7.a

178 14 0
                                    

Sehari sebelumnya di sabtu siang

Setelah dua hari Ja tak kunjung membalas pesannya, First pun memutuskan untuk menemui Ja di parkiran saat hendak pulang, karena saat istirahat tadi Ole mengajaknya makan bersama di kantin jadi First tak sempat berbicara dengan Ja meski ia melihat Ja dan ketiga temannya yang lain tengah makan dikantin juga, bahkan ia sempat bertemu pandang dengan Ja, tetapi sahabatnya itu segera memalingkan wajah.

"Ja!"

Ja yang tengah memasangkan helm untuk Parlika seketika menoleh saat namanya dipanggil.

"Ah, sorry.." First cukup terkejut karena ia pikir Ja sedang tidak bersama Parlika. Parlika hanya tersenyum, sedangkan Ja menyahut, "First?"

"Um, bisa bicara sebentar? Sebentar aja, 5 menit."

Ja menoleh seolah meminta izin pada Parlika, dan Parlika mengangguk setuju seraya tersenyum kecil. Ja pun menghampiri First yang berdiri beberapa meter di depannya.

"Ada apa?" Nada bicara Ja masih terdengar dingin membuat First gugup dan lupa dengan apa yang akan diucapkannya.

"Um, itu.. Itu.." Ditambah tatapan mengintimidasi dari Ja, First semakin terikat lidah. "Gue minta maaf. Gue tahu lo kecewa karena gak ngomong kalau mau pindah ke klub basket. Tapi serius, awalnya gue cuma mau bikin lo terkejut aja. Dan karena gue juga sekelas sama Ole, jadi gue minta bantuan dia... Sorry Ja..." Jelas First penuh sesal, raut wajah manisnya juga menyiratkan penyesalan yang mendalam.

Melihat itu Ja menjadi tak tega. Kekesalannya menguap, tatapannya pun melembut. Menghembuskan napas, "Ok, gue juga minta maaf kalau terlalu berlebihan. Gue emang kecewa karena lo lebih milih bantuan Ole dari pada gue. Gue serasa gak dianggap."

"Gak gitu kok!" Sergah First cepat. "Gue cuma mau bikin surprise aja, tapi ternyata malah bikin lo kesel."

Ja tersenyum kecil. "Ya udah, gue udah gak marah kok."

"Tapi lo gak balas chat gue, di grup juga gak muncul." Kata First dengan raut wajah sedih.

"Kan masih kesel, sekarang udah enggak. Tapi..." Ja menggantungkan ucapannya. "Lo deket banget kayanya sama Ole." Sebuah pernyataan bukan pertanyaan.

"Ah, itu...." First tersenyum salah tingkah. Wajahnya juga sedikit bersemu merah. "Karena kita sekelas, well lumayan deket juga.."

"Oh.." Sahut Ja singkat dengan wajah yang entah mengapa kembali terlihat kesal.

"Ja.."

Panggilan Parlika menginterupsi percakapan mereka.

"Ah sorry, udah lebih 5 menit ya?" First merasa tak enak. "Ya udah sana, kasihan Parlika nunggu."

"Lo pulangnya gimana?"

"Naik bus lah biasa, gimana lagi emang?" Jawab First tersenyum kecil.

"Sendiri?"

"Beam udah pulang, Puth sama Seng ada kegiatan klub, jadi gue pulang sendiri."

"Lo mau nunggu di sini? Gue anter Parlika dulu, tar jemput lo lagi ke sini ya?"

"Gak usah, takut hujan juga udah mendung. Lo anter Parlika aja sana. Gue gak apa-apa kok." Tolak First.

Namun Ja bergeming ragu, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.

"Ja, masih lama gak?" Suara Parlika kembali memanggil.

"Udah sana!" First mendorong Ja pelan. "Gue pulang duluan ya, Bye!" Pamitnya tersenyum -dipaksakan. First berbalik dan hendak melangkahkan kaki tapi Ja menahan lengan kirinya hingga ia kembali berbalik.

[JaFirst AU] Be MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang