Langit malam semakin gelap, oleh karenanya bintang-bintang tampak semakin terang terlihat. Pukul 22.30, para santriwati jelas sudah bubar dari aula dan kebanyakan telah terlelap dalam mimpi masing-masing.
Demikianpun dengan Mala dan Raina.
Namun, ada tiga sosok yang belum masuk asrama. Mereka adalah Zayya, Dhira, dan juga Aisha yang akan melangsungkan sebuah aksi yang menegangkan dan tak kalah seru (menurut mereka).
Zayya, Dhira dan Aisha mengendap-endap, memastikan bahwa tak ada seorangpun yang mengetahui keberadaan mereka. Walaupun gedung sekolah itu tampak sepi, namun biasanya ada Security Akhwat yang sedang meronda.Minggu lalu, mereka berhasil naik ke rooftop sekolah dengan aman tanpa ada yang mengetahuinya. Maka untuk kali inipun, mereka berharap demikian.
Benar saja, mereka berhasil menginjakkan kaki di lantai lima. Dengan segera, ketiganya menaiki tangga demi tangga menuju rooftop.
“Alhamdulillah, akhirnya!” seru Aisha lega.
“Untung gak ada Security malem ini, walaupun tadi ada kucing yang bikin jantungan, wkwkwk,” timpal Dhira bahagia.
“Ayo, guys! Mereka udah ada di sana dari tadi, kita kelamaan kata Farhan,” ajak Zayya, ia sibuk melihat layar gawainya tepat ketika sudah berhasil naik. Gawai itu digunakan untuk menghubungkan komunikasi dari sini ke sana.
“Ah, gak sabaran banget dah tu bocah,” omel Dhira.
“Eh, kerudung ana udah rapi kan ya ini?” tanya Aisha sambil membenarkan bentuk kerudungnya.
“Iya, udah, Sha… Kayak mau ketemu siapa aja deh lo!” jawab Zayya malas.
“La-lo-la-lo ih…Gak Ahsan tahu!” tegur Aisha tidak suka mendengar Zayya mengganti bahasa keseharian asrama.
“Ck, yang lagi kita lakuin ini juga gak Ahsan, Sha. Lupain dululah persetan itu, capek tahu!” respon Dhira.
“Ih, ya udah deh, iya, maaf,” Aisha putus asa, ia tak pantas untuk menasehati lagi karena sudah berani melanggar peraturan.
“Banyak basa-basi, ayolah!” Zayya menutup gawainya dan berjalan ke arah utara rooftop. Di bagian sana, siapapun dapat melihat lingkungan Ikhwan, juga akan nampak jelas jika ada orang yang berdiri di rooftop gedung sekolah Ikhwan.
Zayya melambaikan tangan saat matanya melihat empat sosok Ikhwan dari rooftop seberang. Reyvan, Zidan, Farhan dan Alif.
“Lo ngapain, Sha?” tanya Dhira melihat tingkah Aisha yang tidak mau berdiri dan lebih memilih jalan sambil berjongkok.
“Hehehe, malu…”
“Itu tu Zidan, katanya mau meet!” seru Zayya sambil menunjuk ke arah Zidan yang cukup jauh di seberang.
Ting! Satu pesan masuk dari Farhan.
“Kata Zidan, mana Aisha?”
“Nahkan ditanyain tuh, Sha. Lo penuh effort buat ke sini, masa cuma buat jongkok gak jelas gini?” Zayya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Aisha tersenyum malu-malu.
Drrt, drrt. Gawai Zayya bergetar, pertanda ada panggilan masuk.
“Assalamu’alaikum!” salam dari sana, Farhan.
“Wa’alaikumussalam.”
“Mana Aisha?” suaranya menjadi berbeda, suara milik Zidan.
“Malu katanya, Zid, wkwkw,” jawab Dhira tertawa.
Aisha menarik jilbab Dhira, kesal.
“Ih, ngapain malu, coba kasih HP-nya ke dia,” ucap Zidan.
“Nih, Sha!” Zayya memberikan gawainya.
“Zidan,” panggil Aisha malu-malu.
“Hm,” sahut Zidan, “Ayo dong berdiri.”
“Eum, ana jelek,” ucap Aisha tak percaya diri, padahal di mana letak kejelekan pada wajahnya? Bahkan, setiap sudutnya memiliki pesona.
“Nggak, kamu cantik,” Zidan meyakinkan.
“Ah susah banget sih, ayo berdiri!” Zayya memegang tangan kiri Aisha dan menariknya agar Aisha berdiri.
“Nah, cantik!” seru Zidan menatap Aisha dari kejauhan.
“Nyamuk nih, nyamuk!” ledek Alif saat mengetahui raut bosan dari wajah Reyvan dan Farhan.
“Gak jelas lo!” respon Farhan.
“Alah, gak usah gitu deh, Far, lo nyariin Mala-kan? Wkwkwk,” Dhira terkekeh mendengar suara kesal Farhan.
“Dia gak ikut, katanya takut,” ucap Aisha.
“Ajarin tuh doi lo biar gak jadi penakut!” timpal Zayya.
“Gak peduli, sorry,” cuek Farhan.
“Woy Rain gue mana?” suara berbeda terdengar dari gawai Zayya, ia adalah Reyvan, satu-satunya kakak kelas yang ada saat itu.
“Tanpa gue jawab lo udah tahu jawabannya, Rey!” Zayya mengambil alih gawai miliknya dari tangan kanan Aisha.
“Kasian deh yang dicuekin…” ledek Alif lagi, kali ini tertuju untuk Reyvan.
“Kasian deh yang gak punya ayang!” balas Farhan tertawa puas.
“Eh, jangan keras-keras, ntar kedengaran,” tegur Zidan.
Alif cemberut.
“Jadi, mau ngapain ini?” tanya Dhira mulai bosan.
“Ya, lepas penat aja sambil liatin bintang, bagus banget lho malem ini bintangnya,” jawab Zidan santai.
“Bagi gue enggak,” kesal Reyvan melihat adik kelasnya itu seperti tidak ada beban hidup.
“Bintangnya kan bukan di langit, tapi di sana, itu tu!” Farhan menunjuk Aisha.
Pipi Aisha bersemu merah. Dhira menyenggol pundaknya.
Zidan tertawa.
“Gak seru ah mau balik!” Reyvan tambah kesal.
“Dunia milik Zidan dan Aisha…” Alif bernyanyi dengan nada meledek.
“Woy, ke sini buat having fun, bukan cari keributan! Kalian semua mau ribut-ribut gini terus ketahuan? Udah mah gak seru, dihukum pula. Idih, gue mah kagak mau ya,” lerai Zayya.
“Ya ya, Mak!” respon Alif.
“Tapi gue udah gak mood, ngantuk juga, bye!” Reyvan meninggalkan rooftop.
“Ikut juga deh, males,” Farhan mengikuti Reyvan.
“Lho, kok malah pada bubar?” kecewa Dhira.
“Iya, masih jam sebelas lho,” tambah Aisha.
“Emang pada gak asik,” kesal Zayya, “Balik juga yuk!”
“Eh-eh, nanti aja napa,” larang Alif.Gawai Farhan dititipkan oleh Alif dan Zidan, lebih tepatnya dipinjamkan.
“Lho, kok malah ngelarang, tadi katanya nyamuk,” ucap Dhira.
“Iya sih, tapikan tetep aja enak ngadem di sini gitu…” jawab Alif.
“Soalnya sumber sejuknya dari Zayya!” sambar Zidan.
“Lo apaan sih?!” Alif marah dan mencubit pinggang Zidan.
“Wkwkwk,” kekeh Zayya.
“Sakit gila,” Zidan mengelus-elus pinggangnya.
Maka, obrolan itu terus berlanjut hingga pukul 00.15. Sebuah hal yang bisa dikatakan lebih dari uji nyali, sebab jika mereka ketahuan, mereka harus siap menerima segala bentuk hukuman yang mengerikan.Namun, bagi Zayya hal seperti ini ia anggap remeh, sudah menjadi kebiasaannya bahkan keahliannya dalam berargumen apabila di sidang nanti. Bahkan ia bisa membantah tanpa rasa takut kepada semua guru. Oleh karena itu Dhira dan Aisha berani melanggar peraturan karena tameng mereka adalah Zayya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Tapi Julid
Teen FictionGimana jadinya kalo kamu punya sahabat, tapi dia julid sama kamu?! ----------- "Raina, Ana takut," ucap Mala lirih dengan nada penuh ketakutan. "Gak pa pa, Mala. Kita pasti bisa menghadapi ini." Raina menguatkan sahabatnya walaupun hatinya diselimut...