"wah, senangnyaa!!""semua boleh ikut?"
"of course! lebih ramai, lebih seru, kan?"
"asiiikkk!"
siang yang membuatku ingin rebah diusik oleh keramaian di dekatku.
mereka membicarakan tentang acara ulang tahun salah satu karyawan. mon, kalau aku tidak salah ingat namanya. ia cukup terkenal karena bisa melakukan semua tugas yang diberikan.
tentu saja banyak yang suka. aku juga menyukainya yang tidak mengajakku banyak bicara atau basa-basi. kami biasanya hanya saling menyapa saat masuk dan pulang kerja.
hingga lima detik yang lalu.
payu mendatangiku untuk melakukan hal yang tidak perlu. cuman karena aku kelihatan sedang santai, ia menghampiriku dengan senyum ala model iklan pasta gigi.
"hai, akk. kau juga datang, kan?" suara familiar itu menghentikan ketukan sepatuku pada lantai.
"aku tidak terlalu cocok dengan keramaian," jawabku, berusaha sesopan mungkin bahkan tersenyum untuknya.
pemuda itu menghela nafas lantas mendaratkan tangannya di sandaran kursiku. "pantainya dekat dengan rumah orangtuamu, loh. bagaimana kalau sekalian mengunjungi mereka?"
aku mengenyitkan dahi.
dari mana anak ini tahu rumah orangtuaku?
mungkin karena apa kata batin ini tergambarkan di wajahku, payu segera memberikan penjelasan.
"aku banyak membantu memilah berkas-berkas pelamar. salah satunya berkasmu. aku juga ada waktu kau diwawancarai, kan? nah, ingatanku ini kebetulan sangat bagus jadi sampai masih ingat rumahmu, akk," begitu katanya.
aku dalam hati mengiyakan.
payu memamerkan seutas senyuman. "datang ya?" ajaknya sekali lagi.
rumah papa mama ya...
terlalu klise kalau menyebut ini kebetulan dan aku amat sangat tidak mau menyebutnya demikian, tapi...
"oke."
꒰ ☀️ ꒱ؘ ࿐ ࿔*:・゚
sabtu siang, ketika mendung merengkuh sedemikian erat hingga menutup celah bagi matahari mengintip, aku duduk di luar toko roti bersama ayan."bukan seperti akk," katanya setelah kuberitahu soal payu mengundangku ke acara ulang tahun.
aku tidak menyanggah. hanya menyambung kalimat yang terpotong karena menyeruput kopi dingin dari gelas.
"tujuanku sebenarnya adalah ke rumah. payu bilang akan membayar tiket kereta untuk semua orang jadi kupikir kenapa tidak."
"aku mau ikut."
gemuruh siang itu menjadi pelengkap ucapan ayan barusan. aku mengulum senyum melihat ekspresi ayan yang terlampau serius.
"apa yang lucu, akk?" tanyamu.
aku mengibas-ngibaskan tangan. "wajahmu itu.." aku kelepasan tertawa.
"wajahku kenapa?"
sulit dijelaskan. logikaku pun tidak sampai. hanya saja, sesederhana, melihat wajah ayan membuatku ingin tertawa.
maka aku biarkan tawaku lepas.
lalu sesuatu merangsek ke dalam dada. bulir air jatuh tanpa seizinku dan isakan terkunci erat dalam tenggorokan.
aku menarik nafas, bersusah payah mengatur irama jantung sambil menghapus jejak sungai kecil dari pipi. rasanya lega. aku tidak tahu bisa merasa seperti ini meski hanya semenit.
ayan masih menatapku, sabar menunggu sampai aku berhenti menertawakan hal yang tidak satupun dari kami tahu.
"acaranya besok, apa tidak terlalu mendadak?" tanyaku memastikan.
kepala ayan menggeleng kuat-kuat.
aku mengiyakan. hatiku terasa ringan. "kita bertemu di stasiun pukul sembilan pagi, ya."
sudut bibir ayan terangkat sekilas ketika ia betdeham.
aku tidak terlalu memerhatikan gerak-gerik ayan selanjutnya. yang kulihat sekilas hanya ia memakan kuenya dengan sedikit terburu-buru, beberapa kali menimbulkan bunyi denting yang berlebihan ketika garpu bertemu piring.
mungkin karena gerimis mulai turun membawa aroma petrikor yang familiar, aku tidak memikirkan kegelisahan yang tak sengaja ditunjukkan ayan waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUN&MOON | firstkhao
Contoapa yang membuat sosok itu menari menghantarkan rasa pilu. adakah yang dirindu. mungkinkah dengan menari, yang tinggal di hati bangkit dari kubur. - warning: deals with the topics of depression and suicide. no kid allowed!