Tubuhku diayunkan kesana kemari dalam pelukan Ayah. Setelah memeluk Ibu dan berinteraksi bertiga, Ayah tidak serta merta meletakkan kembali bayinya ke dalam keranjang. Ia masih belum puas melihatku setelah sembilan bulan menahan rindu karena tak kunjung keluar dari perut Ibu.
"Oh anakku, Oh anakku, kau memang anakku dan aku Ayahmu, anakku~"
Ayah bersenandung lepas dengan suara baritonnya yang berat, dia benar-benar bahagia dan aku bisa merasakannya. Terdengar jelas sekali bahwa ia sedang senang hati dari nyanyian yang terus ia kumandangkan.
Tidak, jauhkan pikiranmu tentang nyanyian yang merdu, karena jelas sekali bahwa Ayah buta nada dan menyanyi sembarang rasa, terlebih lagi, dengan suara beratnya yang dalam dan menakutkan benar-benar kombinasi menyeramkan yang dapat dimiliki oleh seorang pria dewasa.
Namun, aku sama sekali tidak keberatan dengan suara sumbangnya yang menyanyikan lagu pengantar tidur untukku. Aku juga tak memiliki masalah dengan betapa kerasnya tangan yang memelukku, sangat tak nyaman karena kaku, jauh berbeda dengan kasur empuk yang disiapkan rumah sakit. Aku bahkan tak terganggu dengan aroma khas pria dari Ayah yang sangat menyengat, keringat asam dan bau. Aku tak masalah dengan semua itu.
Mereka keluarga yang kucinta dan mencintaiku.
"Sayangku, lihatlah! anak kita tertidur di gendonganku."