Pungut Project
隣の人
[Tonari no Hito]K. Chika × H. Satowa
"Apa?!"
"Kau tidak perlu menggantinya jika kau sebenarnya tidak mau."
"Ini tanggung jawabku, memangnya harusnya begini, 'kan?"
Sosok pria yang dia ajak bicara menghela nafas sambil memutar bola mata malas, tangannya tetap terselip dalam saku celana, tak ada niatan sama sekali untuk menerima apa yang diberikan. Disisi lain, Satowa yang tetap menunjukkan senyum terbaiknya memunculkan perempatan tanda kesal melihat reaksi pria pirang satu ini yang tidak mau menerima usaha susah payahnya mencarikan tanaman stroberi sampai ke buah-buahnya.
'Tinggal terima saja! Apa susahnya,sih?!'
"Kau pasti menyadari senyum yang kau pakai, suara yang kau keluarkan, dan ekspresi yang kau tunjukkan. Kalau memang tidak mau melakukan, ya jangan," ujar lelaki tinggi tersebut sambil mengangkat bahu dengan entengnya. Dimana hal tersebut semakin membuat wajah Satowa memerah karena kesal.
"A-apa? Kau tinggal menerimanya, apa itu sulit?!"
"Aku baru tahu kalau memberi itu sama dengan memaksa," balasnya lagi dengan sebelah alis terangkat.
Satu-satunya gadis yang ada disana menarik kembali barang yang Ia bawa lalu memalingkan muka, "Ya sudah kalau tidak mau! Sia-sia saja aku berkeliling pasar hari ini!"
Satowa melangkahkan kakinya, melenggang pergi dengan perempatan yang masih terlihat. Memangnya salah jika menunjukkan senyum ketika meminta maaf meskipun senyum itu bukan senyum yang tulus? Bukankah setiap orang juga pasti begitu? Gadis itu tak pernah menyangka bahwa tetangganya yang sekarang lebih menyebalkan dari tetangganya yang dulu.
Kelereng madu yang terbingkai surai pirang mengikuti arah jalan sang gadis sampai punggungnya hilang ditelan pintu. Tak lama kemudian, dirinya juga ikut menutup kediamannya.
Sebenarnya, Chika bisa saja mengatakan 'tidak perlu' ketika gadis itu berusaha mengganti apa yang telah Ia rusak. Pria itu bisa saja mengatakan kepadanya untuk tidak repot-repot dan menolaknya tanpa membuat dia kesal. Namun, senyum yang gadis itu tunjukkan, dan kalimat manis yang Ia katakan, entah kenapa rasanya berbanding terbalik dengan apa yang sebenarnya Ia rasakan, mengundang lelaki tersebut untuk mengatakan kalimat itu padanya.
Kudou Chika membencinya.
Kudou Chika membenci kebohongan dan penipuan. Kudou Chika ... benar-benar membenci senyum 'terbaik' dan kalimat dengan nada manis yang diberikan.*
Tersenyum.
Menunjukkan senyum terbaik.
Harus selalu seperti itu. Sekalipun banyak pisau berbentuk kalimat yang menusuk, sekalipun Ia harus menerima semua perlakuan buruk. Meskipun apa yang Ia ekspresikan tidak sama dengan apa yang Ia rasakan, meskipun apa yang dirinya tunjukkan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dia tampilkan, Hozuki Satowa harus tetap tersenyum. Gadis itu tidak boleh menunjukkan kemarahan, gadis itu tidak boleh menunjukkan apa yang sebenarnya Ia rasakan. Karena jika itu terjadi, masalah yang lebih rumit akan datang.
Seorang Hozuki Satowa sudah terbiasa. Sangat terbiasa dengan yang bernama kepalsuan, dan bagaimana cara Ia melaksanakannya.
"Tersenyumlah. Jangan membuat masalah."
Ya, Satowa bisa melakukan kepalsuan itu. Satowa bisa menunjukkan senyum dalam keadaan apapun.
Namun, tidak untuk saat ini.
Tidak dengan pemandangan apa yang Ia dapatkan di malam hujan kali ini.Kelereng cokelat itu menggelap. Rahangnya turun ke bawah diikuti tangan bergetar yang akhirnya melepaskan payung dalam genggaman. Kakinya membeku, enggan untuk segera beranjak. Raut terkejut begitu jelas terukir di wajahnya, menatap seseorang yang beridentitas sebagai tetangganya berdiri di depan membelakangi orang lain yang sudah ambruk tak bisa bergerak di bawah tetesan air dari langit.
Gadis itu hanya mencari jalan pintas setelah membeli beberapa barang. Lantas, mengapa? Mengapa dia harus melihat bagaimana tindakan manusia satu ini? Ini ... menakutkan. Darah yang bercucuran merupakan suatu hal yang mengerikan. Ia membenci hal ini. Ia tidak suka bau amis dari cairan gelap itu, karena seolah-olah tengah berusaha membawanya pada ingatan yang tidak ingin dia ingat. Satowa membencinya.
Gadis tersebut benar-benar membeku, tak mampu bergerak bahkan ketika orang itu mendekat. Ia mengepalkan tangan, semakin waspada ketika Chika sudah benar-benar ada di dekatnya.
"JANGAN MENDEKAT!"
Satowa mundur, setelah beberapa detik mengeluarkan teriakan di bawah hujan. Tak lama kemudian, dia berlari. Menjauh dari tatapan mata Chika yang melebar lalu menggelap, tepat ketika payung yang tadi terjatuh telah melindunginya dari tangis cakrawala, dengan sang pria yang menggenggam benda tersebut.
"Dia langsung lari begitu saja tanpa menyadati dirimu yang sebenarnya, ya," ujar seseorang yang tersembunyi dalam kegelapan dengan tangan yang bersandar pada bahu Chika tak lama kemudian.
Chika menoleh, lalu menepisnya sedikit kasar, "Jangan berkata seolah-olah kau sangat mengenalku!"
Pria pirang itu melenggang pergi, sesaat setelah memberikan tatapan tajam kepada sosok berambut gelap tersebut.
Tidak apa-apa.
Kalimat yang dikatakan gadis itu, sungguh wajar jika terucap.
Dia ... pantas mendapatkan apa yang seharusnya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
✧ ۪۪ 隣の人 || ChiTowa ˎˊ -
Fanfiction✧ ۪۪ Pungut Project ˎˊ - ✧ ۪۪ T O N A R I N O H I T O ˎˊ - [ 隣の人 ] Ini tentang Satowa dan Chika, serta dua buah pot berisi tanaman stroberi yang menjadi awal dari kisah mereka. [Kono Oto Tomare! Sounds of Life © Sakura Amyuu] [Kudou Chika x Hozu...