-[🌿] F I V E

36 8 0
                                    

Burung berkicau, angin pagi berhembus lembut. Matahari menyusup melewati jendela kaca. Pagi yang cerah untuk melewati hari melelahkan di sekolah.

Entah sudah berapa lama dia tinggal di rumah ini. Sampai-sampai tidak terasa bahwa dirinya sudah menjadi murid SMA. Dan tidak terasa pula, Satowa harus cepat menabung untuk uang sewa. Memikirkannya saja sudah membuat otak pusing sampai tidak bisa tidur.

Ah, sudahlah. Yang penting dia harus berusaha. Toh, bayarannya tidak terlalu tinggi karena yang Ia tempati bukan rumah sewa yang mewah.

Dasi sudah Satowa rapatkan. Blazer sekolah juga sudah dikancingkan. Satowa menatap pantulan dirinya dalam cermin, lalu menghela nafas berat. Kehidupan sibuk yang sebenarnya sudah dimulai, dan pastinya akan menjadi sangat melelahkan. Tapi, ya sudahlah. Yang penting, dia tidak berurusan lagi dengan pria pirang bermarga Kudou itu.

Yah, begitulah pikirnya sebelum membuka pintu menuju kehidupan sekolahnya.


*


Gesekan pintu dengan lantai terdengar, diikuti dengan suara terkuncinya ruangan dari arah ujung rumah susun yang Ia tempati. Tubuhnya berubah posisi ke samping, kakinya dilangkahkan. Namun kemudian, terhenti secara tiba-tiba mendapati pemandangan di hadapannya.

Tetangga pirang Satowa alias Chika berdiri disana menutup dan mengunci pintu dengan corak dasi serta blazer sekolah berwarna sama dengan milik Satowa. Dengan kata lain, seragam yang dipakai Chika adalah seragam sekolah sang gadis untuk laki-laki.

Manik gelap itu melebar, rahangnya mengarah ke bawah untuk sejenak, "Kau ... kenapa kau memakai seragam itu?"

Mendengar suara tersebut, Chika menoleh lalu menunjukkan tatapan yang sama kagetnya seperti Satowa. Hening untuk sesaat, lalu,

"Hah?! Tunggu, kenapa ...."

"Hei, aku bertanya padamu!"

"Harusnya aku yang bertanya! Kenapa kau memakai seragam SMA? Bukannya kau masih SMP?!"

Sang gadis membelalak. Alisnya dimiringkan. Mendengar bagaimana cara pria itu berkata, Ia tidak perlu penjelasan. Apalagi setelah menyadari tinggi Satowa hampir tidak mencapai bahu Chika sama sekali. Tak membutuhkan waktu lama, sebuah perempatan merah terlukis di atas pelipis sang gadis. Sudut bibirnya naik menahan kesal.

"Aku murid SMA, bodoh!"

Chika ikut membulatkan manik madunya, "Bo-bod ...-. KENAPA KAU MALAH MENGATAIKU?!"

"Karena kau tidak bisa membedakan tubuh anak SMA dengan tubuh anak SMP!"

Sang lelaki berseragam menatap nyolot tak terima, "Apa maksudmu?! Jelas-jelas tinggimu--"

"APA?!" Satowa meninggikan nada bicara. Tidak terima oleh perkataan Chika yang secara tak langsung mengatakan bahwa dia pendek. Alhasil, laki-laki yang ada di hadapannya kini tak bisa berkata-kata.

"Jangan mentang-mentang kau tinggi, kau meremehkan aku! Setiap orang pasti pendek jika dibandingkan denganmu!" lanjut gadis itu sambil berjalan cepat melewati Chika. Mendahuluinya tanpa sepatah kata lagi.

Masih pagi, dan mood-nya sudah jelek. Raut mukanya masih terlihat jelas sedang menahan kesal. Terbukti dari orang-orang yang melihatnya dengan sorot heran.

'Kenapa aku harus satu sekolah dengannya?! Kukira dia tidak bersekolah!'

Disisi lain, Chika yang masih mematung mengacak-acak surai pirangnya frustasi.

'Aku harap aku tidak sekelas dengannya.'


*


Sejujurnya, Chika tidak berharap orang-orang akan memandangnya dengan biasa saja. Setelah apa yang dia lakukan, setelah kabar bagaimana tingkahnya yang selalu membuat keributan, lalu setelah kabar akan dirinya yang secara tak langsung telah membunuh satu-satunya keluarga, bagaimana bisa orang-orang memandangnya dengan sorot biasa dan tak peduli?

Pembuat onar.

Pembunuh.

Kejam dan tak berperasaan kepada lawan.

Semua julukan itu sudah biasa diterima seorang Kudou Chika. Batinnya mengatakan tidak apa karena itu fakta, namun disisi lain juga merasa sakit akan ucapan buruk mereka.

Akan tetapi, sekarang, yang buruk bukanlah bagaimana cara mereka memandang. Namun, yang terburuk sekarang adalah ... Chika satu kelas dengan orang yang sama sekali tidak diharapkan, Hozuki Satowa!

Meskipun satu-satunya orang yang tak memandangnya sama sekali adalah gadis ini. Tetap saja! Mendengar ucapannya yang ceplas-ceplos saja sudah membuat dia emosi. Apalagi jika duduk bersebelahan dengannya.

"Kenapa kau ada di kelas ini?!" Chika berdiri dari bangkunya, menatap tajam pada Satowa yang bangkunya tepat di samping Chika.

Satowa melirik tidak tertarik, "Aku ditempatkan di kelas ini. Sebenarnya, aku juga tidak mau sekelas dengan orang sepertimu apalagi duduk berdampingan."

"Lalu, kenapa kau ada di sampingku, ha?!"

Gadis yang diajak bicara atau lebih tepatnya bertengkar mulai jengah, Ia menggebrak meja, ikut memberikan sorot tajam kepada Chika, "Lihat kelas ini! Apa masih ada bangku tersisa?! Jika kau tidak suka, rebut saja bangku orang lain. Bukankah itu mudah bagimu?!"

Hening. Tak ada yang berbicara. Anak kelas yang lain juga terdiam mendengar kalimat yang dilontarkan Satowa. Dalam hati, mereka pasti berkata betapa beraninya gadis itu melontarkan kalimat tajam pada sosok yang ditakuti seperti Chika.

Chika menunduk, menghindari tatapan Satowa. Kelereng madunya menggelap, tangannya Ia kepalkan. Setitik dari hatinya mengatakan bahwa perkataan gadis ini benar. Pria tersebut tidak sebodoh itu untuk tidak mengetahui betapa mudahnya Ia jika ingin mendominasi seseorang. Namun, Chika tidak mau. Sudah cukup dengan reputasi seorang pembuat onar, sudah cukup dengan julukan pembunuh, jangan ditambah dengan anggapan bahwa dia siswa pengganggu, atau keluarganya yang kini ada di alam sana akan kecewa.

Kelas mulai ramai kembali. Satowa masih bertahan dengan sorot tajam posisi berdiri. Menyadari bahwa perempuan bersurai panjang ini tak mungkin untuk dilawan lagi, Chika berdiri, berjalan berniat meninggalkan kelas. Diikuti dengan tatapan Satowa yang mengikutinya sampai punggungnya ditelan dinding.

Disisi lain, Satowa terduduk lemas di kursi. Tangannya bergetar tak terkontrol. Nafasnya tak menentu. Rasa takutnya masih menguasai hati. Ia bahkan hampir tidak bisa mengetahui bahwa orang-orang mulai membicarakannya.

Tidak, itu tidak penting sekarang.
Dia harus menenangkan diri terlebih dahulu. Tidak perlu memikirkan apa kata orang. Dia sudah melawan rasa takutnya sejak tadi. Gadis itu pasti bisa menghadapi setiap hari di tempat ini.







Tbc.

✧ ۪۪  隣の人 || ChiTowa ˎˊ -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang