untitled part 1

354 42 4
                                    

   
    pertama kali melihatnya adalah ketika embun menggantung di udara dan terasa dingin waktu menyentuh kulit.

    aku membawa setangkai bunga matahari yang sangat kontras dengan warna hitam yang mendominasi area pemakaman.

    yang kukunjungi suka bunga kuning itu, jadi aku tidak punya pilihan.

    pandanganku senantiasa ke bawah, takut kalau-kalau tidak sengaja menabrak nisan orang. bisa-bisa malamku tidak nyenyak nanti diganggu empunya makam.

    namun sekalinya mengangkat kepala, pemandangan mengherankan menyapa. awalnya kukira hanya imajinasi semata, ternyata sungguhan!

    aku terpaku di tempatku berdiri. memandangi sosok hitam menari seolah-olah sedang berdansa bersama seseorang, nyatanya sendiri. lampu sorotnya ialah sinar bulan purnama di atas kepala.

    harus kuakui gerakannya memikat. selama menontonnya menari di antara lusinan kuburan tak terawat, aku menangkap kesedihan dari setiap gerakan yang ia lakukan.

    kusendiri tidak tahu. jangan tanya. aku hanya merasa begitu. tanpa sadar, tirtaku ditarik gravitasi turun.

    apa yang membuat sosok itu menari menghantarkan rasa pilu. adakah yang dirindu. mungkinkah dengan menari, yang tinggal di hati bangkit dari kubur.

    aku menarik nafas dalam-dalam ketika sosok itu berhenti berdansa dan aku masih tidak beranjak.

    tiba-tiba ia ambruk setelah berhenti tepat lima detik. aku tidak sengaja menghitung, lagipula lima bukan hitungan yang terlalu banyak untuk diingat.

    tanpa peduli apakah ia bersandiwara atau sungguhan, aku berlari mendatanginya. bahkan bunga matahari yang susah-susah kucuri dari tetangga kini tergeletak naas di tanah.

    saat jarak kami semakin terkikis, aku bisa mendengarnya dengan lebih jelas. sosok itu berjenis kelamin laki-laki dan ia sedang menangis.

    bukan menangis yang meraung-raung. aku akan lari ketakutan kalau ia begitu. itu tangisan yang membuat hati pilu, sama seperti tariannya beberapa detik lalu.

    ia berbaring menghadap langit malam. dengan hati-hati aku bersujud di samping dan memastikan ia tidak terluka.

    aku diam di sisinya yang masih menangis tersedu-sedu dengan lengan menutupi kedua mata.

    dilihat dari dekat, ada beberapa lebam di kaki dan lengannya. bagian lain aku tidak tahu karena ia orang waras yang mengenakan pakaian lengkap.

    kulitnya sangat pucat, hampir putih kurasa. kontras dengan rambut legamnya yang tampak halus jika dipegang.

    mendengar seseorang menangis sedemikian rupa membuat hatiku terasa berat. terlebih entah apa yang harus kuperbuat untuk membantunya.

    "akk..." suaranya terdengar parau, nyaris tidak terdengar.

    tapi aku menangkap setiap alfabet yang ia ucapkan karena sangat familiar. ia mengatakannya dua kali, yang kedua terdengar lebih putus asa.

    "apa kau barusan... menyebut namaku?" aku bertanya secara refleks.

    pertanyaanku menghentikan isak tangisnya. ia menyingkirkan lengan dari wajah dan menunjukkan manik yang berpendar penuh ratapan.

    aku meneguk ludah, mendadak menyesal sudah melempar tanya. pupil gemetar, aku mundur ketika pemuda itu bangkit dari tidurnya dan menatap.

    terpekur dan membisu, aku tidak tahu harus berbuat apa. laripun sulit karena tungkaiku mati rasa setelah dipakai berlutut cukup lama.

    "akk!"

    iya namaku akk, memang kenapa?! teriakku dalam hati.

    pemuda itu tiba-tiba melemparkan tubuhnya ke arahku, memelukku seolah besok aku akan mati. lalu ia menangis hingga aku takut ia tidak sempat menarik nafas.

    kami jatuh terbaring ke tanah berumput basah karena aku tidak bisa mengimbangi berat badannya. aku terkunci di bawah. benar-benar membeku, mulutku bisu seribu bahasa.

    "akk, aku rindu!"

SUN&MOON | firstkhaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang