Epilogue : After Disaster

4.1K 304 59
                                    

Hi, this chapter might be 🔞 in some plots. I hope you know ur place. Especially for underages, this chapter is not for you.

Enjoy, fellas!

.

.

.

⚯͛

Ini adalah awal baru, setelah apa yang terjadi tahun sebelumnya yang sadisnya-- menciptakan luka yang mendalam bagi seluruh murid Hogwarts bahkan para keluarga korban. Battle of Hogwarts. Iya, di sanalah mereka ditinggalkan dan meninggalkan. Kehilangan memang menyakitkan, tapi hidup terus berjalan. Jadi, kita hanya bisa memilih; terus terjebak di masa lalu atau terus melanjutkan untuk hidup di masa depan.

Harry tentu terus menjalankan kehidupannya, walau harus kehilangan orang-orang yang sangat berharga dan sangat disayanginya. Ia tak mau terus hidup di masa lalu, ia hanya belajar dari pengalaman masa lalunya. Sudah semestinya seperti itu memang.

Perasaannya hancur lebur di kala teman yang sudah seperti keluarganya itu harus menghadapi perang-- yang tak sengaja pun terdengar seperti salahnya kalau perang itu terjadi. Mereka tak pernah menganggap seperti itu, tapi Harry terus saja terpikirkan dan merasa bersalah.

Bagaimana bisa mental seorang anak remaja bisa tahan dengan itu semua? Penyihir pun mempunyai batasnya masing-masing, 'kan?

Saat itu, jika saja Harry tak bisa mengendalikan pikirannya dan tersulut emosi, mungkin sudah kalah telak.

Jika kekalahan Voldemort harus meregangkan nyawa seseorang, harusnya Harry saja, tak boleh orang lain. Apa lagi seseorang yang saat ini masih ia cintai, Draco Malfoy.

Iya, Draco Malfoy.

Tak pernah terpikirkan jika namanya itu hanya bisa ia kenang saat ini. Sungguh, hatinya masih berlabuh di masa lalunya. Jika ia harus menghukum diri sendiri, ia sudah melakukan itu semua, tetapi tetap saja kedua sahabatnya itu selalu mencegahnya.

Voldemort sudah kalah, tapi untuk apa hidup jikalau hatinya menjadi rapuh, batinnya yang selalu membisikkan perasaan bersalah, dan raganya yang begitu lemah.

Harry mengambil bingkai foto Draco yang sedang tersenyum manis dengan dirinya di sebelah sambil memegang piala Quidditch. Itu saat tahun ke-enam. Kalian akan mengira itu adalah kenangan indah saat Harry memenangkan Quidditch-- tapi untuk keadaan sekarang, semua itu kenangan yang menyesakkan. Ia rindu, rindu sekali.

Sakit rasanya merindukan orang yang telah tiada. Apa lagi itu adalah cintanya.

Ia mengingat dengan air mata yang mulai menetes. Kejadian yang tepat di depan mata, kejadian yang ia takutkan akan terjadi.

Pada saat battle of Hogwarts, yang Harry jaga selalu adalah Draco. Apa yang tidak mau ia bayangkan itu terjadi sekejap mata, tepat sekali di hadapannya.

Di saat perang terjadi, Draco dan Harry selalu bersama karena Draco yang meminta, ingin membantu Harry-- kata Draco saat itu. Semua berjalan dengan menegangkan, banyak korban berjatuhan dari pihak Harry maupun lawan. Itu membuat Harry dan Draco sama-sama berhati-hati kalau bisa masing-masing dari mereka, melindungi satu sama lain.

Harry memantapkan tekadnya, ia harus menghadapi Voldemort sendiri. Draco, tentu saja ia dilema apakah ingin mencegah atau melepaskan Harry begitu saja. Anak Gryffindor itu tak takut mati, ia memilih menghadapi kematian dari pada melihat banyak korban berjatuhan demi dirinya.

Bukan juga karena ramalan profesor Trelawney belasan tahun lalu, ia benar-benar harus menghadapi Voldemort. Hingga saatnya di mana ia kembali dalam keadaan hidup, diduga karena dirinyalah Horcrux tersebut. Jadi, yang terjadi saat Voldemort melemparkan mantra Avada Kedavra, hanya Horcrux di tubuh Harry saja yang hancur, sedangkan raganya masih baik-baik saja.

How Can I Belong To You? (Drarry)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang