Chapter 22

2.9K 316 27
                                    


*Selamat Membaca**
=====


Shani duduk seorang diri disebuah halte bus, selesai meeting bersama Gracia tadi hati Shani semakin kacau. Bahkan Shani menolak untuk pulang bersama Desy dengan alasan dia ingin sendiri.

Desy memaklumi keinginan Shani karena pasti berat setelah bertemu Gracia lagi terlebih sikap Gracia seolah tak mengenal Shani sedikitpun.

“Aku kangen kamu Ge.” Akhirnya air mata Shani tumpah juga, Shani menangis dengan menutup wajahnya.

Sakit sekali rasanya saat Gracia memperlakukan Shani layak nya orang asing, Shani tidak fokus dengan meeting nya tadi dan beberapa kali disenggol oleh Desy. Tatapan Shani tak lepas dari Gracia yang masih saja sibuk berdiskusi pada Chika sekretaris nya.

“Hay manis, sendirian aja neng.” Shani terkejut saat mendengar suara lelaki di dekat nya.

“Mau apa kamu!!”

“Temenin abang minum yuk.” Shani menutup hidung nya kala aroma alkohol tercium.

Shani memundurkan langkah nya kala menyadari lelaki tersebut sedang mabuk, Shani merutuki kebodohan nya bisa-bisa nya menangis di tempat sepi seperti ini.

“Pergi atau saya teriak!!.” Ancam Shani.

“Teriak aja, gak akan ada yang nolongin elu.” Lelaki brengsek itu tertawa meremehkan Shani.

“Ikut gue!!” Gertak nya pada Shani yang kemudian mencekal pergelangan tangan Shani.

“Tolongg!!.” Teriak Shani yang berusaha menarik tangan nya.

Sebuah mobil sport berhenti didepan halte bus, keluarlah seorang perempuan dengan membawa tongkat bisbol nya.

Berjalan menghampiri Shani kemudian memukul si lelaki brengsek tersebut, Shani terkejut saat lelaki tersebut sudah jatuh.

“Ge..” Ucap Shani saat melihat Gracia yang menolong nya.

Gracia menarik Shani menjauhi lelaki tersebut, dapat Gracia rasakan tubuh Shani gemetar karena takut.

“Kamu gakpapa?” Tanya Gracia lembut seraya menghapus air mata Shani.

“Ge, di belakang kamu.” Teriak Shani.

“Aarrgghhh..” Rintih Gracia saat tangan kirinya tergores oleh pecahan botol saat menangkis dari pukulan lelaki tersebut.

Gracia menendang perutnya hingga tersungkur kembali, Gracia mengambil tongkat nya kemudian kembali mengayunkan tongkat nya tanpa ampun.

Darah mengucur dari kepala serta hidung lelaki tersebut namun Gracia belum juga berhenti, lelaki biadab ini harus mati ditangan nya malam ini juga.

“Ge udah, dia bisa mati Gracia.” Shani memeluk Gracia dari belakang yang membuat Gracia berhenti dengan nafas yang masih naik turun.

“Lepas ci.” Pinta Gracia namun Shani menggeleng.

“Lepasin sebentar aja, aku mau nelfon.”

“Nggak mau Gege, kalau mau nelfon ya nelfon aja. Biarin aku begini terus.”

“Masih sama kayak dulu, keras kepala.” Batin Gracia.

Gracia mengambil ponsel nya yang berada di dalam saku celana, kemudian menghubungi seseorang dengan Shani yang masih memeluknya erat.

Gracia tak masalah toh tidak mengganggu apa yang ingin ia lakukan, sementara Shani merasa begitu nyaman aroma tubuh Gracia masih tidak berubah.

“Hallo kak, sibuk gak.” Tanya Gracia sesaat setelah panggilan nya tersambung.

ᴛʜᴇ ᴏɴᴇ ᴀɴᴅ ᴏɴʟʏ (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang