00 : pemuda kacamata bulat

216 24 0
                                    

Dengan senyum yang mengembang lebar, rasa bangga yang membuatnya semakin meninggi, pemuda itu menatap lurus pada luasnya dunia yang kali ini masih bisa ia tatap dengan penuh rasa syukur yang tak akan pernah Chan lupa untuk ucapkan hingga ratusan kali. Maniknya yang sipit menatap secara keseluruhan pada sekitar gedung sekolah barunya. Pijakan kaki pada daun mengering menimbulkan bunyi gesekkan yang lucu menurutnya-Lee Chan. Bagaimana tidak? Bagi Chan, semua alur cerita yang pernah ia alami-sekolah menakutkan beserta siapa saja tokoh yang terseret di dalamnya adalah sebuah mimpi buruk yang tak ingin lagi pemuda itu ulang walau hanya sebentar saja. Memang, menganggap semua itu fana juga tak kalah sakit. Bahkan rasa-rasanya menghapus jejak pemuda Kim beserta teman sepermainannya tak bisa dikatakan mudah.

Setelah berhasil menghembuskan nafas panjang yang secara bersamaan manik sipit itu mulai terbuka, pemuda itu mengukir senyum simpul. "Ayo, jalani sebagaimana mestinya," ucapnya bersemangat.

Hari ini adalah hari dimana Chan benar-benar berstatus sebagai pemuda dengan seragam putih abu-abu. Ia tak akan pernah lagi mendengar ejekan dari abangnya-Seokmin, yang hanya mampu mengatakan omong kosong dengan kalimat yang sudah begitu bersahabat di telinga Chan. Bahkan untuk setiap detail dan tarikan nafas yang Seokmin lakukan pun, rasa-rasanya Chan sudah hafal di luar kepala. Kini status mereka sama, hanya beda tingkatan kelas dan sekolah saja. Kalau abangnya Seokmin justru memilih untuk bersekolah di tempat yang jaraknya dekat dengan rumah, maka beda lagi dengan pilihan Chan yang justru berbanding terbalik dari abangnya. Dari dulu Chan ingin sekolah yang jarak tempuh dari rumah ke sekolah jauh. Hanya sepele sebenarnya alasan pemuda itu, bahkan bisa dibilang buang-buang waktu dan tenaga saja kalau alasan itu hanya meliputi-ingin menikmati sapuan angin sepoi-sepoi di sore hari.

Ya, anggap saja kewarasan Chan memang sudah dari sananya bermasalah.

Bruk...

Manik keduanya saling bertemu dalam waktu yang tak bisa dikatakan sebentar. Baik Chan mau pun pemuda yang tak sengaja ia tabrak karena terlalu asyik memandang setiap detail bangunan yang ada di hadapannya sama-sama bungkam tanpa suara. Hanya memandang, menyelidik satu sama lain mencari kejelasan entah itu apa.

"Ahh, sorry gue nggak sengaja," ucap pemuda berkacamata itu tampak bersalah. Membungkuk sebentar sebelum melempar senyuman ramah pada Chan.

"Ini salah gue, sorry," balas Chan singkat mengikuti apa yang tadi pemuda dihadapannya lakukan.

Lagi-lagi, pemuda itu hanya mengangguk singkat lantas di detik berikutnya berlalu dari hadapan Chan. Namun belum lima langkah ia berlalu, Chan kembali memanggilnya. Berseru cukup keras sampai membuat pemuda itu kaget.

"Maaf?"

"Emmm, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Chan mengangkat sebelah alisnya cukup penasaran.

Menggeleng, pemuda itu kembali melangkah ke arah Chan sembari mengatakan, "Benarkah?" Sembari memperlihatkan kerutan pada bagian kening. Jelas saja itu membuat Chan tertegun sejenak.

"Gue tanya, bukan ngasih tahu."

"Oh-" jawaban Chan barusan berhasil membuat-Boo Seungkwan-begitulah nama yang tersemat pada nametag-nya tertawa canggung. Chan jelas telah mempermalukannya untuk pertemuan pertama mereka.

"Sorry, kurang fokus. Tapi kayaknya enggak deh, Chan?"

"Hmmm?" Sebelah alis Chan menukik tajam. Menatap semakin mengintimidasi pada pemuda Boo itu. Dari mana ia tahu namanya?

"Nametag lo-Lee Chan?"

Sialan. Kini giliran Chan yang dibuat sedikit kelimpungan. Pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal berusaha mengurangi rasa canggung. Tersenyum tipis sebelum mengatakan, "Ya, itu nama gue." Butuh jeda sejenak bagi Chan sebelum kembali melontarkan kalimat singkat yang menjadi akhir dari percakapannya.

[𝟐] 𝐬𝐜𝐡𝐨𝐨𝐥 ( 𝐤𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐮𝐬𝐚𝐢) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang