31 - Sad(Happy)Ending

32 3 0
                                    

"Bangun, Kai. Masih banyak yang belum selesai."

Reta menutup wajahnya dengan kedua tangan. Menahan segala isakkan yang keluar dari mulutnya. "Gue menye-menye kalau udah lihat lo kayak gini."

"Kai, gue mohon. Bangun! Lo belum lihat hasil ujian kenaikan kelas, Kai. Lo belum dengar pengumuman juara umum. Masih ada satu kelas lagi, Kai. Ini yang lo tunggu-tunggu, kan? Cepat-cepat kelas dua belas agar lo bisa ngerasain jadi senior."

"Lo juga mau cepat lulus, kan? Lo harus sadar. Lo harus ngerasain kelulusan. Harus banget! Gak boleh sampai nggak, Kai! Gue bakal marah kalau lo sama gue gak sama-sama naik kelas dua belas."

Reta terkekeh pelan. "Walaupun lo pasti naik sih. Lo pintar, sedangkan gue..." Gadis itu memejamkan matanya. "Sesak, Kai. Gue pengen kayak lo aja rasanya. Pengen nemenin lo. Pengen ngerasain sakitnya yang lo rasain juga."

Reta memukul tembok yang berada di samping dengan kencang. Rasanya menyakitkan. Sangat-sangat menyakitkan. Reta ingin memutar waktu kembali. Ingin memeluk gadis itu erat-erat dan tak akan membiarkannya untuk pergi. Dia akan selalu menahan Kai. Tidak akan membiarkan gadis itu terluka lagi.

Andai saja sifat egoisnya lenyap saat itu. Andai saja Reta sadar dengan ketulusan Kai. Andai saja Reta bisa lebih bersikap dewasa. Semua ini tidak akan terjadi.

Reta menyesal lagi dan lagi akan seperti itu.

"Reta..." panggil Fian yang sudah ada di sebelah gadis itu.

Reta tersentak. Dia mengusap kasar air matanya. "Lo mau lihat kondisi Kai? Kalau begitu gue keluar-"

"Di sini aja, Ta."

Reta terdiam. Fian mau apa?

"Temenin gue. Kita sama-sama orang terdekat Kai, kan? Siapa tau dengan adanya kita di sini, Kai bisa sadar. Gue cuma mau itu. Cuma mau Kai sadar dan yang pertama kali dia lihat gue dan lo." Fian melirik Reta yang hanya bisa terdiam. "Lo sahabatnya, kan?"

"Iya," jawab Reta pelan. Gadis itu mempersilahkan Fian untuk duduk di kursi.

Fian menaruh sebuket bunga mawar merah di samping tubuh Kai yang masih setia memejamkan mata. "Buat kamu. Waktu itu belum sempat." Tangan Fian terulur mengusap lembut surai hitam milik kekasihnya itu. "Kai, kamu tau, kan? Kamu adalah cinta pertama aku dan akan jadi yang terakhir."

"Aku akan tetap bersama kamu. Aku gak akan pernah meninggalkan kamu sendirian, Kai. Karena kamu perempuan yang sangat pantas untuk disayangi banyak orang. Perempuan cantik yang akan selalu menjadi kesayangan Fian."

"Kaisa Asander... gadisnya Fian Mahendra."

Reta mengukir senyuman. Kai beruntung mendapatkan lelaki seperti Fian. Lelaki yang selalu berusaha untuk menjaga gadisnya. Reta menghela napas pelan, dia ingin keluar, tetapi dilarang oleh Fian. Gadis itu terdiam, saat melihat tangan Kai yang bergerak pelan.

Reta segera menepuk pundak Fian. "Fian... lihat... tangan Kai gerak!"

Fian tersenyum. "Udah gue bilang. Kai gak akan pergi." Laki-laki itu menekan bel untuk memanggil perawat dan dokter.

"Dokter, Kai sadar! Kai sadar!" ujar Reta dengan mata berbinar bahagia.

Dokter segera memeriksa kondisi Kai dengan teliti. "Alhamdulillah, kondisi pasien sudah membaik. Pasien berhasil melewati masa kritisnya. Tetapi, keadaannya masih lemah." Dokter itu menyuruh perawat melepas alat-alat yang sudah tidak diperlukan Kai.

"Terima kasih, Dokter." ucap Reta dan Fian.

***

Gadis dengan bola mata cokelat itu, mengerjap lemah. Menatap satu per satu orang-orang yang mengerumunginya dengan senyuman tipis.

I'M KAI! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang