Kicauan burung terdengar jelas dari kamar tidur di lantai dua. Matahari bersinar cerah. Sinarnya lembutnya masuk melalui jendela kamar, membangunkan seorang wanita yang tertidur tenang. Ia membuka matanya perlahan. Pemandangan taman rumah yang indah yang tampak dari balkon menyapanya.
Wanita itu perlahan duduk di tempat tidurnya. Dilihatnya suaminya sedang duduk di sofa tak jauh dari tempat tidur. Pria itu duduk menundukkan kepalanya.
"Selamat pagi," sapa wanita itu tersenyum manis. Ia menoleh ke arah taman. "Mawarnya sudah berbunga lagi. Indahnya..." Suaranya lembut dan penuh kasih sayang. Parasnya cantik bagaikan dewi. Rambut panjangnya yang berwarna putih tergerai indah. Ia kembali menatap suaminya, "Bukankah begitu, Armin?"
Armin, sang suami hanya diam. Ia tidak merubah posisinya. Masih duduk menundukkan kepalanya. Ia berucap, "Hidupku sangat indah. Kupikir begitu. Memiliki istri yang baik sepertimu, rumah mewah, taman yang indah, anak yang cantik."
"Kau selalu ada di sisiku sejak dulu. Bahkan saat hidupku hampir hancur, kau yang menyelamatkanku." Lanjut Armin. Ia menegakkan tubuhnya, menoleh pada istrinya, lalu menjulurkan tangannya yang ternyata memegang pistol. Ia arahkan pistol itu pada istrinya.
Wanita itu terkejut.
"Kau mengenalinya?" Tanya Armin. "Aku menemukan ini di laci meja kerjamu."
Wajah wanita itu berubah menjadi datar. "Aku tidak memiliki barang semacam itu."
"Lalu kenapa ini ada di laci mejamu?" Tanya Armin, masih mengarahkan pistolnya pada istrinya.
"Aku tidak tahu. Mungkin salah satu pelayan menaruhnya di laci mejaku."
"Untuk apa?"
"Kenapa bertanya padaku? Tanya pada pelayan yang menaruh itu di laci mejaku."
"Itu tidak masuk akal." Kata Armin. "Untuk apa seorang pelayan memiliki pistol dan menyimpannya di laci meja majikannya?"
"Aku tidak tahu."
Armin menatap istrinya tajam. "Aku sudah tahu semuanya." Ucapnya. "Hidupku sangat indah, tapi siapa yang sangka kalau semua itu hanya tipuan. Tipuan yang kau ciptakan, [Name]!"
Istrinya yang bernama [Name] menatap Armin sendu.
"Kau yang menghancurkan hidupku enam tahun lalu! Kau yang menghancurkan keluargaku!" Teriak Armin berderai air mata. Ia bangkit dari duduknya, masih mengarahkan pistol pada [Name]. "Kau.... Kau yang membunuh keluaragaku.... Lalu kau sendiri yang mengulurkan tangan untuk menolongku. Kau.... Kau iblis!"
[Name] bangkit dari tempat tidurnya. Dengan mata berkaca-kaca, ia berjalan mendekati Armin. "Armin, apa yang terjadi? Apa kau bermimpi buruk?"
"Apa?" Ucap Armin dengan parau.
"Kemarilah, peluk aku, Armin. Kasihan sekali... Apa mimpi itu buruk sekali?" [Name] merentangkan tangannya.
"Jangan mendekat!" Armin mundur sambil mengencangkan pegangan di pistolnya.
[Name] berhenti. "Apa yang terjadi? Kenapa kau bicara seperti itu?" Ia mulai meneteskan air mata. "Aku takut, Armin... Kau menakutiku..."
"Kau yang menakutiku!" Balas Armin. "Apa kau akan memanipulasiku lagi? Kau akan memutarbalikkan fakta lagi?"
"Armin, kau pasti belum memakan obatmu." Ucap [Name]. "Tidak apa-apa... Turunkan pistolnya dan kemarilah, minum obatmu dan semuanya akan baik-baik saja."
"AKU TIDAK SAKIT!" Teriak Armin. "Kau membohongiku selama ini!"
"Tenanglah, sayang, semua yang kau lihat itu tidak nyata." [Name] mendekati Armin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsess [Armin X Reader]
Fanfiction[AOT AU, Thriller, Romance] 𝐉𝐢𝐤𝐚 𝐚𝐤𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐢𝐦𝐮, 𝐦𝐚𝐤𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠𝐩𝐮𝐧 𝐛𝐢𝐬𝐚. Buku ini mengisahkan kamu, seorang Psikiater yang terobsesi dengan sahabatmu sendiri yang sudah menikah, Armin A...