untitled part 4

153 27 7
                                    

   
    berdiri di antara hamparan nisan dan raga yang mati tidak pernah membuatku takut.

    ketika malam mencapai puncaknya, kami tiba di kuburan dengan langkah yang terasa lebih berat dibandingkan malam-malam sebelumnya.

    lalu setelah tiba di tujuan, sunyi pun bertahta diantara kami ketika fokus kami sama-sama jatuh pada satu objek.

    untuk pertama kali aku melihat foto penghuni kuburan yang selalu didatangi ayan dan respon pertamaku adalah:

    bagaimana bisa ada dua orang dengan wajah sama di dunia ini? aku bahkan tidak pernah berandai-andai soal hal itu.

    laki-laki di foto berbingkai kayu itu duduk bersila di atas rumput hijau. ia memiliki rambut sewarna arang dengan mata sekelam jelaga, samar-samar kulihat bintang bersemayan di sana. kaus putih polos dan jaket berbahan jeans menyelimuti dirinya. ditambah gelang dari seutas tali merah melingkari pergelangan tangan.

    aku penasaran. tawanya, perangainya, cara ia berjalan atau bertuturkata: apakah semua tentang aku dan laki-laki di foto itu bagai anak kembar?

    selanjutnya aku mengeja nama yang terukir pada batu nisan. nafasku tercekat. bahkan nama kami pun serupa.

    aku menoleh untuk melihat keadaan ayan. pemuda itu sedang menatap kosong ke arah nisan. tidak ada hal lain yang ia lakukan. hanya membatu seakan sari-sari kehidupan telah diperas habis darinya.

    "ayan, hey."

    ayan membelokkan kepala, tatapannya lurus menghantam irisku.

    aku mengeluarkan cokelat dari kantung plastik dan melempar tanya, "kuberikan sekarang ya?"

    keheningan menyumpal telingaku selama lima detik. kemudian ayan mengangguk pelan sambil berdeham lirih sekali.

    dua ujung bibir kutarik dan aku berjongkok untuk meletakkan cokelat tadi di sebelah foto akk. kudengar dari ayan, batangan manis berhias potongan-potongan kecil buah beri itu adalah camilan kesukaan akk sewaktu masih hidup.

    sama sepertiku. kami bahkan berbagi kesukaan yang sama.

    enggan untuk bangkit, aku mendaratkan bokong ke tanah. ayan tiba-tiba jatuh berlutut di sebelahku dan isak tangisnya menjadi melodi yang terdengar menyakitkan.

    ayan memegang dadanya, terus melafalkan permintaan maaf seakan kata itu cukup mewakili seluruh penyesalannya.

    kurasa tidak karena akupun tidak.
    aku memandang dalam diam. muncul kepingan memori tentang malam yang terasa panjang. aku ingat, aku juga pernah hancur ketika khao pergi tanpa mau repot berdadah ria.

    malam itu pun disambung dengan pelukan dan galur air mata, milik kami berdua sewaktu mengingat yang telah lesap.

SUN&MOON | firstkhaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang