Dua

54 8 62
                                    

Hai maniezzzz

( ◜‿◝ )

“Dari mana lo?” Tanya Dika ketika Shean baru saja sampai.

“Cari angin.”

“Nyari cewek dong, masa nyari angin.” Celetuk Jhonny.

Laki-laki yang baru datang itu menatap malas kedua temannya, “berisik.”

“Siapa tuh man? Dari belakang cantik keknya.” Tanya Dika menahan tawa.

“Iyalah, mana pake di bukain pintu lagi.”

Keduanya tergelak ketika mendengar jelas dengusan Shean dari ruangannya,banteng kali ya dia sampai kedengaran dari luar.

***

“Pagi, kak Mal.” Sapa Muti dan Diana ketika ia sampai.

“Pagi. Tumben kalian berdiri kaya Paspampres gini?”

“Hehehe… Cuma pengen aja.” Sahut Diana.

Malika mengangguk dan berlalu meninggalkan kedua gadis itu.

“Kak.” Panggil Muti, Malika menoleh.

“Ada pesanan, tapi mau kakak yang rangkai.” Kata Muti.

“Siapa?” tanya Malika heran, kenapa harus dia.

“Dia.” Muti menunjukan kartu nama si pemesan.

Alis Malika mengerut, tidak asing dengan nama itu. Tapi tidak yakin juga, ia kemudian mengangguk.

“Oke.”

“Tapi kak-

“Apa?"

“Mereka mau kakak juga yang antar langsung.”

“Hah? Kamu bilang kalo ngga bisa gitu?”

“Udah kak, tapi mereka ngotot aja. Katanya sekalian ketemu.” Jawab Muti takut-takut.

Malika menghela nafasnya kasar, siapa mereka memang?
“Ya udah, kalian kembali kerjakan yang lain aja.” Kata Malika pada kedua gadis itu.

“Iya kak.” Pamit keduanya.

Malika memijit pangkal hidungnya, masih pagi ada aja yang buat emosi. Kalau bingung kemarin kenapa ia menjadi pengantar makanan, jawabannya ia hanya mampir ke café milik Jean. Makan di sana ya ambil sendiri, begitu katanya.
Berlaku buat Malika saja, kalau pelanggan lain yang ada di viralkan.

Ia kenal dengan si pemesan, bahkan sering memesan bunga dengannya. Tapi kenapa kali ini berbeda, tumben saja meminta ia langsung yang merangkai.

Bunga Malika, usaha yang ia bangun dua tahun lalu membuahkan hasil lebih dari cukup untuknya. Kecintaan terhadap bunga-bungaan mendorong keinginan memilik toko tersebut. Tidak hanya menerima rangkaian dalam bentuk buket, tapi juga bibit tanaman hias. Meski dulunya ditentang, lebih baik meneruskan usaha mereka; beternak bebek dari pada bunga, ia tetap pada pendiriannya.

Tapi akhirnya luluh, karena sekali Malika masuk rumah sakit karena alergi bebek. Entah itu karena bulunya, atau aroma dari pakan bebek itu sendiri penyebabnya. Yang pasti ia alergi bebek.

Ajaib memang.

“Oke.” Malika bangkit duduknya.

-

“Kakak yakin?” tanya Diana.

“Iya, nanti baliknya naik ojek aja.” Jawab Malika.

Mereka sudah sampai disebuah butik besar yang perjalanannya cukup memakan waktu dari toko milik Malika, dan benar saja; ia kenal dengan pemilik butik ini.

BITTERSWEET(✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang