Bab 3 - Niat Balas Dendam

7 2 0
                                    

Kebencian Anya kepada ayahnya mendarah daging, mungkin memang benar Darius ayah biologisnya, tapi bukan berarti Anya bisa melupakan kesalahan besar Darius Marcello. Bahkan saat ini dia yakin Darius tak mengenal Anya sebagai anak yang pernah dicampaknya.

"Nya, gue mau lo hamil!"

Napas Maya tersekat, ia seperti lupa bagaimana cara bernapas seolah jantung tertusuk-tusuk nyaris berdarah. "What? Hamil? Gila lo! Gue gak mau!"

"Ayolah, Nya. Kita berteman udah dari zaman sekolah dulu. Masa tega lo sama gue." Ini bukan masalah tega gak teganya, masalahnya dia gak pernah cinta dengan Raka, mana mungkin mereka making love tanpa cinta. Ini lama-lama Raka gak waras ya, omongannya makin ngelindur.

"Gue bilang gak mau ya gak mau! Lo itu budeg ya, gue gak bisa hamil anak lo." Cukup dia bodoh menikah dengan Raka, jangan tambah se-ons lagi begonya karena harus hamil anak Raka.

"Ayah tiri gue akan memberikan seluruh warisannya atas nama gue dengan syarat kita punya anak." Raka tidak mungkin menikah wanita lain untuk mencari anak.

"Bukannya lo sering main sama perempuan-perempuan itu, atau lebih baik lo nikahi Adelia." Raka mengacak rambutnya frustasi. Ia kesal dengan kelakuan Anya, dia sudah bisa menebak jawaban Anya akan seperti ini, tidak memuaskan hatinya.

"Gue gak suka sama Adelia!"

"Terus lo suka sama gue? Nggak juga kan?" Raka memijat pundak Anya agar kali ini mau menerima tawarannya lagi.

"Lo itu satu-satunya teman terbaik gue. Selama ini gue selalu bantu lo 'kan? Sekarang masa lo gak bisa bantu gue, lagipula nanti kita sama-sama untung."

"Untung dari mana? Gue buntung iya." Anya menyingkirkan tangan Raka.

"Jangan cari kesempatan lo. Dasar buaya ganjen!" Anya bukan gadis-gadis bodoh itu, mau aja diperdaya Raka. Dia nikah sama nih orang karena tergiur uangnya, eh taunya dapat mertua serakah seperti Monic.

"Maaf … maaf. Masalah uang sepuluh juta dollar gue akan pasti semuanya jadi milik lo." Anya mengangguk halus sembari menyemat senyum nanar.

"Nyokap gue baru di kubur, lo pikir orang mati bisa balik lagi. Gue butuh duit itu pengobatan ibu, bukan untuk urusan gak jelas."

"Paling nggak lo masih punya Anisa, lo bisa pake uang itu buat lanjutin kuliah Anisa." Benar juga kata-kata si oon ini, tapi omongan Raka udah gak bisa dipercaya lagi.

"Gue tetap gak mau!" ucap Anya. Kalau dia langsung menerima tawaran Raka ah gengsi ih.

"Tega amat lo Nya, lagian kalau kita punya anak warisan gue bisa dibagi dua, lo gak perlu pusing masalah uang, hidup adik lo juga bisa terjamin." Rayuan Raka seperti racun, dia aja membujuknya.

"Gue takut hamil, gue bisa gendut, jelek, ntar kita cerai gue gak laku. Lha lo sih enak bisa jadi sugar daddy." Anjrit nih perempuan pikirannya udah sampai sono aja. Padahal Raka gak pernah niat pernikahan mereka berakhir dengan perceraian. Ya nikah, nikah aja, tapi rumah tangga gak semua jalan terbaik itu cerai.

"Emang lo pikir kita akan cerai. Dalam perjanjian kita dulu gak ada tertulis setelah ini mungkin lo dan gue cerai."

"Hah? Jadi maksud lo, gue harus numbal diri sama lo sampai tua nanti." Ini gila sih, dia nikah sama Raka aja malapetaka, gimana ceritanya sampai tua? Ya kali Anya gak pengen cari kebahagiaan sendiri.

"Ya, bisa dibilang gitu. Lo kan tau gue gak suka berhubungan dengan perasaan. Gue gak mungkin cinta sama lo sampai tua nanti, lo bebas kok mau sama siapa aja, gue gak pernah ngelarang, tapi jangan sampai keluarga besar gue tau terutama bokap." Sebenarnya ini kesempatan Anya membalaskan dendamnya pada si Darius Marcello. Sejak dicampakkan Darius, Anya, Anisa dan almarhum ibu sangat menderita. Anya sampai harus sekolah sambil bekerja membantu ibunya, sedangkan si Monic sudah merebut Darius dari ibunya, dan menikmati hasil kerja ayahnya selama ini.

"Baiklah, gue setuju." Raka memeluk Anya antusias, akhirnya Anya mau juga mendengarkannya.

"Beneran lo Nya, gue senang banget. Masalah Mama tenang aja gue akan usahakan kita pindah dari rumah ini."

"Senang, senang juga tapi gak usah pake peluk segala. Kalau lo baper gue yang repot." Sontak Raka membanting tubuh Anya di ranjang. "Astaga Raka! Lo laki kasar amat, untung lo banyak duitnya jadi gue it's okay." Anya menghela napas panjang, dia masih sangat sedih dengan kematian ibunya. Kenapa secepat ini rasanya? Selama ini Anya bertahan di rumah ini demi ibunya, bahkan saat dia dan Raka menikah ibunya dirawat rumah sakit dan tak bisa menghadiri pernikahan mereka, tidak ada alasan Anya bertahan, tapi sekarang dia bertahan demi dendam pada ayahnya.

"Oh … jadi lo mau gue elus-elus kini." Raka membelai pelan pipi Anya seketika membuat wanita melirik jijik pada Raka.

Anya bergidik geli. "Lo jangan bikin gue jijik, rasanya gue mau muntah. Gue ini bukan cewek-cewek bego lo itu termakan rayuan gombal dari mulut jahanam lo."

Raka sudah tak heran lagi dengan sikap menyebalkan Anya, meski begitu dia tahu Anya wanita yang baik dan apa adanya, jarang sekali ada wanita seperti Anya, berkorban demi keluarganya walau harus melemparkan dirinya ke sarang buas seperti ibunya. Harus Raka akui Anya wanita hebat yang pernah dia kenal, Anya mandiri, tangguh, menyayangi keluarga, namun rasa sakit pernah ditinggal ayahnya menjauhi sosok laki-laki ingin berhubungan dengannya, untungnya Anya gak pernah menjauhinya karena mungkin wanita itu tahu jika dia buaya.

"Jadi kapan kita proses buat baby?" Anya tersenyum kecut, si Raka gak sabaran banget. Mau ngapain juga buru-buru, emang nih orang kalau gak nyusahin gak bisa.

"Sabaran kek lo, gue harus menyiapkan batin gue buat ditiduri laki-laki bejat. Itu titid lo dibersihin, gue gak mau ada bakteri masuk ke rahim gue." Raka menyungging senyum sumbang untuk istrinya, Anya belum pernah rasanya gimana nih rudal masuk ke sarang liangnya, dia rasa Anya bakalan nagih.

"Ah, lo demen amat jijik sama gue. Asal lo tau rasanya itu nikmat, dan lo pasti suka. Gimana kalau malam ini aja?" ucap Raka enteng. Hidup Raka memang seolah gak punya beban, masalah apapun dalam hidupnya selalu terdengar sepele di telinganya.

"Gila lo! Buru-buru amat kayak lari maraton, gue udah bilang butuh waktu 'kan? Lo jangan suka ngadi-ngadi deh, Ka." Anya menggerutu sebal, dia gak mau ikutan gila mending kabur dari otak mesum Raka.

"Semakin cepat semakin baik bego!"

"Gak deh makasih, lain kali aja. Gue mau ke dapur, udah sore ntar nyokap lo nyinyir lagi  ke gue."

"Yaelah gue belum selesai bicara, Anya." Raka berteriak melihat wanita itu tak  meninggalkan Raka dengan muka tak berdosanya.

Pernikahan Sepuluh Juta DollarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang