Berkas Semu

31 3 0
                                    

Baru saja aku terbangun dari buaian malam. Mataku membelalak memindai segala sisi. Hanya ada gelap, gelap, dan seberkas cahaya putih jauh di arah kiri ku. Ku coba untuk beranjak pergi, namun kakiku serasa terikat benda kasar. Ia mengikatku erat, sampai gatal dan perih terus mengusik ku. Ku raih benda itu, namun, lagi-lagi tanganku terikat. Percuma aku memberontak, benda ini justru semakin erat.

Degap jantung berirama bagai lonjakan energi yang tak karuan. Mataku perlahan meneteskan segenap air lirih. Tanda tanya terus menggebu di relung hatiku, sementara pikirku melesat menyusuri lorong mencari jalan keluar.

Tak ada suara selain hembusan nafas parau ku. Mulutku berucap menyebut asma-Nya, perlahan berkas putih semakin mendekat. Namun tak lama kembali mengecil. Mataku kehilangan harap, mulutku terus berujar. Hening...

"Aeos zeph niphemos nisopvoj nincexe qifoj, jipvelep lidom nipzalnelep foso cepzel, vapfal qisvoleoep fotincej simaphep" samar-samar suara seseorang dari kejauhan memasuki telingaku. Entah apa yang dia ucapkan, tapi bisa ku simpulkan bahwa ia adalah seorang perempuan.

Perlahan, semakin menguat, dan terus berulang. Aku berusaha mendengar dalam, apa yang diucap. Namun nihil, tak ku dengar selain kata-kata tak beraturan. Degup jantungku semakin intens, kata-kata tak dapat lagi keluar. Keringatku mengucur deras.

"Aeos zeph niphemos nisopvoj nincexe qifoj, jipvelep lidom nipzalnelep foso cepzel, vapfal qisvoleoep fotincej simaphep"

"Aeos zeph niphemos nisopvoj nincexe qifoj, jipvelep lidom nipzalnelep foso cepzel, vapfal qisvoleoep fotincej simaphep"

Kepalaku tiba-tiba sakit, mataku perlahan memudar, tak lagi tampak namun terus ku dengar kata demi kata itu merasuk batinku. Hening ...

***

"aduh, sakit..." Lirihku, sambil memegang kepala dan kakiku yang terkulai lemas.

Aku mencoba bangun perlahan, semakin aku mencoba semakin pula sakit itu aku rasa. Kakiku seolah tak berdaya.

"NGIIINGGGGG!!!..."

Dengingan itu mencuat sekuat-kuatnya, seolah telingaku memekakan sendirinya. Pusing, bising, dan bayang-bayang akan wanita berpayung hitam muncul di depan mata. Wajahnya tertutup rambut yang terurai ke depan dan payungnya bertuliskan NEVO! ia berjalan dan berulang-ulang mengatakan "ditambah satu, ditambah satu". Ia terus mendekat sampai tiba-tiba sebuah mobil melesat cepat menabraknya. Aku mengernyitkan dahi, memejamkan mata. Setelah suara mobil itu perlahan menghilang. Mataku mendapati sepenggal kepala, rambutnya acak-acakan, dan sorot matanya tajam.

Aku terperanjat, jantungku seketika berhenti berdetak. Hening, mata itu menatapku lebih lama. Sampai bunyi denging itu kembali datang. Suaraku memeka, aku berusaha menutup telinga dalam-dalam. Namun, suara itu tetap ada, seolah asalnya dari dalam kepala.

***

Melodi lagu pop tahun 2000-an menggema di setiap sudut-sudut kota. Matahari cukup terik hari ini, sehingga tidak banyak orang yang berlalu lalang. Di sana, di bawah pohon rindang. Ada gadis berkuncir kuda tengah asik membaca buku. Sesekali ia mengayun-ayunkan kakinya selagi matanya mengamati kata demi kata yang ia baca.

***

Matahari terlihat mulai letih. Sementara di ujung cakrawala, awan-awan menutupi langit parau berwarna jingga. Seorang pria berwajah oval itu memainkan lagu Cinta Sejati dengan biolanya di bawah pohon rindang di taman kota. Seolah membawanya pada kenyataan pahit, matanya memejam meneteskan bulir jernih. Sesekali pria itu mengukir wajah sedih, namun tak lama, ia tersenyum kembali.

***

Mataku tertuju pada jam dinding di depan kelas. Jarum pendek menunjukkan angka dua. Tak lama lagi bel pulang berbunyi. Setelah 15 menit berselang, aku tak mendengar sekalipun suara bel. Bahkan tak ada satu orangpun yang bertanya atau sekadar mengintip keluar. Hening...

***

Hari demi hari, potongan memori perlahan meredup. Aku tidak lagi dihantui bayang-bayang abstrak misterius itu. Ponselku berdering menunjukkan pukul 6 pagi. aku yang sudah terbangun dari tadi memejamkan mata berniat menghilangkan mataku yang sembab. Ku langkahkan kakiku untuk mandi dan bersiap ke sekolah.

Setibanya di sekolah, mataku tertuju pada gadis berkuncir kuda yang melangkah pelan sambil menunduk membaca buku, bertuliskan "Aku dan Kamu". Aku menatap buku itu lama.

"Mata mungkin memejam, namun hati tetap melihat..."

Suara itu memecah fokusku, gadis itu menutup bukunya dan memeluknya erat. ia tersenyum tipis sambil mengangguk pelan. Ku balas senyumnya dan melangkahkan kakiku cepat menuju kelas.

Kelas tampak sepi, sampai suara rintihan lirih sayup² terdengar dari sudut kelas. Semua yang tengah fokus, mengarahkan pandangannya ke arah datangnya suara. Kosong... Tidak ada satupun siswa di sana.

Satu persatu siswa pelan-pelan berjalan keluar. Seolah tidak terjadi apa-apa. Aku melangkah menuju ambang pintu sambil melirik kecil ke sudut ruangan. Benar-benar kosong...

Semua siswa benar-benar ketakutan, merinding, dan penasaran bercampur jadi satu. Pelan-pelan muncul bayang-bayang pria jangkung dari sudut lorong gelap. Sekolah kami kebetulan bangunannya disusun dalam ruangan, bukan kelas-kelas berjajar menghadap lapangan. Suasananya benar-benar sunyi, hampa, dan mencekam. Pria itu punya sorot mata yang tajam. Tepat sampai di depan mata kami, ia melirik ke arah kelas. Tiba-tiba,

"AAaaAHHH, takutt... Selamatkan abang, neng" jeritnya melengking, lalu memeluk tiang. Tidak seperti tampilannya yang gagah. Sebut saja Pak Yudi. Dia guru mata pelajaran Olahraga di sekolah kami.

"Ih bapak, apaan si, jalan kayak gajah, kabur kayak itik" cetus perempuan yang berada tepat di sisi Yudi. Ia adalah Yuna, ketua kelas XII TKJ 3. Ia tidak seperti perempuan lain. Yuna pernah melawan tiga preman yang memalaknya di tepi jalan menuju sekolah. Yuna menghantamkan sebilah kayu dan memukul telak tiga preman itu. Sejak saat itu, tidak lagi pernah preman itu melakukan aksinya di sana.

"Eh, Yuna, lu coba ngobrol ama tuh setan. Lu kan bagong" lempar wakil ketua kelas. Daniel namanya, ia tipikal anak rajin belajar, tapi juga atletis. Parasnya rupawan mampu menghipnotis setan sekalipun.

"Eh, enak aja lu, Bagong-bagong! Lu sendiri modal muka, badan bagus. Siapa coba tadi yang kabur pertama!" Sindir Yuna.

"Yaaaa, gw si, tadi gw dipanggil alam, ada perlu yang harus gw urus" balas Daniel.

"Mana ada, tadi gw liat lu kabur lirik-lirik belakang ya! Yee ngeles aja luh" ucapnya sambil menyilangkan tangannya di depan dada.

"EE, EH, EH. BENTAR! mana Pak Yudi! Kok ngilanh nj*r" cetus Daniel.

"Lah iya, dih setan mana yang sekampret itu coba" gurau Yuna.

"Krrriiieeet~ BRAKK!" suara itu memecah obrolan semua siswa. Mata semua orang tertuju pada pintu yang tiba-tiba tertutup.

Semuanya mengerenyitkan dahi. Saling memandang dalam. Pelan-pelan jendela berayun sendirinya, kursi-kursi seolah bergerak oleh makhluk yang tak berwujud. "Kreeeet, kriiiieeet, brak, syyurr" suara-suara itu menyatu padu, membuat semua siswa berhamburan keluar gedung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GelapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang