-[🌿] T H R E E

53 8 0
                                    

Sejak dulu ....

Sejak dulu, nalurinya mengatakan untuk menjauh dari penyebab luka yang diderita sang Ibu. Sejak dulu pula, fisiknya menolak untuk tidak bergetar setiap menangkap pemandangan dimana sosok lain terluka.

Satu-satunya saat dalam hidup Satowa dimana dia merasa takut sampai tidak bisa tersenyum palsu adalah ketika bau amis menyerang indra penciuman diikuti dengan suara ambrukan serta sorot kelelahan.

Sebagaimanapun kerasnya, sebagaimanapun kasarnya sang Ibu, gadis itu tetap tidak bisa melihat bagaimana sosok yang melahirkannya ke dunia berusaha menutupi luka fisik yang memenuhi tubuhnya. Ia tetap Ibu dari Satowa, tetap merupakan sosok yang tak bergeming dalam merawatnya meskipun gadis tersebut merasa tak berguna.

Rasa tak berguna, kebencian, dan amarah akibat tindakan kasar sang Ayah ... apa normal jika dimiliki oleh seorang gadis yang masih berada pada tahap 15 tahun?

Ia membenci sang Ayah, Ia membenci laki-laki, Ia membenci tindakan kasar secara fisik yang menimbulkan trauma, Ia membenci bagaimana cara sosok pirang yang merupakan tetangga berdiri tegak dimana orang lain terkapar tak berdaya penuh luka.

Satowa menunduk, lututnya Ia tekuk, sorot yang menggambarkan rasa takutnya tertutupi oleh helaian rambut. Tangannya terangkat, mengacak-acak lalu menarik-narik surai gelapnya yang basah dengan frustasi.

Setitik air membasahi pipi. Lalu kemudian, semakin bertambah seiring berjalannya detik dan menit.

Dia tidak menginginkan ini.
Dia tidak menginginkan tetangga yang membuat rasa takutnya kambuh.
Dia tidak ingin berurusan dengan orang yang bahkan menurutnya tidak pantas untuk hidup.

Melelahkan.
Mengerikan.
Kenapa dia harus terjebak dalam lingkungan seperti ini?
Kenapa dunia harus memberikan tantangan lagi di saat ujiannya yang lain sudah menumpuk bagaikan lembaran musik yang selalu mengelilinginya setiap hari?







Cuitan burung terdengar, cahaya matahari menyusup menyerang indra penglihatan. Sedikit demi sedikit, matanya Ia buka, tubuh itu dia regangkan. Manik cokelat yang hampir kehilangan cahayanya itu berkeliling memandangi setiap sudut ruangan.

Satowa membuang nafas, dia tenggelam dalam perasaannya sampai lupa bahwa gadis tersebut belum beranjak dari tempatnya terduduk, pakaiannya bahkan masih basah karena hujan.

Kala Satowa telah sadar sepenuhnya, satu tangan berkapalan itu terangkat, mengusap muka dengan kasar.

Tok ... tok ... tok ....

Suara ketukan terdengar diiringi getaran dari tempatnya bersandar. Satowa menoleh ke asal suara. 'Siapa yang datang pagi-pagi begini?' pikirnya.

Dengan segera, gadis itu membuka pintu, kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sang pelaku. Sampai akhirnya, suara barang terjatuh mengisi hening, menarik perhatian Satowa.

Barang dirinya melihat ke arah belakang pintu, maniknya melebar. Disana, tergeletak payung berwarna biru gelap yang merupakan milik Satowa, yang sebenarnya sudah hampir Satowa lupakan malam tadi. Terlipat rapi tanpa cacat dan sepertinya tadi tergantung pada gagang pintu.

Ah, sekarang dia ingat. Pria itu juga berusaha melindungi sang gadis dari hujan kemarin malam.

Satowa mengambil benda tersebut, menggenggamnya dengan erat lalu bergumam.

"Dia yang mengembalikan ini?"


*


Derap langkah kaki yang dipercepat terdengar samar di antara angin siang. Melewati gang-gang yang cukup mengingatkannya pada kejadian satu minggu yang lalu.

Akan tetapi, langkah cepat itu terhenti ketika sebuah suara memasuki indra pendengarannya. Suara plastik yang saling bergesekan tepat di samping Satowa. Atau lebih tepatnya, tepat berada di gang tempat dirinya berteriak mempertahankan diri seminggu yang lalu.

Gadis itu menoleh ke arah suara. Tak lama kemudian, maniknya berbinar antusias, melihat ada sosok kecil yang tengah mengacak-acak tempat sampah. Satowa mulai berjalan menghampiri makhluk tersebut, mengarahkan tangannya secara perlahan lalu mengakuinya dengan lembut nan pelan.

Entah mengapa dirinya mulai tertarik pada hal-hal seperti ini. Padahal, biasanya dia tidak akan peduli terhadap hal-hal di sekitarnya. Apa ini karena saking kesepiannya Satowa? Ah, tapi biasanya juga gadis tersebut tidak peduli.

Cukup lama Satowa mengelus kucing jinak itu sambil tersenyum. Mungkin sudah terhitung 10 menit Ia berada disana. Mengabaikan belanjaan mingguan yang tadi masih berada dalam genggaman. Pandangan orang lain bahkan tidak gadis ini pedulikan. Setidaknya, hingga sekelompok lelaki datang ke arahnya.

"Wah, apa ini? Seorang gadis mungil sedang menunjukkan kasih sayangnya?" ujar salah satu dari mereka dengan posisi berkacak pinggang.

Satowa menoleh, memberikan sorot tajam gelap tanpa kata. Tiga lelaki tersebut sedikit kaget, namun anehnya malah semakin mendekat. Satowa sendiri mulai berdiri tegak, berniat mengintimidasi.

"Ah, ayolah! Kami tidak berniat menyakitimu. Jangan memberikan tatapan seperti itu, dong!"

Salah satu dari mereka mendekat kembali, sukses membuat sang gadis terkurung, "Omong-omong, setelah dilihat-lihat, kau ternyata gadis yang manis. Mau jalan bersama kami?"

"Tidak usah melawak. Kau mengatakan bahwa aku gadis yang manis, jadi, sudah tentu seleraku bukan kalian." Satowa tetap berdiri dengan percaya diri. Menatap satu per satu kumpulan tersebut dengan tajam. Dan alhasil, membuat ekspresi mereka seketika berubah.

Tahu bahwa mereka sedang dikatai, lelaki yang baru tadi berbicara menggeram, "Kau!! Beraninya di wilayah kami!"

Tangannya berusaha menggapai Satowa, seolah-olah akan menyeretnya dengan niat yang sudah pasti bukan niat yang baik. Bahkan Satowa sendiri hampir tidak sempat menghindar lalu merasa shock akibat cepatnya gerakan itu.

Namun, usaha lelaki penggoda itu gagal. Matanya kini melebar, lalu bergerak ke arah samping. Kini, gadis yang akan dia genggam berada di samping seseorang yang cukup ditakuti di wilayah ini, dengan pakaiannya yang masih ditarik oleh orang tersebut, yang tak lain dan tak bukan adalah Kudou Chika.

Pria tersebut masih menahan Satowa dengan menggenggam pakaian yang dipakai sang gadis. Menatap tajam terhadap ketiga lelaki tersebut.

"Siapa bilang ini wilayah kalian?" Chika bersuara, dengan penekanan di setiap huruf yang Ia lafalkan. "Ini wilayahku!"







Tbc.

✧ ۪۪  隣の人 || ChiTowa ˎˊ -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang