Sang detektif tak kalah gesit. Dia menyambar perisai di dinding dengan tangan kiri, menggunakannya untuk menangkis anak panah. Bersamaan, tangan kanannya mengambil pedang pendek dari dinding yang sama, lalu melontarnya ke arah Shakespeare.
Shakespeare membungkuk tepat pada waktunya. Pedang itu meleset hanya beberapa inci dari kepalanya.
Pembunuh itu terus bergerak. Kedua tangannya mencabut deretan siruken yang terpajang, lalu melontarkannya satu demi satu ke arah Sherlock Holmes.
Kali ini, sang detektif tidak menangkis. Sebaliknya, dia berkelit, meliuk, dan bersalto beberapa kali, menghindari siruken yang beterbangan mengincar tubuhnya. Tak satu pun yang kena. Semuanya meleset dan hanya kena angin belaka.
Shakespeare jadi penasaran dibuatnya. Dia pun cepat-cepat mengambil satu pedang katana dan berkata, "Kita lihat apakah anda juga terlatih bertempur dengan senjata kuno dalam jarak dekat, Tuan Holmes."
Sambil berkata demikian, Shakespeare menghambur ke arah Sherlock dengan kedua tangan mencengkeram pegangan katana. Senjata itu diacungkan tinggi-tinggi, siap menebas leher lawannya.
Anehnya, Sherlock tidak mengambil apapun untuk menangkis serangan. Dia hanya menuding lawannya sambil berseru mengejek, "Anda melakukan kesalahan lagi!"
Lagi-lagi Shakespeare harus menghentikan aksinya di tengah jalan. Tetap dalam posisi pedangnya teracung tinggi - dan penuh perasaan jengkel, dia bertanya, "Saya harap anda tetap punya argumen yang kuat untuk mencegah ayunan tangan saya berlanjut, Tuan Holmes."
"Sedikit pelajaran fisika dasar tidak akan mencelakakan kita, Tuan," mata Sherlock berkilat-kilat jahil. "Sepertinya anda lupa beradu pedang bisa menimbulkan bunga api juga. Mungkin tak cukup untuk menyalakan gas dalam bilik ini. Tapi yakinkah Anda mau mengambil resiko?"
"Sepertinya saya sekarang mengerti kenapa profesor Moriarty sangat membenci anda," Shakespeare tak menutupi kejengkelannya. "Tapi lagi-lagi perkataan anda masuk di akal. Baiklah, tak masalah. Ada banyak jalan ke Roma. Ada banyak cara untuk membunuh anda."
Selesai berkata demikian, Shakespeare menegakkan tubuh dan mulai melakukan hal yang tidak umum dilakukan orang kulit putih. Dia memasang kuda-kuda seperti jago bela diri dari Asia.
Sherlock mengangkat alisnya. "Saya tidak menyangka anda menguasai jurus naga menyambar awan dari China, Tuan."
"Anda bisa mengenali jurus yang saya peragakan? Hebat sekali, Tuan Holmes. Semoga tidak hanya dalam teori saja, saya harap."
Sherlock mengangguk, seperti memberi hormat, dan dia pun mengambil sikap kuda-kuda pula. "Tapi saya lebih menyukai ilmu bela diri yang sedikit berbeda."
Shakespeare tertawa kagum. "Anda menguasai jurus pencak silat dari tanah Melayu? Sangat mengesankan. Kita lihat siapa yang lebih terampil menerapkan jurus kita masing-masing."
Selesai berkata, pembunuh itu langsung menggebrak. Dia maju menerjang Sherlock dengan tangan dan kaki berputar laksana puting beliung. Berkelebat-kelebat secepat kilat.
Sherlock tak mau kalah. Dia menangkis setiap serangan dengan cara yang sama. Menggunakan kaki, lengan, dan setiap anggota badannya untuk dijadikan senjata sekaligus perisai. Ketrampilannya ternyata sebanding dengan lawannya.
Menit demi menit berlalu. Jurus demi jurus dikeluarkan. Tapi tak satu pun berhasil melancarkan serangan yang telak. Setiapnya berhasil dipatahkan pihak lawan.
Sampai akhirnya Shakespeare mundur satu langkah. Meski kelihatan tetap tenang, tapi nafasnya agak tersengal-sengal. "Dalam soal ilmu bela diri tangan kosong pun kita berimbang, Tuan Holmes. Sepertinya kita harus mencari cara lain untuk mengakhiri semua ini..."
"Tidak perlu susah-susah, Tuan," Sherlock tersenyum lebar. "Mereka yang berada di belakang anda itulah yang akan mengakhirinya."
Terkejut, Shakespeare cepat-cepat berpaling. Sejenak dia mengira Sherlock Holmes hanya menggertak. Tapi ternyata tidak. Di belakangnya, di dasar anak tangga yang menuju pintu rahasia sudah berkumpul para petugas bersenjata lengkap.
Mycroft Holmes sendiri yang memimpin mereka.
"Maaf, saya tidak bisa menunggu sampai salah satu di antara kalian tumbang," ujarnya tanpa senyum dan dengan pistol teracung di tangan, diarahkan pada Shakespeare.
"Bukannya marah atau panik, Shakespeare malah tergelak. Dia kembali menatap Sherlock sambil menggeleng-gelengkan kepala. Lalu bertepuk tangan.
"Bravo! Saya mengaku kalah, Tuan Holmes. Seharusnya saya tahu bahwa anda tadi hanya mengulur-ulur waktu sampai kavaleri datang. Jujur, saya tak mengira anda sudah mengontak mereka sebelum datang ke sini."
Tapi Sherlock malah menggeleng. "Jujur, saya tidak mengontak mereka. Tapi saya tahu orang di belakang anda punya orang yang mematai-matai kemana pun saya pergi. Jadi dia pasti tahu kalau saya ke sini. Dan menilik wataknya yang tidak sabaran, tinggal menunggu waktu sebelum dia menyerbu masuk."
"Dan sepertinya 'tidak sabaran' menurut Sherlock sama dengan 'tepat waktu' menurut kaidah umum," tukas Mycroft. "Kurasa sudah cukup main-mainnya. Ikut kami dengan tenang, Tuan. Meski bukan pembunuh berdarah dingin seperti anda, jangan dikira saya segan menembak anda."
Shakespeare menatap Mycroft dengan sinis. "Sepertinya anda memang terlambat, Tuan. Jika tidak, tentu anda akan tahu bahwa menembak saya adalah hal terakhir yang ingin anda lakukan di ruangan ini."
"Dia benar," kata Sherlock. "Tapi tak usah khawatir. Berikan senjatamu pada saya, dan urusannya akan segera beres."
Mycroft mengerutkan kening. Tapi dia cukup mengenal Sherlock untuk tidak meragukan perkataannya. Tanpa ragu-ragu diberikannya senjata itu. Sementara Shakespeare hanya bisa memandang dengan penasaran.
"Anda sekarang bisa membuat hukum fisika dasar tahu-tahu tidak bekerja, Tuan Holmes?" sindir pembunuh itu.
Sherlock tidak segera menjawab. Dia membuka kemejanya, melipatnya secara sembarangan dengan tangan kiri, lalu menempelkannya di moncong pistol yang dipegangnya.
"Lipatan kain ini cukup tebal untuk mencegah api dari letusan pistol menyebar ke luar, tetapi cukup tipis untuk tidak menghalangi laju peluru yang saya arahkan pada anda."
Shakespeare mengerutkan kening. "Anda yakin apinya benar-benar akan tertahan, Tuan Holmes?"
Sherlock menyeringai. "Tidak sampai seratus persen. Tapi saya berani mengambil resiko. Pertanyaannya, bagaimana dengan anda?"
Shakespeare terperangah.
......
KAMU SEDANG MEMBACA
Sherlock Holmes and The Sinister Shakespeare
Mystery / ThrillerSherlock Holmes dimintai bantuan untuk mencari dalang di balik pembunuhan terhadap tokoh-tokoh politik dan ternyata harus berhadapan dengan musuh yang tidak hanya tangguh tapi juga licin.