Open Your Eyes and See

37 3 0
                                    

"If you are afraid to open your eyes, you will always live in the darkness."









🌕🌕🌕

"Tau nggak, Yum?"

"Apa?"

"Mereka yang lagi berdiri bertiga tuh," tunjuk Kinan.

Ayumi menyipitkan matanya mengikuti arah yang ditunjukkan Kinan.

"Kenapa?" tanya Ayumi setelah menemukan ketiga sosok yang dimaksud oleh gadis yang sejak dua hari lalu menjadi teman ospeknya.

"Kamu beneran nggak tau mereka siapa, Yum?" Kinan berusaha memastikan.

Ayumi menggeleng. "Harus banget tau?"

Kinan menahan diri untuk tidak memekik.

"Ya harus lah. Mereka itu The Holy Trinity."

Kinan belum banyak menjelaskan tentang tiga laki-laki yang ia sebut sebagai The Holy Trinity karena para senior ospek sudah lebih dulu mengumumkan agar semua mahasiswa baru berkumpul di lapangan.

🌕🌕🌕

Seharusnya Ayumi tidak peduli dengan apa itu The Holy Trinity karena tujuan utamanya berada di kampus ini adalah untuk mewujudkan desakan kedua orang tuanya untuk kuliah. Padahal jika boleh jujur, Ayumi ingin jadi idol saja. Tapi mengingat kata-kata mamanya membuat Ayumi sedikit sadar diri.

"Not gonna lie, meskipun kamu anak kandung mama, tapi jujur visual kamu kemungkinannya kecil untuk diterima."

Sialnya setiap kali bercermin, Ayumi juga menyadarinya.

"Mama harusnya dukung dong bukan malah bikin insecure," gerutu Ayumi siang itu.

"Justru itu mama pengen ngelindungin kamu biar nggak kena bully netizen."

Ayumi ingin membantah, tapi omongan mamanya ada benarnya juga.

Jadilah hari ini Ayumi terpaksa ikut panas-panasan bersama ratusan mahasiswa baru dari berbagai daerah.

Awalnya Ayumi merasa bahwa di sini nasibnyalah yang paling malang. Namun setelah berkenalan dengan Kinan, Ayumi baru menyadari bahwa nasibnya jauh lebih beruntung jika dibandingkan dengan Kinan.

Ayumi yang sempat tidak punya motivasi untuk belajar mendadak memiliki semangat setelah mendengar cerita dari Kinan. Gadis itu dengan susah payah mencari beasiswa agar bisa masuk kuliah.

Karena keterbatasan ekonomi, Kinan bahkan sempat gap year. Waktu satu tahun itu ia gunakan selain untuk mencari beasiswa juga untuk bekerja membantu keluarganya.

Kinan punya adik dan orang tua yang harus ia perjuangkan. Salah satunya yaitu ia harus mampu memerbaiki perekonomian keluarganya dengan mengejar pendidikan tinggi.

Doa terbaik dari Ayumi untuk Kinan, gadis itu sungguh luar biasa jika dibandingkan dengan dirinya yang cuma anak tunggal dan apa-apa tinggal minta. Ayumi merasa beruntung bisa bertemu dengan Kinan yang mampu memberinya banyak pelajaran tentang hidup.

Kembali lagi tentang The Holy Trinity yang sempat disinggung oleh Kinan saat jam istirahat tadi siang.

Bagaimana Kinan bisa tahu tentang ketiga lelaki itu sedangkan ia masih mahasiswa baru?

"Temen-temenku yang udah duluan masuk kampus sini sering banget cerita soal mereka," ucap Kinan.

"Sebenernya mereka itu siapa?" Ayumi mulai penasaran karena selain Kinan, ada banyak mahasiswi baru yang membicarakan ketiga laki-laki itu. Ayumi tak sengaja mendengar istilah The Holy Trinity disebut berkali-kali.

Kinan belum menjawab. Ia lantas menggenggam tangan kanan Ayumi, bersiap untuk menyeberang.

Dengan dibantu satpam kampus yang berjaga, dua gadis itu pun menyeberang dengan selamat. Mereka lantas berjalan beriringan menuju ke kost Kinan. Awalnya Ayumi cuma kesepian karena di kost-nya dia belum punya teman. Namun sepertinya alasan Ayumi berkunjung jadi bertambah.

"Nanti aku ceritain pas udah sampai di kos. Tapi aku mau belanja dulu. Kamu mau ikut apa nunggu di kost aja?" tawar Kinan.

"Ikut aja deh," sahut Ayumi. Kinan tersenyum menanggapinya. Mereka lantas berjalan menuju ke tukang sayur yang tak jauh dari kost Kinan berada.

🌕🌕🌕

"Mau sampai kapan sih kayak gini terus?"

"Nggak malu apa kamu nggak lulus-lulus?"

Padahal Lingga baru hendak meneguk air mineral dingin yang dituangnya ke dalam gelas. Ia baru tiba di rumah setelah seharian ikut berpartisipasi dalam kegiatan ospek. Lingga sudah cukup kelelahan secara fisik, ia tidak mau menambah rasa lelah pada batinnya.

"Lihat tuh-"

Belum selesai kalimat itu dilontarkan, Lingga buru-buru pergi meninggalkan dapur, sekaligus meninggalkan mamanya yang tentu saja semakin dibuat geram karena tingkah anak sulungnya.

"Lingga! Mama belum selesai ngomong!"

"Ngomel maksud mama? Besok aja lagi. Sekarang aku capek, mau istirahat," sahut Lingga kemudian naik ke lantai dua menuju ke kamarnya.

Membuka pintu dengan gontai, sebab sisa tenaga yang ia miliki hampir habis hanya untuk mendengar omelan mamanya. Apalagi ia tadi tidak jadi minum. Keburu malas.

Katakanlah Lingga bersikap tidak sopan kepada wanita yang sudah merawat dan membesarkannya. Ayolah, Lingga cuma bercanda. Wanita itu hanya merawat adiknya, bukan dia. Wanita itu hanya peduli pada satu anaknya, Januar.

Lingga cukup sadar diri. Anak tiri memang harus tahu diri ya kan?

Baiklah, Lingga tidak mau memerkeruh pikirannya dengan hal-hal yang sudah ia anggap lumrah di rumah ini. Tapi kepalanya pusing, sepertinya memang ia kekurangan oksigen. Namun untuk turun dan mengambil minum ke bawah rasanya malas. Lingga merasa enggan untuk bertemu mamanya Januar.

"Bang."

Ada suara dari luar. Lingga dengar, ia tahu, juga sadar suara itu milik siapa. Namun kepalanya masih terlalu berat, badannya masih terlalu penat untuk membukakan pintu.

Lingga memang tidak menyukai mamanya, namun bukan berarti ia bisa melakukan hal yang sama kepada sang adik. Januar berbeda, tabiat anak itu tidak sama seperti orang yang telah melahirkannya.

"Bang, makanan sama minumannya gue taruh di sini ya? Lo nggak usah turun ke bawah. Kalau butuh apa-apa WhatsApp ke gue aja. Gue ada di kamar,"

Lingga memijat pelipisnya yang berdenyut. Ia telah melewatkan sarapan dan makan siang. Perutnya sakit dan kepalanya pusing. Suara Januar yang begitu tulus memperhatikannya terasa seperti tetes hujan pertama yang jatuh ke bumi.

Lingga merasa memiliki sedikit kekuatan. Meski lemas ia tetap berjalan ke arah pintu kemudian membukanya. Saat pintu terbuka sempurna, kedua sudut bibirnya terangkat. Ia membungkuk untuk mengambil nampan yang penuh dengan makanan, minuman, serta camilan.

Namun satu hal yang membuat senyumnya semakin lebar adalah sebungkus Magnum Mild yang sisa setengah.

"Berani juga ni bocah," desis Lingga dengan senyum jumawa. Lantas ia masuk dan mengunci pintu kamarnya.

🌕🌕🌕





The Holy Trinity
Who are they?

Moonlight LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang