6. SHERLOCK HOLMES TIDAK YAKIN

37 5 2
                                    

Apakah kasus Shakespeare ini sudah berakhir? Sebenarnya pertanyaan ini juga terus menggangguku sampai sekarang. Penyebabnya adalah apa yang dilakukan Sherlock Holmes beberapa hari setelah peristiwa di Baker Street tersebut. Dia mengganti kunci kamar dengan tipe terbaru yang lebih sukar dipalsu maupun dibongkar. Dia juga membeli sepasang pistol mini yang bisa disembunyikan di pergelangan tangan - salah satunya diberikan padaku.

"Aku tahu ini kelihatannya berlebihan, Watson," ujar sahabatku itu. "Tapi antisipasi selalu lebih baik dari kelengahan. Jangan khawatir, kau tidak perlu memakai benda itu selamanya. Jika dalam waktu sebulan tidak ada lagi kejadian apa-apa, barangkali kau bisa mencampakkannya. Setidaknya kuharap begitu."

"Aku sama-sekali tidak mengerti, Holmes," sahutku. "Apakah ini ada kaitannya dengan Shakespeare? Sejak kapan kau berpikir bahwa seniman kita itu tidak hanya berdandan, tapi juga bisa bangkit dari kubur?"

"Tentu saja tidak ada yang bisa bangkit dari kubur, Watson," tukas Sherlock. "Bahkan seorang pengecoh ulung seperti Shakespeare sekalipun. Dan aku yakin dia cukup brilian untuk menyadarinya. Justru karena itulah aku memintamu untuk melakukan tindak kehati-hatian ini. Sekedar berjaga-jaga."

Lagi-lagi perkataannya membuatku semakin bingung. Shakespeare cukup brilian untuk menyadari bahwa dia tidak bisa bangkit dari kubur? Dan karenanya kami berdua harus berjaga-jaga? Pernyataan apa yang lebih aneh dari itu? Ketika kusampaikan itu padanya, dia malah meminta untuk berpikir lebih luas lagi.

"Aku angkat tangan tinggi-tinggi, Holmes," kataku sebagai tanggapannya. "Kita telah melihat dengan mata-kepala kita sendiri bahwa dia telah tewas tertembak. Dan kau sudah bilang dari awal bahwa dia adalah aktor tunggal, beraksi sendirian tanpa anak buah. Dengan demikian kita tidak perlu khawatir akan ada lagi sosok seperti Kolonel Moran yang mau membalas dendam kepadamu atas kematian profesor Moriarty. Lalu, jika Shakespeare sudah mati dan tidak punya kaki-tangan, kepada siapa lagi kita masih harus berjaga-jaga?"

Sherlock menggeleng-gelengkan kepala. Kentara sekali kalau dia agak kecewa bahwa aku belum juga memahami maksudnya. "Sudah kukatakan, Watson. Musuh kita ini adalah sosok yang cukup brilian untuk menyadari bahwa dia tidak bisa bangkit kubur. Maksud dari pernyataanku itu, dia pasti selalu memperhitungkan masak-masak apakah tindakannya terlalu berisiko. Fakta bahwa dia selalu menyamar menunjukkan yang bersangkutan justru menjauhi resiko yang tidak perlu."

"Sampai di situ sepertinya aku bisa memahami logikamu," aku berkomentar setelah berpikir-pikir sejenak. "Tapi...."

"Tapi kenapa dia begitu nekad untuk datang ke alamat kita seperti yang dilakukannya kemarin?" potong Sherlock. "Dia pasti tahu menantang Sherlock Holmes di kediamannya sendiri akan sama resikonya seperti menantang seekor hiu di bawah permukaan laut."

Mau tak mau aku tersenyum dalam hati membayangkan sahabatku itu meliuk-liuk di dalam laut seperti seekor hiu. "Hm, kurasa aku bisa menjawab itu. Shakespeare akan kesulitan untuk menantangmu di luar sana. Kau selalu pergi ke tempat-tempat yang tak terduga, dan dalam waktu yang acak pula. Jauh lebih mudah mengatur rencana pembunuhan di tempat ini."

"Itu memang benar, jika Shakespeare berpikir seperti seorang amatir," sahut Sherlock tanpa bermaksud merendahkan pendapatku (setidaknya kuharap begitu). "Tapi dia terlalu pintar untuk berpikir demikian. Aku yakin itu. Sebagai seorang petarung, dia pasti tahu resiko menantang lawan di tengah elemen-nya sendiri."

"Bisa saja kau berpikir begitu," aku tetap bersikeras. "Tapi faktanya dia tetap datang ke sini, bukan?"

Sherlock mengangguk. "Dan aku yakin dia melakukannya karena mengetahui ada keuntungan strategis yang bisa dipetik - sekalipun rencananya untuk membunuhku menemui kegagalan dan dia tewas!"

"Tunggu dulu," aku mengerutkan kening. "Keuntungan strategis apa yang bisa didapat kalau dirinya sendiri tewas?"

"Dari mana kau tahu bahwa Shakespeare sudah tewas, Watson?" Sherlock balik bertanya. "Atau lebih tepatnya, dari mana kau tahu bahwa yang tewas di sini kemarin itu adalah orang yang sama dengan yang aku hadapi sebelumnya?"

Terus-terang saja, pertanyaan Sherlock itu sama-sekali di luar perkiraanku. "Tapi...bukankah kita sudah memeriksa sendiri mayatnya? Bahwa wajah di balik samaran nenek-nenek itu adalah benar orang yang sama dengan yang selama ini kita kenal sebagai aktor panggung terkenal - yang kita awasi tempo hari? Dan bukankah kau sendiri bilang bahwa dia juga orang yang sama dengan yang bertarung denganmu di bilik bawah tanah itu?"

"Itu semua benar, Watson," Sherlock menjawab. "Dan itu membawa kita ke pertanyaan selanjutnya: apakah yang kita ketahui tentang aktor panggung terkenal yang kita juluki Shakespeare itu? Sebenarnya tidak ada! Dia tidak memiliki keluarga, sangat tertutup tentang kehidupan pribadinya, dan tinggal seorang diri di rumahnya. Kita bahkan tidak tahu apakah wajah yang selama ini dia pamerkan adalah wajah dia yang sebenarnya....ataukah hanya satu dari sekian samarannya!"

Apa yang dipaparkan oleh sahabatku itu, terutama di kalimat terakhir, membuatku terperangah dan spontan berkata, "Astaga..."

"Cobalah kau ingat apa yang dikatakan Mycroft tentang bagaimana Shakespeare melarikan diri," lanjut Sherlock. "Dia bilang, entah bagaimana teman kita itu bisa mengubah wajahnya sehingga membuat para penjaga kebingungan. Sekarang aku yakin, yang dia lakukan sebenarnya sederhana. Dia hanya membuang samarannya sebagai aktor terkenal itu dan memperlihatkan wajah aslinya!"

Kali ini aku tidak sekedar terpana, bahkan sampai ternganga. Apa yang disampaikan Sherlock begitu sederhana dan sangat masuk akal - dan karenanya sangat mengejutkan. "Tapi jika memang demikian, lantas siapa orang yang menyatu jadi nenek-nenek dan berniat menghabisimu kemarin itu?"

"Mungkin kalau aku mau menelusuri, bisa saja kita akan mengetahui siapa dia sebenarnya," kata Sherlock. "Tapi menurutku itu buang-buang waktu saja. Shakespeare pasti memilih seseorang yang latar belakangnya tidak jelas dan tidak bisa dipakai untuk melacak jejaknya. Dugaanku, dia seorang pembunuh bayaran, dan Shakespeare selama ini menyamarkan wajahnya seperti dia agar bisa digunakan untuk pengecohan terbesarnya."

Setengah kagum dan setengah merinding, aku bertanya, "Jadi...menurutmu dia masih bebas berkeliaran di luar sana? Menunggu waktu yang tepat untuk membalas dendam pada kita?"

Sherlock terdiam sejenak sebelum menjawab, "Seperti yang kubilang, aku memintamu membawa senjata ini hanya untuk berjaga-jaga sementara. Menurutku, sebenarnya kecil kemungkinan buat dia untuk membalas dendam, karena itu akan mengungkap bahwa dia masih hidup. Itu tentu bukan sesuatu yang dia inginkan."

Aku menatap ekspresi sahabatku dan, setelah berpikir sejenak, akhirnya mengajukan pertanyaan yang jarang atau bahkan mungkin tidak pernah kuajukan, "Tapi kau tidak tahu pasti?"

Sherlock menghela nafas panjang. "Ya, Watson...aku tidak tahu pasti."

TAMAT






Sherlock Holmes and The Sinister ShakespeareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang