Part 5

1.6K 172 76
                                    

🖤Happy Reading🖤
•••

Ren harusnya menjauh, Ren harusnya tidak peduli namun lihat apa yang Ren lakukan sekarang, Ren tidak tahu apa yang mendorongnya menghampiri Gianna dan Dave, Ren hanya mengikuti kemana langkah kaki membawanya.

Lalu berakhirlah Ren disini, bersama Gianna—adik tingkatnya di dalam mobil—berdua.

"Gue nggak tahu lo kenal Dave," Ren berujar dengan sebelah alis terangkat.

Hening yang melingkupi mereka selama setengah perjalanan terpecahkan karena sepatah kata yang keluar dari mulut Ren.

Gia menoleh. "Ya?" tanyanya. Gia menoleh bingung.

"Lo ada masalah sama Dave?" Ren bertanya lagi, mengeluarkan seluruh rasa penasaran yang melingkupi isi kepalanya sejak tadi.

Gia terdiam sejenak lalu disusul dengan gelengan kecil dari kepalanya. "Nggak," jawab Gia singkat, terdengar agak ketus di telinga Ren.

"Gue kenal Dave lama banget, jauh sebelum gue masuk kampus." Ren menjelaskan, tatapan dan gesturnya masih tetap fokus pada pandangan di depannya, berkendara. "Dia problematik, orang kayak lo disekitar dia harusnya jadi pertanda kalau there's something between you both." Ren tidak tahu apa yang mendorongnya berkata seperti ini, tapi terkutuklah mulut sialan Ren.

Gia mengernyitkan keningnya. "Bukan urusan lo," ucapnya singkat.

Ren melongo dibuatnya, cowok itu kaget namun dengan cepat mampu mengontrol ekspresinya. "Gue tahu," Ren mengangguk–anggukan kepalanya. "Cuma mau ngingetin aja."

Gia diam, tidak membalas. Dalam hati Gia mengutuk dirinya sendiri, harusnya tidak perlu seketus itu namun Gia belum siap lebih jauh dari yang ia bayangkan. Menarik napas, Gia membuang pandangannya lagi keluar.

Ponsel Gia berdering. Terkejut, Gia langsung merogoh ponsel dalam tas kecilnya. Jantung cewek itu berdegup kencang dan sesuai dengan apa yang ditakuti isi kepalanya, Dave menghubungi Gia.

Gia meletakan ponsel kecilnya itu di samping paha kiri, mencoba menghindar dari Ren meskipun Gia tahu cowok itu tidak mungkin segitu ingin tahu dengan urusan Gia.

"Nggak lo angkat?" Ren bertanya.

Gia menggeleng. "Nggak penting."

Tepat setelah Gia mengatakan kalimat tersebut, ponsel cewek itu berdering lagi, dan seperti di detik sebelumnya, Gia mengabaikannya.

"Angkat aja, daripada lo menggigil gemetar gitu," ujar Ren seraya melirik Gia sejenak lalu kembali mengalihkan pandangannya.

Gia menggeleng—lagi. "Nggak penting," ujarnya untuk kedua kalinya lalu menekan tombol silent pada ponselnya dan meletakannya pada samping paha kanannya.

Tepat setelah ponsel itu mendarat di samping paha kanan Gia, layarnya kembali menyala dan menunjukan satu pesan masuk dengan nama pengirim yang tertera jelas. Gia hampir saja berhasil meraih ponsel yang hanya berjarak seinci dari pahanya namun Ren lebih dulu mengunci pergerakan Gia dengan menyingkirkan tangannya dan meraih ponsel cewek itu.

"Apa–apaan sih?!" Gia menyentak kesal sambil berusaha meraih ponselnya.

"Lo diem atau kita nabrak?" Ren menyingkirkan tangan Gia yang berulang kali mencoba meraih ponsel miliknya lalu memindahkannya dari tangan kiri ke tangan kanan.

"Ngapain sih?! Bukan urusan lo!" Gia lagi–lagi berteriak, suaranya putus–putus, terlihat jelas sangat kesal.

Ren menepikan mobilnya tepat disamping pohon rindang di tepi jalan. "Sorry to say, tapi gue kepo." Ren menjawab sembari mengerlingkan matanya ke arah Gia dan mulai membuka satu pesan dari Dave.

INNEFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang