Bab 4 - Mengingat Almarhum Ibu

8 2 0
                                    

Anya memotong bawang untuk memasak, ia masih merasa sedih kehilangan ibunya. Andai waktu bisa berputar Anya ingin memeluk erat ibunya. Lima tahun yang lalu Raka datang dan meminta menikah dengannya, kebetulan kondisi ibunya sangat memprihatinkan. Ya, karena malu meminjam uang dengan juragan Anya meminta tolong Raka, tapi si bangke itu justru memanfaatkannya.

Lima tahun yang lalu ….

"Nis, gimana keadaan ibu?" Anya terengah-engah, dia berlari dari parkiran rumah sakit hingga ke ruang IGD. Saat bekerja Anya mendapatkan telepon dari Anisa jika ibunya pingsan.

"Nisa gak tahu Kak," ucap Anisa panik. Anisa masih dengan seragam sekolah putih abu-abunya. Seharusnya ini akan menjadi hari paling bahagia untuk Anisa, dia telah lulus sekolah dengan nilai tertinggi. Namun, saat pulang sekolah ia mendapati ibunya jatuh pingsan.

Anya bolak-balik menunggu kabar ibunya. Kepanikan mulai muncul di pikiran Anya, dia tau jika ibunya sakit keras dan perlu biaya cukup mahal, sedangkan tabungan Anya untuk biaya kuliah Anisa.

Ceklek ….

Deritan pintu berbunyi, seorang perawat perempuan keluar dengan muka cemas menghampiri Anisa dan Anya.

"Sus, gimana ibu saya?"

"Apa ibu saya udah sadar?"

"Kita boleh temui ibu sekarang?"

"Kak, satu-satu dong," komentar Anisa. Ia juga merasa khawatir, tapi tidak seperti Anya menyerobot pertanyaan begitu banyak.

"Maaf, maaf, aku panik." Anya menghempaskan napas panjang sejenak. "Gimana keadaan ibu saya?"

"Ibu Lastri harus melakukan kemoterapi rutin, bulan lalu Bu Lastri tidak melakukan seperti jadwal, dan mengakibatkan kankernya menyebar." Anya terduduk sedih, dia menangis dengan berita barusan. Kemoterapi memang membutuhkan uang banyak, Anya hanya gadis miskin yang hidupnya pas-pasan, kemoterapi harus dilakukan enam siklus tergantung respon kanker tersebut.

"Saya usahakan ibu akan melakukan kemo lagi." Tak lama dari itu dokter keluar setelah menangani ibunya.

"Anya, bisa ikut ke ruangan saya." Anya mengangguk halus.

Anya berjalan di belakang dokter, ketakutan menghantam Anya. Dia terus berdoa agar Tuhan memberikan ibunya umur panjang. Bagi Anya, Lastri bukan saja seorang ibu, tapi juga ayah.

Anya duduk di kursi ruangan dokter. Dia meremas tangannya takut. Berita apapun itu membuat hati Anya hancur, andai saja penyakit ibunya bisa tertukar dengan dirinya.

"Ada apa, Dok?" Anya tau rasanya mustahil upaya ibunya sembuh, tapi paling tidak Lastri bertahan dengan pengobatan-pengobatan yang dianjurkan dokter.

"Saya sarankan ibu kamu melakukan operasi tulang sumsum belakang."

"Operasi, Dok?"

"Iya, saya punya teman bekerja di Mount Elizabeth Hospital. Di sana ibu kamu bisa mendapatkan penanganan lebih baik." Anya tercenung, biaya operasi pasti sangat mahal, biaya ke sana kemari juga tidak murah. Darimana Anya harus mencari uang, gaji hanya tidak seberapa.

Anya keluar dari ruangan dokter dengan hati gundah, tapi jika tidak operasi penyakit ibunya akan semakin parah.

"Ya Tuhan, gue harus apa coba? Gue harus cari uang sebanyak-banyaknya. Apa gue cari kerja tambahan?"

"Anya!" Gadis ini menoleh ke sumber suara itu, dia melihat dewa penyelamatnya dan dia tersenyum senang.

"Raka, lo kok ada di sini?" tanya Anya menghampiri Raka. "Kebetulan lo di sini, gue butuh bantuan lo. Pinjam duit dong." Anya tidak suka basa-basi, dia terkesan ceplas ceplos dan apa adanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pernikahan Sepuluh Juta DollarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang