Sejak kapan Anna suka bintang? Kilau kecil yang terlihat jauh begitu indah, membuat manusia yang memiliki harapan banyak bisa mencurahkan hatinya kapan saja.
"Hahhh"
Di balik jendela malam sambil ditemani angin dingin, Anna menunmpukan kedua tangannya di dagu. Gadis dengan rambut Dora itu menatap langit malam dengan takjub dan sedih.
"Kenapa papah milih sekolah itu sih?" gumamnya.
Mata coklat terangnya berubah sendu, pikirannya mulai memaparkan gambaran tadi siang. Pertama kali melihat mereka saja ia sudah tidak suka, apalagi harus 2 tahun dengan penghuni kelas tersebut.
Si gadis dengan lipstik merah, si wajah jutek yang tidak pedulian, si pelawak yang candaannya enggak nyambung.
Anna mendengus, yang paling ia ingat adalah si caper Qilla.
"Arrgttt, kenapa aku mikirin manusia -manuisa menyebalkan itu cobaaaa"
Ia berdiri, malangkah bak raksasa sampai terdengar 'bak' agar sang Ayah mengetahui kalau dirinya sedang sebal.
"Anna, cepat tidur!"
Anna cemberut, menyilangkan kedua tangannya saat mendengar sang ayah hanya berteriak menanggapi kegaduhannya diatas.
Karena ingin menjadi gadis yang baik, Anna melangkah ke kasurnya. Bagaimanapun juga, ayah pasti lelah sudah bekerja. Tidak ada waktu untuk meladeni rasa egoisnya. Yang Anna harap sekarang adalah, semoga besok kelas yang dirinya masuki berubah.
☁️☁️☁️
Anna rasa, harapan yang ia jabarkan hanya menjadi pajangan saja. Lihatlah, saat kakinya menginjak dan duduk di ruangan kelas tersebut, tak ada satupun yang berubah.
Bibirnya berkedut tersenyum dengan wajah jengkel, penghuni kelas A1 sedang melakukan rutinitas paginya. Apalagi? Belajar.
Pagi-pagi melihat satu orang yang belajar saja, Anna sudah mau merobek buku yang dipegang dan meneriaki 'Ada yang lebih asik dari belajar!'. Apalagi satu kelas? ia mau meledak rasanya.
"Buat apa belajar pagi-pagi? Tidak akan merubah kalian menjadi Einstein"
"Wouh, jokesnya ulti"
Anna berjengit, kepalanya berbalik menatap ke belakang, tapi wajah yang awalnya masam itu semakin masam. Si pelawak yang candaannya garing ternyata sedang mendengarkannya.
"Anak baru! Aku tulisin kata yang kamu ucapin biar jadi pembelajaran yah!"
"Gak boleh"
Ia hampir saja tertawa, saat raut wajah Alleida, biasa dipanggil Ale, cowok kacamata yang sukanya bercanda tersebut berwajah kaget.
"Kenapa gak boleh? Aku tidak akan mengambil hak karyamu kok"
Anna menukik tidak mengerti, gadis itu memutar bola matanya malas meladeni cowok kurang kerjaan seperti Ale.
"Awas"
Anna mendongak, suara sarkas yang keluar dari seseorang benar-benar membuyarkan mood paginya. Anna mendorong kursi ke depan sedikit, agar orang itu dapat lewat tanpa berceloteh tentang hinaan yang bisa saja keluar kapan saja.
Helaan napas ia hisap pelan-pelan, sebentar lagi mata pelajaran pertama akan dimulai, olahraga. Dulu saat disekolahkahnya, Anna selalu semangat pada pelajaran ini. Stamina yang kuat, dukungan teman-temannya, dan bakat yang lahir dari dalam dirinya, ia jago dalam bidang fisik. Bahkan, Anna bercita-cita menjadi atlet ketika dirinya sudah besar nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
A1 (The Sircle Class)
Teen Fiction⚠️Taypo bertebaran ⚠️ On Going! Kirana Putri Adipati, nomor absen 20. Ia harus mengingat urutan absen itu, kalau tidak, gadis dengan rambut ala Dora itu akan kena amuk oleh teman sekelas barunya yang aneh semua.