai ke telinga karena tak tahan ingin menerkam Sheika yang benar benar cari berantem.

"Lo kira kaki gue mainan hah!?"

Sheika hanya cengengesan ga jelas. Lalu membuat pembelaan seperti biasa.

"Gue cuman mastiin kalo kaki lo ga mati rasa." Jawab Sheika cuek.

"Berhenti ganggu gue." Ucap Farah pasrah pasalnya sudah tidak punya tenaga untuk fight melawan Sheika one by one.

"Nih sarapan." Ucap Sheika menunjuk ke arah nampan yang berada didekat tempat tidur.

Farah hanya melirik sekilas lalu kembali menatap Sheika tajam.

"Sana." Usir Farah yang sudah kesal karena ulah Sheika.

"Bye payah." Ejek Sheika dengan wajah tengilnya lalu terkekeh. Farah langsung saja membalasnya dengan melempar sisa bantal ditempat tidur ke arah Sheika, namun sayang ga kena.

Sadar akan perlakuan Farah, Sheika membentuk ekspresi muka dengan mengeluarkan lidah seolah mengolok olok lalu hilang di balik pintu.

Farah berdecak kesal.

***

Selesai melihat roasting kopi Fariz kembali ke ruangan kerjanya. Duduk di depan komputer yang biasa digunakan cowo itu untuk mengurus beberapa distribusi kopi dan marketing coffee shop nya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

How to BreatheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang