Kos Bapak Agus siang itu terlihat sepi. Maklum, semua penghuninya sedang bekerja dan sekarang cuma ada Kamila. Kebetulan hari ini Kamila mendapat jatah libur dari kantornya.
Selama ini Kamila jomblo, nggak sempet mikirin cowok, dia sibuk kerja, jadi nggak ada satu pun orang yang bakal ngajak dia jalan. Ia memutuskan untuk santai-santai di kos dari pada jalan-jalan menghamburkan uang gajiannya yang nggak seberapa itu.
Kamila menyalakan kipas angin dengan kecepatan penuh. Kamarnya dibiarkan terbuka. Ia mengganti kaos oblongnya dengan sebuah tank top. Entah kenapa Jogja jadi semakin panas.
Perempuan berambut dark brown itu merebahkan tubuhnya di lantai, kedua kakinya disandarkan ke tembok seperti sikap lilin. Ia memejamkan mata merasakan semilir kipas angin keluaran tahun 90an yang kini berbunyi berisik. Betapa damainya kehidupan ini...
Di tengah kantuknya, Kamila mendengar suara berisik dari kamar sebelah. Kamar no.3 yang nggak ada penghuninya. Mata Kamila langsung awas, dia beranjak dari tidur-tidur ayamnya dan meraih sebuah sapu. Mengingat peraturan kelima kosan Bapak Agus, seharusnya nggak ada maling yang berminat menjarah penghuni kosan ini, ya...karena nggak ada apa-apanya.
Kamila melangkahkan kakinya keluar kamar dengan takut-takut. Tapi, sebagai anak pertama andalan keluarga ia juga harus bisa mengatasi permasalahan-permasalahan semacam ini. Meski kalau dipikir-pikir aneh juga ada maling di siang bolong, apalagi di daerah padat penduduk. Cari mati namanya dong pengen digebukin warga satu kampung.
Kamila melihat ada beberapa koper tergeletak di kamar no.3. Pintu kamar itu juga terbuka. Perempuan itu membulatkan tekadnya dan segera menyelonong masuk. Ia menemukan sosok laki-laki berperawakan tinggi mengenakan hoodie hitam dan masker sedang menggeser-geser meja. Mereka saling berpandangan dan kini sama-sama kaget. Wajah lelaki itu blasteran. Matanya berwarna cokelat terang dengan alis tebal. Masya Allah ada ya maling seganteng ini? Aduh, fokus Kamila! Dia itu maling!
"Maling, ya?" tanya Kamila dengan bodohnya. Dia merengsek masuk sambil mengayun-ngayunkan sapunya ke udara.
"Hah?" Lelaki itu merasa bingung dituduh sebagai maling. Ingin menghindar, namun posisinya terhimpit oleh meja yang dibawanya. Kamila langsung mengayunkan sapu ke tubuh laki-laki itu. "Aduh! Aduh! Bukan, mbak! Saya bukan maling!"
"Yaelah mana ada maling mau ngaku!" Kamila belum mau berhenti sampai lelaki itu berhasil mencekal kedua tangannya.
Kamila melotot. "Eh apa nih pegang-pegang?! Aku teriak, nih, teriaaaak—" Lelaki blasteran itu lebih dulu membungkam mulutnya. Kamila mencoba berontak, tapi kedua tangan lelaki itu kekar sehingga sulit untuk dilawan.
"Saya penghuni baru di sini dan saya bukan maling. Ngerti?"
Kamila nggak kaget kalau lelaki berwajah blasteran itu dapat berbicara bahasa Indonesia dengan lancar, yang lebih mengherankan adalah ngapain dia ada di Kos Bapak Agus? Sumpah, demi Tuhan, ngapainnn?! Dengan wajah menjual itu, masa iya dia memilih tinggal di kosan ini alih-alih menyewa apartemen? Nggak masuk akal!
Kamia mendengus kesal. "Yaudah lepasin."
Perlahan lelaki itu melepaskan tangannya. Mungkin ia takut kalau Kamila akan berteriak lagi dan menimbulkan kegaduhan.
"Mana buktinya? Aku lebih percaya teori bumi datar dari pada kamu jadi penghuni kos baru Bapak Agus!" tukas Kamila menyilangkan kedua tangannya di dada.
Lelaki itu menunjukkan sebuah kunci kamar dan hiasan papan pintu kamar bertuliskan bismillah dalam huruf arab. Persis seperti yang Kamila dapatkan 5 tahun lalu saat menjadi penghuni baru. Bapak Agus bilang papan ini wajib dipasang untuk mencegah penghuni kos berkelakuan seperti setan.
Kamila menggaruk tengkuknya yang nggak gatal. "Oke, oke. Aku minta maaf udah nuduh kamu yang nggak-nggak. Pak Agus nggak bilang apa-apa di grup..."
Tanpa menunggu jawaban lelaki itu, Kamila berjalan cepat menuju ke arah pintu. Dalam hati Kamila merutuki kebodohannya sendiri. "Oh, ya, sapu."
Kamila berjongkok mengambil sapu yang ia gunakan untuk memukul lelaki itu. Lelaki itu kemudian berdeham pelan sambil melirik Kamila. "Sebaiknya kamu pakai bra kalau keluar kamar. Bahaya, ini kos campur." ucapnya dengan santai.
Kamila terkejut. Ia meraba dadanya dan baru menyadari hal itu. Ia segera berlari menuju kamarnya sendiri. "AAAAAAAAAAAAAAAAA BULE BRENGSEK!"

Yeay, part 1 sudah dipublish! Gimana-gimana berdasarkan penggambaran cast sebelumnya pasti udah nebak dong penghuni baru ini siapa? Waduh pasti ketebak banget nih.
Cerita ini akan kembali di update 2 hari lagi. Nantikan terus ya keseruan penghuni Kos Bapak Agus di part berikutnya💛
KAMU SEDANG MEMBACA
KOS BAPAK AGUS
Algemene fictieKos Bapak Agus telah menjadi penyelamat hidup bagi Kamila, Rahmat, Dinda, Nanto, Pasutri Mbak Laras&Mas Bima. Mereka sudah menetap di sana selama 5 tahun. UMR kota Jogja membuat mereka mengkis-mengkis dan cuma Pak Agus yang menyewakan kosan dengan b...