Duka Keluarga Jenderal

86 7 0
                                    

1 bulan berlalu setelah kami kembali dari rumah pak nas, kami kembali menjalani kehidupan masing masing.

30 September 2022
20.00

Malam itu aku dan mama mengundang Dara dan mama nya untuk menonton film G30S PKI bersama sama. Ya, memang setiap tanggal 30 September, film itu selalu ditayangkan di stasiun TV nasional.
Kata mama, dulu semasa ia kecil, dia menonton film tersebut di layar tancap. Karena di jaman itu tidak banyak yang mempunyai televisi.

"Haloooo!!!!"
"Wahhh udah lama nih kita gak nonton film bareng ya jeng?"
"Mah, jangan gitu dong, ini kan film sejarah!"
"Iya deh anaknya mama yang paling pintar."

Saat film baru saja dimulai, tiba tiba kami berempat kembali ditarik oleh portal waktu.

"WOOOYYYYY!!!!!" -Vanya
"AAAAAAAHHHHHH!!!!" -Dara
"KITA MAU DIBAWA KEMANA?" -My Mom
"JANTUNGKU COPOT TOLONG!" -Mama Dara

1 Oktober 1965

Kami kembali lagi di tahun saat aku dan Dara bertemu dengan Ade.
Dan sekarang, kami berada di rumah jenderal D.I Panjaitan.

"Aduh.... Pusing..." -Mama Dara
"HEH, DARAH!" -Vanya
"AYO SEMUANYA BANGUN, CEPAT!" -My Mom
"APA!? KITA BALIK LAGI!?" -Dara

Beberapa saat kemudian, kami mendengar suara teriakan dan tangisan yang aku yakini dari Catherine Panjaitan, salah satu anak jenderal Panjaitan.
Ia berlari menuruni tangga, dan akhirnya dia menangis sambil berguling guling di lantai karena menyaksikan sang ayah dibunuh di depan mata.

Kemudian dia mengambil darah ayahnya yang berceceran di lantai dan diusapkan ke wajahnya.
"PAPI!!!!!!!!!!" teriakannya menggema ke seluruh bagian rumah.

Aku dan Dara berusaha menenangkannya dengan memeluknya. Tangisan kamipun pecah, apalagi Dara. Karena dia baru saja kehilangan ayahnya.

Sang mama mendengar jeritan putrinya dan tubuhnya seketika lemas, dan dengan berat hati dia membersihkan seluruh bagian rumahnya dengan darah yang berceceran dimana-mana.

Lalu sang mama berucap: "Kita harus membersihkan lantai ini. Jangan sampai adik adikmu melihat ini semua. Mereka tidak perlu tau, tidak perlu!" Sembari terus membersihkan lantai rumahnya.

Mamaku dan mama Dara juga ikut memeluknya. "Sabar ya nak, mungkin ini memang takdir kamu. Tuhan lebih sayang Papi, dia orang yang baik."

Kemudian, kami berempat beserta Catherine dibawa oleh portal waktu ke rumah pak Yani. Disana kami melihat anak anaknya yang menangis histeris, dan sang istri tak kuat menahan kesedihannya hingga diapun jatuh pingsan di lantai.

"HAH, YUNI!" aku dan Dara berteriak memanggilnya, sontak diapun menoleh ke arah kami berdua.
"DARA, VANYA!" Ia berlari dan memeluk kami bertiga.
"Bapak.... Bapak sudah tidak ada..."
Ucapnya.
"Papi juga sudah meninggal, Yuni.."
Sambung Catherine, merekapun berpelukan haru.

Lalu, kami diantar ke rumah pak haryono. Kondisi rumah mereka sudah hancur akibat terkena tembakan dimana mana, keluarga mereka menangis histeris saat tau rumah mereka sudah rata dengan tanah akibat tembakan. Ditambah lagi, mereka juga kehilangan sang kepala keluarga.

Esoknya, para jenderal sudah dikubur dan para keluarga menyaksikan dengan hati yang begitu terpukul.
"Anak anak, yang sabar ya. Jangan terlalu bersedih. Ayah kalian tidak suka jika kalian seperti itu. Doakan saja mereka agar tenang di alam sana."

To be continued... Again.

The story of Ade Irma Suryani NasutionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang