untitled part 3

128 31 5
                                    

   
    "akk, revisi sudah selesai?" tegur senior yang tidak bisa kuingat namanya dan ia tidak memakai tanda pengenal.

    "maksudnya desain untuk prapai?" tanyaku memastikan.

    seniorku itu mengangguk. kontras dengan aku yang menggeleng.

    "tenggat waktunya masih tiga hari lagi, kan? aku baru selesaikan setengah," jelasku.

    wajahnya seketika memucat. aku kurang lebih tahu apa yang akan ia katakan selanjutnya.

    "aku tadi ditelpon dan beliau bilang desainnya harus selesai hari ini karena akan dicetak secara massal besok. akk, tolong selesaikan hari ini, ya," ujarnya dengan nada panik.

    aku menarik nafas. "oke, oke. malam ini akan kukirim."

    setelah mendengar jawabku, tiba-tiba saja aku dipeluk sambil seniorku itu bersorak riang. aku mendorongnya secara spontan.

    sepertinya cukup kasar karena beberapa orang di ruangan sontak menatap kami. senior berdeham merapikan kemejanya dan pergi setelah memberi tepukan di bahu diiringi permintaan maaf.

    aku menarik kursi seolah tidak terjadi apa-apa. yang lain pun kembali ke pekerjaan yang sempat diabaikan beberapa detik tadi.

    
    ꒰ 🌑 ꒱ؘ ࿐ ࿔*:・゚

   
    katanya ada orang aneh di sekitar kantor. orang berkelamin laki-laki yang berjalan mengenakan pakaian serba hitam dan akan mengejar siapapun yang dilihat sambil mempertontonkan kemaluannya.

    memang aneh, bikin bergidik ngeri dan ingin segera pulang sebelum gelap.

    tapi apa mereka pernah lihat orang menari di kuburan sepi saat tengah malam?

    aku mematikan komputer ketika waktu menunjukkan pukul sembilan. menyambar ponsel dan catatan kecil untuk dimasukkan ke dalam tas, aku menengok bulan yang bertengger di langit hitam.

    "apa aku pergi menyapamu sebentar ya?" gumamku.

    kemudian terlintas pertanyaan, jam segini toko bunga mana yang buka.

    biarlah. sebagai gantinya aku akan mampir membeli camilan di minimarket yang buka dua puluh empat jam.

    tiba di luar gedung kantor, yang kudapati hanya jalanan kosong. mungkin karena udara sedang dingin-dinginnya makanya tidak ada yang sudi jalan kaki kecuali aku.

    koreksi. kecuali aku dan seseorang yang baru saja menyebut namaku.

    "akk," panggilnya.

    sempat mematung sejenak, aku pun menoleh ke belakang dengan mata membeliak.

    pemuda dalam balutan jaket hitam itu berdiri tak seberapa jauh jaraknya. tatapannya memerintahkanku untuk tetap diam selagi ia datang mendekat.

    harum sabun semerbak dari tubuhnya ketika jarak antara kami terkikis. detik ia berhenti di depanku, aku disadarkan kembali.

    "sedang apa kau di sini? apa kau penguntit?" aku langsung menuduhnya yang bukan-bukan.

    kelegaan memercik dalam hati ketika pemuda itu menggeleng pelan. ayan, kalau tidak salah namanya ayan, kan?

    "mau ke kuburan?"

    aku menganggukkan kepala.
    kami sama-sama diam untuk beberapa sekon. sama-sama mengamati wajah masing-masing seolah mencari sesuatu.

    tapi yang kutemukan tidak ada perubahan signifikan darinya. tetap wajah pucat tanpa ekspresi yang ia bawa kemana-mana sejak pertama kali jumpa.

    tiba-tiba bibir keringnya bergerak mengucapkan, "ayo pergi." lalu ia memperbesar jarak.

    sepersekian sekon singkat, aku mengikutinya tanpa keinginan berjalan di sampingnya.

    sesuatu merangsek ke dalam dada ketika pandanganku tidak bisa lepas dari punggung ayan.

    kenapa familiar?

    aku meneguk ludah, langkahku melambat. lidah mengecap rasa getir yang menyesakkan. kubatalkan niat untuk pergi ke kuburan bersama dengannya.

    berdiri di tengah trotoar, aku membisu. mungkin karena rungu tidak menangkap suara hentak kakiku di belakang, ayan berhenti pula dan memutar badan.

    "kenapa?" suara beratnya bergetar.

    benakku dihantam memori samar yang kian jelas.

    lalu aku bisa merasakan kedua tanganku penuh karena merengkuh seseorang yang kini jika kuingat hanya bikin merana. juga belum kulupa kasar helai rambutnya ketika kubelai ia dalam pelukan.

    bulan. namanya memiliki arti yaitu bulan. sama seperti nama pemuda yang kini melempar tatapan cemas dan telah cukup lama mengguncang bahuku sambil menyebut namaku berulang-ulang.

    "akk, sadar!"

    aku sadar.

    aku sudah sadar kenapa sejak pertemuan pertama aku tidak bisa mengabaikan eksistensinya, bahkan cenderung tertarik seperti magnet.

    aku menarik ayan ke dalam pelukan paling erat yang pernah kuberikan setelah tiga tahun berlalu. dan dapat kurasakan tangannya membalas pelukan itu.

    "aku merindukanmu. sangat, sangat, sangat rindu."

    ayan berbisik pelan dekat telingaku, katanya, "aku juga. kita... tidak akan berpisah lagi, ya."

    aku mengangguk.

    tidak mau aku berpisah dengannya lagi. tidak akan kubiarkan sesuatupun merenggutnya dariku untuk kedua kali.

SUN&MOON | firstkhaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang