BAB 3 - Hari pertama yang memalukan

603 65 14
                                    


"One half of me is overflowing with words, while other half of me is painfully shy" – Amanda Carissa Mandan


Amanda membasahi bibirnya yang kering. Setelah makan malam, Amanda naik ke kamar yang akan dia tempati selama dua bulan kedepan. Kamar itu kecil. Amanda bahkan hanya bisa melangkah tujuh langkah dari pintu ke ujung ruangan. Ada kasur yang berukuran selebar rentangan tangannya di tengah kamar yang sepertinya tidak cukup jika tiga orang tidur di sana, meja kecil di samping kasur dan sebuah lemari kayu di sisi ruangan.

Dia awalnya ingin menaruh kopernya di bawah kasur seperti yang dilakukan Oliv dan Kiara, tapi kopernya terlalu besar untuk bisa masuk di sana. Jadi, dia menaruhnya di samping lemari bersama satu ranselnya yang besar.

Kiara masuk ketika Amanda sedang menghapus make up-nya. Amanda melemparkan senyum pada Kiara yang dibalas dengan senyum kecil yang tidak sampai mata. Tanpa mengatakan apa-apa, gadis itu mengeluarkan laptopnya dari tas yang dia taruh di bawah kasur, lalu duduk di kasur dengan laptop di atas pahanya.

Amanda lagi-lagi membasahi bibirnya. Kali ini dia merasa gugup. Dia ingin mengajak Kiara ngobrol. Namun, ada sesuatu tentang gadis itu yang membuat Amanda segan. Mungkin karena aura dingin yang Amanda rasakan darinya atau mungkin saja karena tatapan matanya yang tajam dan penuh penilaian yang membuat Amanda lebih dulu menciut sebelum dia bahkan bisa bicara.

Tidak lama, Oliv juga masuk ke kamar. Wajahnya yang basah terlihat lebih segar. Begitu mata mereka bertemu, Oliv lebih dulu menampakkan senyumnya yang lebar pada Amanda.

Berbeda dari Kiara, Oliv terlihat jauh lebih ramah dan terbuka. Namun, Amanda tidak bisa mengabaikan perasaan janggal yang juga membuatnya takut untuk berinteraksi dengan Oliv.

Dari sikap yang Oliv tunjukkan pada kepala desa sewaktu pemilihan kordes dan pada Leo sebelum rapat tadi, Amanda melihat ada sesuatu yang keras dan sulit dileburkan dari kedua mata Oliv.

Namun, itu hanyalah asumsi Amanda. Dia baru pertama kali bertemu dengan Oliv dan Kiara, jadi dia tidak bisa menyimpulkan seenaknya.

Tetapi, Amanda tetap merasa khawatir. Bagaimana jika dia tidak bisa berbaur dengan dua teman perempuan KKN-nya itu?

Kalau itu benar-benar terjadi, maka masa-masa KKN-nya tidak ada bedanya dengan mimpi buruk.

"Kamu tadi bilang mau ke toilet, kan?" tanya Oliv ramah.

Amanda seketika tersadar dari lamunannya, lalu dia mengangguk satu kali. "Iya."

"Cepat turun aja. Aku barusan keluar dan kalau kamu beruntung, toiletnya masih kosong."

Amanda lantas turun dengan pouch yang berisi alat mandinya. Di dapur sudah tidak ada orang. Meja sudah dibersihkan dan lantai sudah di sapu. Satu-satunya toilet yang bisa mereka gunakan berada di samping dapur yang berhadapan langsung dengan kebun belakang rumah.

Dari pintu yang terbuka, Amanda melihat hanya ada penerangan samar-samar dari lampu yang sedikit tenggelam di antara jemuran pakaian. Suasana malam hari yang gelap dan asing di luar sana terasa sangat menakutkan bagi seorang gadis kota seperti Amanda.

Dengan langkah pelan, Amanda tetap berjalan keluar dari dapur.

Sementara itu, dia berusaha menghentikan benaknya berkelana jauh pada adegan-adegan yang sering dia lihat di film horor. Bulu kuduknya pun sedikit berdiri. Entah karena takut atau karena angin malam yang dingin yang menerpa kulitnya.

Setelah sampai di depan toilet, Amanda melihat pintunya tertutup. Baru saja tangannya ingin mengetuk, suara tiba-tiba terdengar.

"Ada orang di dalam."

METANOIA [REWRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang