5. Kalam

28 3 0
                                    

Tahun kian berlalu usia Subkhi kini sudah menginjak dua puluh tahun, Subkhi berkuliah di salah satu universitas ternama di Jogja. Selama masa pendidikan kuliahnya Subkhi banyak aktif di dunia Organisasi Kemasyarakatan terutama dalam IPNU. IPNU adalah salah satu organisasi yang ada di Indonesia dan merupakan badan otonom dari Nahdlatul Ulama. Organisasi ini bernama Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama , disingkat IPNU yang bersifat keterpelajaran, kekeluargaan, kemasyarakatan, dan keagamaan. Untuk jenjangnya mulai dari jenjang ranting (tingkat desa) sampai dengan Pimpinan Pusat (seluruh Indonesia).

  Subkhi sendiri sudah menjadi anggota Pimpinan Pusat sejak usianya masih tujuh belas tahun, sehingga dalam beberapa moment ia harus selalu bepergian untuk menjalankan tugas dan pengabdiannya kepada NU.

  Aisyah selalu menuntut anaknya untuk ada di sisinya, ia sangat mencintai putra semata wayangnya. "Mas Jumat sampai Ahad libur kuliah kan? Mas bisa pulang ke rumah?." Aisyah memilin ujung jilbabnya berharap mendapatkan jawaban yang ia harapkan.

  "Miii,, maafin Subkhi nggeh Subkhi besok ada rapat di sekretariat IPNU pimpinan wilayah, kan umi tau Subkhi kemaren baru ikut pelantikan di pimpinan wilayah."

  "Izin satu kali saja mas, kamu udah ngga pulang hampir dua bulan." Aisyah hampir menitihkan air mata, putranya memang selalu sibuk sampai ia jarang pulang ke rumah.

  "Umi jangan sedih, Subkhi pasti selalu kabarin umi setiap saat. Subkhi ngga mungkin meninggalkan rapat karena Subkhi di sini punya tanggung jawab besar apalagi Subkhi sudah masuk di Pimpinan Pusat." Subkhi berusaha memberikan pengertian pada uminya.

   "Apa umi aja yang ke Jogja mas." Pinta Aisyah, rindunya pada Subkhi sudah tidak dapat lagi ia bendung, di seberang telepon Subkhi terkekeh mendengar ucapan Uminya.

  "Ngga usah Umiii... Umi kan belum tau kossan Subkhi yang sekarang." Sanggah Subkhi.
  Aisyah menghela nafasnya panjang, "Yo wis karepmu wae lah mas umi wis nyerah akon awakmu mulih." (" Ya sudah terserah kamu aja mas umi sudah menyerah nyuruh kamu pulang.") Aisyah langsung menutup telponnya, ia merasa kesal terhadap putranya.

  Keseharian Aisyah ia dedikasikan untuk mengabdi di Muslimat NU, dirinya merupakan ketua Pimpinan Anak Cabang di Kecamatanya dan ini sudah merupakan periode ke dua ia memegang kursi kepemimpinan. Masih dengan rasa kesalnya kepada Subkhi, ia berangkat ke Gedung Muslimat NU yang terletak di Desa Karangglonggong diantar oleh Ali.

  "Mi.. nanti pulang kabarin bapak takutnya bapak masih ngaji umi sudah selesai jadi ngga kejemput." Ali mengelus pundak Aisyah layaknya remaja yang tengah dimabuk asmara tatapan mereka begitu lekat, Ali sangat mencintai wanitanya.

  Aisyah tersenyum simpul dan menjawabnya dengan anggukan.

Seperti kegiatan pada umumnya, Ibu-ibu Muslimat NU tidak pernah ketinggalan dengan alat musik rebana dan albarzanji di setiap kegiatan. Apalagi saat kegiatan besar, pesertanya bisa seribu lebih.

  NU bukan sekedar organisasi masyarakat, namun NU adalah keluarga besar. Muslim dan Muslimat adalah sebagai orang tua, Ansor dan Fatayat adalah anak pertama dan ada IPNU -IPPNU yang merupakan adik dari Ansor dan Fatayat. Semua yang ada di dalamnya adalah satu ikatan dan satu persaudaraan.

  Setelah pembacaan albarzanji selesai, dilanjutkan dengan simakan Al Qur'an dan do'a. Aisyah keluar dari dalam gedung diikuti oleh ibu Muslimat lainnya, "Bu Aisyah mau bareng atau tidak." Tawar salah satu jamaah.

  "Matur nuwun buu, nanti saya dijemput suami saya."
  "Oooo iya Buu, kalau begitu saya pamit duluan yaa."
Aisyah hendak mengambil handphonenya di dalam tas, tiba-tiba ada motor Scoopy hitam bercorak batik berhenti tepat di depannya, ternyata itu Ali yang sudah datang menjemputnya.

  Tanpa banyak kata, Aisyah langsung mengambil tangan suaminya namun sebelum ia mencium tangan Ali, Ali sudah terlebih dahulu melepasnya. Aisyah tertegun sejenak, mengapa sifat Ali demikian?

  "Yang bener tuh kaya gini." Aisyah tersentak saat tangannya dicium, sepersekian detik Aisyah terdiam.

   "Althaf Muhammad Subkhi! " Lengan Subkhi menjadi sasaran Aisyah, "Kamu pulang ngga ngabarin Abi atau Umi, katanya mau ada rapat ternyata malah pulang." Cubitannya membuat Subkhi meringis sakit.
  "Auuuuhh ampun umiii,,, sakit mii udah yaaa."

  Aisyah menghela nafasnya panjang, "Mas kamu ko jadi anak gitu? Kalo jantung umi kumat gimana? Kamu mau kehilangan umi?"

  "Ya kalo umi ninggalin Subkhi, Subkhi ikut aja." Dengus Subkhi.

  Di setiap moment saat bersama dengan putra dan suaminya Aisyah kerap menyinggung tentang jika dirinya meninggal karena sakit yang ia derita. Suami dan putranya selalu menghiburnya jika dirinya harus hidup lebih lama lagi..

  "Umi masih mau melamun atau pulang? Bapak udah nunggu di rumah, Subkhi juga pengin makan pake sambel terasi bikinan umi sama ikan asin." Sambal terasi dan ikan asin adalah makanan favorit Subkhi, dibandingkan dengan makanan lain Subkhi lebih menyukainya terkadang saat pulang dari Pondok Subkhi selalu meminta Aisyah untuk memasakannya.

   "Kamu loh ya mas, pulang dari kota kok nyari ikan asin ngga nyari roti biar bisa ngomong Bahasa Indonesia."

  "Umii cepet naik." Subkhi menarik tangan Aisyah untuk segera naik ke atas jok motor,
Aisyah menurut dengan pasrah
 
   Rutinitas Subkhi saat di rumah saja seperti remaja pada umumnya bermain dan belajar, Subkhi dapat menghabiskan waktunya seharian di kamar ataupun di gazebo untuk mengerjakan tugas.

  Kebetulan malam hari ini Subkhi mendapatkan kesempatan baik untuk ikut Ali kajian di Desa Karangglonggong, Subkhi sudah bersiap-siap dengan baju koko panjang berwarna biru navy dengan sarung yang senada dan peci yang selalu bertengger di kepalanya.

  "Assalamu'alaikum.... bapak.... Aku bawa sayur cangkang kesukaan bapak." Subki menyembulkan kepalanya keluar saat mendengar seseorang bersuara lantang membuka pintu dan masuk ke rumah, tidak mungkin mbak-mbak ndalem yang melakukannya Subkhi tau jelas siapa pelakunya.

  "Wa'alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh,,,, anak perempuan itu kalo ngomong yang halus, dede perempuan kok teriak-teriak kaya di hutan aja." Subkhi keluar dari kamarnya dan langsung mendekati Rahma.
  Rahma menyengir kuda, "Heheee maaf mas udah kebiasaan."

  "Makannya jangan diulangi lagi ya de."
  "Iya mas, bapak masih di masjid ya? Ko ga ada?"
  "Iya, umi juga lagi ngajar di pondok kamu ke sini sama siapa?" Subkhi melihat ke arah pintu di mana di depan ada motor kesayangan adeknya itu.
  "Ho'ohhh dari rumah ke sini mau ke rumah si Mbah."
  "Oooo jadi ka... ."  Drrt drrtt.... Ucapan Subkhi terhenti oleh panggilan dari Hpnya, "De mas mau angkat telepon dulu sebentar." Sambil tergesa Subkhi masuk ke dalam kamarnya, namun karena saking tergesa-gesanya Subkhi menyenggol asbak di atas meja. Rahma melihatnya geleng-geleng, "Wuuuu dasar." Rahma misuh,

  Rahma berusaha membereskan kekacauan yang dibuat oleh Subkhi, ia mengambil sapu dan mulai menyapu lantai sampai kolong meja dan kursinya ia bersihkan hingga membuatnya merunduk-runduk.

  Rahma merasakan ada tangan yang tiba-tiba menyentuh kepalanya, "Deee, kalo nyapu itu diniati juga untuk membersihkan hati jangan cuma lantainya aja yang bersih." Rupa-rupanya Subkhi sudah kembali dan kini sedang berada di belakangnya. Perasaan Rahma menjadi nyess mendengar nasehat dari Subkhi.
.

Gus Subkhi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang