#TujuhBelas | Rumor

134 8 1
                                    

Pendirian seorang Damar nyatanya memang begitu kuat. Ia tak akan goyah hanya karena tubuh wanita lain. Sepanjang menatap Jessica, ia hanya mengerutkan dahinya. Satu hal yang ia sesali saat ini adalah keputusannya untuk menikah kontrak dengan wanita itu.

"Jess.. udah, ya. Gue bener-bener minta maaf.." tanpa ragu, Damar langsung menutupi tubuh Jessica dengan selimut yang sedari tadi ia pegang. "Gue akan beresin semuanya, denda kontrak juga akan gue bayar."

"Lo nggak bisa kayak gini, Damar.." tangis Jessica pun pecah. Perasaannya hancur. Ia memukuli dada Damar berulang kali. Kisah cintanya ternyata lebih tragis daripada film yang ia mainkan. Dan Damar hanya diam, sama sekali tak berkutik. Lelaki itu memberi kesempatan pada Jessica untuk meluapkan semua amarahnya.

Jessica merasa semua yang dilakukannya sia-sia. Sama sekali tak ada harapan. Harga dirinya sudah tidak ada lagi. Ia sudah gagal sebagai wanita. Ini sudah ke sekian kalinya Damar meninggalkannya. Tapi kali ini Damar benar-benar tidak akan kembali lagi.

Gue nggak bisa hancur sendirian, lo juga harus hancur, Damar..

Geram Jessica penuh dendam.

***

"Gue kan udah bilang, turutin aja maunya klien apa susahnya sih! Si Bastian juga, pakai cuti segala lagi di saat begini."

Siang itu di ruangan rapat kantornya, Citra memarahi Bianca dan tim desain grafisnya. Kebetulan art director mereka saat itu sedang cuti, sehingga segala tanggungjawab pekerjaan yang dipegang tim desain tersebut digantikan oleh Bianca sang project manager untuk sementara waktu.

"Mbak, gue udah make sure kemarin klien oke sama desain yang udah direvisi itu, terus mereka mendadak minta ganti desain lagi beberapa jam kemudian dan kita nggak bisa ngejar waktu postingnya. Makanya diakalin dengan yang kita bisa dan semirip mungkin.." Bianca mengambil jeda. "Desain yang mereka kasih terlalu ribet buat direvisi mendadak, Mbak."

"Nggak usah sok-sok ngide deh lo, Bi. Lo kan bukan anak desain juga. Lakuin aja apa yang disuruh, mereka tuh kecewa sama kita karena nggak bisa deliver konten yang mereka inginkan."

Perdebatan ini berlangsung alot. Bianca merasa dipojokan atas keputusannya sebagai project manager yang bertanggung jawab untuk urusan internal dengan tim desainernya itu.

"Lo lihat juga kan Mbak, referensi desain yang dikasih sama klien itu selain ribet juga norak banget, makanya kita bikin sebagus mungkin dan gue pikir lo bakalan meyakinkan mereka buat approval yang ini.." Bianca menunjukkan hasil desain konten tersebut dari laptopnya.

Tanpa melihatnya, Citra nampaknya masih ingin mengeluarkan semua uneg-unegnya. "Gini ya, lo udah berapa lama sih urusin klien? Ya mau senorak apa pun taste-nya klien, mereka kan yang ngasih duit ke kita. Udah, turutin aja apa maunya. Ngerti?!"

Bianca terdiam. Begitu pula tim desain grafis yang juga ada di sana.

"Pokoknya, besok pagi desain yang diminta harus udah di-submit ke klien. Gue tunggu jam 8 pagi!"

"Oke, Mbak," jawab Bianca menuruti permintaan Citra.

Citra kemudian merapikan laptop dan juga catatannya. Ia langsung pergi dari ruangan tersebut masih dengan menggerutu. Sementara Bianca saat ini merasa tidak enak dengan rekan-rekannya itu, karena mau tak mau mereka hari ini harus bekerja ekstra mengerjakan revisi dari klien.

"Sorry ya.. gue bikin kalian harus lembur.."

"Nggak apa-apa, Kak. Ini kita kerjain langsung aja dari sekarang biar nanti nggak pulang kemalaman."

"Gue pasti temenin kalian," ucap Bianca.

***

Lo kenapa payah banget sih, Bi? Ada masalah apa sampai keteteran urusin klien? Gara-gara pacar lo baru keluar dari rehab jadi nggak konsen gitu?

Double Take | OngoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang