DORRR!!!
Sunwoo berusaha mengatur napasnya tersengal-sengal. Tadi nyaris saja tembakan dari musuh berhasil mengenainya. Melihat dari situasi sekarang, benar-benar tidak ada celah sama sekali untuk mereka membalikkan keadaan. Bukannya berkurang, musuh malah terlihat semakin bertambah. Felix dan Haechan entah berlindung dimana, amunisi senjata mereka juga telah habis.
DORRR!!!
Hujan peluru kembali melesat ke arah pohon tempat Sunwoo berlindung. Sekali lagi Sunwoo memejamkan mata, berusaha berhitung situasi. Jika terus seperti ini, cepat atau lambat ia akan berakhir. Secepatnya ia harus menemukan celah untuk menyerang balik.
Lima menit kemudian tidak ada suara tembakan lagi. Suasana hening. Diam-diam Sunwoo menyibak semak-semak disamping pohon, memantau keadaan. Hanya ada kegelapan dengan sisa-sisa pertempuran tadi. Napas Sunwoo menderu keras. Kemana orang-orang tadi?
Srettt...
Darah bercipratan mengenai wajah Sunwoo. Rasa perih akibat goresan pedang di dadanya terasa sangat menyakitkan. Sunwoo mundur beberapa langkah masih dengan posisi berdiri. Serangan tiba-tiba itu sama sekali tidak bisa diprediksi olehnya.
Sementara itu, dibalik kegelapan terlihat siluet tinggi mengenakan jubah hitam mendekat. Cahaya bulan purnama remang-remang menerangi arena pertempuran itu. Tidak salah lagi, dia adalah Kim Younghoon.
"Hyung..." Lirih Sunwoo.
Younghoon menyeringai, seolah puas melihat luka milik Sunwoo. Mata merahnya terlihat mengerikan diantara remang-remang cahaya bulan.
Melihat wajah datar tanpa ekspresi itu, entah kenapa Sunwoo merasa dadanya sesak oleh kebencian. Seolah ada sesuatu yang meledak-ledak.
Younghoon mendekat, mencengkeram leher Sunwoo kuat.
"Kau harus mati, klan merah harus berakhir agar kutukan itu berakhir. Agar tidak ada lagi yang harus mewarisi darah sialan ini." Desis Younghoon memperkuat cengkeramannya.
Kedua tangan Sunwoo yang terbebas dari apapun berusaha melepaskan cengkraman kuat Younghoon, tapi kekuatannya tidak sebanding. Tidak ada oksigen yang bisa ia hirup, Younghoon benar-benar serius membunuhnya.
"H...Hyung..." Lirihan Sunwoo menghilang dengan tangan yang mulai terkulai jatuh. Ujung matanya masih bisa menangkap raut datar Younghoon tepat berada di depan.
Melihat Sunwoo yang tidak lagi bergerak, perlahan Younghoon melepaskan cengkeramannya di leher sang adik. Mata merah milik Younghoon menatap nanar tubuh Sunwoo tergeletak dengan leher membiru akibat cekikannya. Ujung bibir kirinya terangkat puas. Younghoon berbalik, mulai berjalan menjauh.
Wusss
Angin berhembus membuat dedaunan kering berguguran. Bulan purnama yang bersinar mulai remang-remang redup. Sejenak suasana terasa mencekam. Angin terus berhembus mengirimkan suara-suara asing di sela-sela pepohonan. Diatas sana semburat gelap kemerahan perlahan menutupi bulan. Remang-remang merah mulai menyentuh dasar hutan. Nyanyian kematian seolah menjadi orkestra malam itu.
"Haha..."
Younghoon menghentikan langkahnya. Pemuda tinggi itu menatap Sunwoo yang telah berdiri sambil mengacak-acak rambutnya seolah baru bangun dari tidur.
Sunwoo membuka mata, menatap lurus ke arah Younghoon yang terlihat amat tenang. "Kau salah. Kutukan itu akan berakhir ketika kau yang mati, anak muda."
"Sang merah..." Desis Younghoon.
***
Rona kemerahan sempurna menyelimuti bulan. Jeno menggeram tertahan, rahangnya terkatup kuat berusaha mengendalikan seluruh emosi yang bergejolak. Puluhan orang-orang dengan senapan terancung sempurna mengarah pada mereka. Sejenak ia memejamkan mata, berpikir keras bagaimana caranya menyelamatkan seluruh teman-temannya.
"Appa." Jeno membuka suara, mengangkat kepalanya menatap sosok yang berdiri di depan sana.
"Okaasan mencintaimu, sungguh walaupun harus melawan takdir okaasan tetap memilihmu."
"Baginya kau adalah satu-satunya cinta pertama dan terakhir. Karena itulah okaasan tetap ikut denganmu, meski tahu akan berakhir mati."
Kepalan tangan Jeno semakin menguat, matanya tajam menatap sang penguasa. Kalau saja tidak ada pistol dan senapan yang mengarah padanya, mungkin Jeno sudah menerjang pria paruh baya itu.
"... Sampai mati, okaasan tidak akan pernah sanggup membalasmu. Maka okaasan mempersiapkanku untuk membalaskan dendamnya."
"Aku membencimu karena kau membunuh ibuku. Aku membencimu karena kau membuat teman-temanku menderita. Aku membencimu karena kau mirip denganku. Aku membencimu, karena diantara sekian banyak orang kenapa harus kau yang menjadi ayahku?!"
Brakkk
Diakhir ucapannya, Jeno merebut pistol yang menempel di pelipisnya. Dengan cepat itu menembaki musuh yang menodong Yeji, Jihoon, Jaemin, dan Soobin.
"Yeji, Jaemin, Soobin, cepat lari dari sini!" Teriak Jihoon merebut senapan dari musuh yang terkapar.
Yeji mengangguk mantap, gadis itu terlihat lebih meyakinkan setelah sebelumnya duduk dengan wajah sedemikian pucat ditodong senjata api. Dengan cepat ia menarik Jaemin yang masih syok, karena bagi pemuda Na itu pertempuran jarak dekat bukanlah pemandangan yang menyenangkan.
BOOMMM!!!
Tanah tempat berpijak bergetar setelah Soobin menjatuhkan bom modifikasi miliknya. Itu menjadi kesempatan emas bagi Jeno dan Jihoon untuk melakukan serangan. Suara letusan dari senjata api terus terdengar sahut-sahutan diantara keheningan malam. Soobin ikut membantu dengan melempari bom mini miliknya yang sempat terbawa. Tiga lawan puluhan orang. Sekali lagi Jeno menendang kepala orang yang nyaris menembak Soobin. Tidak ada waktu lagi, mereka harus segera pergi sebelum orang-orang ini semakin banyak.
"Soobin, apakah bom yang kau bawa masih banyak?" Seru Jeno sesekali melepaskan tembakan. Posisi mereka bertiga benar-benar terkepung. Tidak ada celah untuk menghindar.
"Hanya tersisa satu, Jen. Itupun cuma petasan." Jawab Soobin dengan napas tersengal-sengal.
"Akhhh!!!" Jihoon terjatuh. Salah satu peluru musuh berhasil mengenai paha kanannya.
Tidak ada kesempatan untuk melarikan diri. Jeno membuang pistol yang telah kosong di tangannya. Dengan cepat ia berlari mendekati Jihoon yang masih berusaha menembaki musuh meski darah terus mengucur dari luka tembaknya.
"Ji, ayo pergi dari sini!" Tanpa pikir panjang, Jeno langsung memapah Jihoon agar bangkit. Berlindung di balik pohon tidak akan memberikan waktu lama untuk menahan serangan. Mereka kalah jumlah dan persenjataan.
"Jeno, Jihoon, cepat menjauh! Ada bom!" Terdengar suara teriakan Soobin dari kejauhan.
Belum sempat Jeno dan Jihoon menyadari bahaya yang datang, keduanya terbanting karena ledakan besar mengguncang pijakan mereka. Kemudian disusul cahaya menyilaukan serta suara keras memekakkan telinga.
BOOMMM!!!
Soobin terduduk lemas. Pandangan kosong menatap area hutan yang terbakar. Api berkobar perlahan melahap seluruh pepohonan. Bagaimana dengan teman-temannya...
- To be continued -
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Destiny || Kim Sunwoo ✓
Fanfictionft. 00 Line Menjadi golongan 1-2% dari populasi manusia di dunia bukan hal yang hebat bagi Sunwoo, apalagi untuk dibanggakan. Ini mengenai dendam, stereotip, dan pembalasan... Takdir merah masa lalu yang ingin Sunwoo hapus tanpa penyesalan. ... Star...