06: Mikasa's Document

146 12 3
                                    

"Teresa.... Kenapa kau ke sini?" [Name] tersenyum.

Dengan tubuh bergetar, Teresa berlari menjauhi perpustakaan. Ia sudah berusaha berlari sekuat tenaga namun kakinya terasa lemas dan akhirnya [Name] menangkap gadis kecil itu.

"Tidak! Lepaskan aku!"

"Tenanglah, Teresa, mama tidak akan menyakitimu..." Bisik [Name]. Ia menyuntikkan obat pada Teresa hingga gadis kecil itu tertidur. Lalu ia membawa Teresa ke kemarnya. Beruntung tidak ada pelayan di rumah hari ini. Sejak [Name] menikah dengan Armin, [Name] yang mengurus rumah sehingga mereka tidak perlu pelayan yang tinggal di rumah. Para pelayan hanya sesekali datang untuk bersih-bersih rumah jika [Name] sedang bekerja dan tidak bisa mengurus rumah.

[Name] pun membersihkan tubuh Teresa dan membaringkannya di tempat tidur. Kemudian ia kembali ke perpustakaan. Ia membawa kedua mayat polisi itu satu-persatu ke dalam mobil milik Levi. Lalu ia kembali ke dalam rumah untuk membersihkan semua jejak darah. Setelah semuanya beres, ia mandi untuk membersihkan darah yang menempel di dirinya. Lalu ia kembali ke mobil Levi.

Ia membawa mobil itu ke sebuah hutan. Ia segaja menabrakkan mobil itu ke pepohonan lalu ia membocorkan bensin mobil dan membakar mobil itu.

[Name] menatap mobil yang terbakar di depannya. "Terimakasih, karena penyelidikan kalian aku jadi belajar. Aku harus membakar habis agar tidak tertinggal jejak sama sekali." Ia tersenyum kemudian pergi dari hutan itu. Mengetahui bahwa salinan dokumen keterangan autopsi Mikasa juga terbakar. "Sekarang, mayat kalian pun tidak akan bisa diautopsi karena sudah menjadi abu."

꒦꒷♡꒷꒦

Suara ketukan di pintu mengganggu fokus pria berkacamata itu pada laptopnya. Ia lirik sekilas pintu ruang kantornya lalu berkata, "Ya, silahkan masuk,"

"Ada yang ingin bertemu dengan anda, dokter Robert," ucap perawat itu seraya bergeser ke samping, memperlihatkan tamu yang hendak bertemu.

Mata lelah dokter itu sedikit melebar, pertanda ia tidak menyangka dengan kedatangan salah satu adik kelas nya saat di kampus dulu. "[Name]?"

"Hai, Robert, lama tidak bertemu," sapa [Name] seraya memasuki ruang kantor itu. Perawat yang mengantarnya menutup pintu kemudian pergi. "Apa aku mengganggu waktu kerjamu?"

"Tidak, sebenarnya pekerjaanku untuk hari ini sudah berakhir, sudah mau malam juga. Ada apa kau tiba-tiba ke sini?" tanya Robert seraya berdiri dan menjabat tangan [Name] kemudian mempersilahkannya duduk di kursi di hadapannya.

[Name] duduk kemudian menyampaikan maksud kedatangannya. "Aku dengar kau dokter yang mengautopsi Mikasa Yeager?"

"Oh ya, wanita itu, aku ingat. Kau mengenalnya?" Kata Robert.

"Sebenarnya dia adalah sahabatku." Jawaban [Name] membuat Robert terkejut.

"Benarkah? Aku tidak tahu itu..." Ucap Robert, wajahnya menunjukkan keprihatinan. "Aku turut berduka..."

"Jadi, kau kemari untuk...?" Robert masih tidak paham dengan maksud dan tujuan [Name] mendatanginya.

"Aku ingin melihat laporan autopsinya." Ucap [Name].

Robert tersenyum menyayangkan, "Maaf, tapi kau tahu aku tidak bisa asal menunjukkan dokumen pada orang selain pihak berwajib,"

"Ya, aku tahu." balas [Name]. Ia meremas kedua tangannya karena mulai gelisah dengan situasi ini. "Tapi polisi sempat menanyaiku dan... mereka mengatakan kalau Mikasa mengonsumi obat tidur sebelum ia meninggal. Obat itu adalah obat penenenang yang sering digunakan pada pasien sakit jiwa, jadi polisi meminta aku menyelidikinya."

Obsess [Armin X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang