🌤️🌤️🌤️
─ Happy Reading ─
BRAAAKK!Laki-laki berseragam urakan itu menggeram marah saat sosok culun dihadapan nya tanpa sengaja menabraknya hingga membuat jus jeruk yang saat itu tengah berada dalam genggamannya tumpah mengenai seragam putihnya.
Waktu seakan berhenti berputar. Suasana kantin yang tadinya ramai kini mendadak senyap. Semuanya kompak bungkam. Bahkan untuk menghela napas pun seakan enggan. Menanti takut-takut kejadian selanjutnya.
Sedangkan si pelaku penabrakan hanya bisa tertunduk dalam. Menutup matanya karena debaran jantungnya berpacu sangat cepat. Takut, itulah yang ia rasakan saat ini. Ia jelas tau dengan siapa ia berhadapan.
Awan Wira Bratajaya.
Siapapun tolong Mentari lepas dari situasi ini secepat mungkin! jika tidak, maka habislah dia!
“Hahaha!” Awan tertawa, tawa sinis lebih tepatnya. Namun sedetik kemudian dia menarik kerah seragam Mentari. Mendekatkan wajah keduanya dan di saat itu pula ia menghunuskan tatapan tajamnya tepat pada manik mata si culun berkacamata.
“Lo lagi, lo lagi. Ga ada bosen nya ya?” cibir Awan
Mentari kembali menunduk. Berusaha sebisa mungkin menghindari kontak mata dengan Awan. Karena jujur saja Awan terlihat begitu mengerikan!
Awan sama sekali tidak menunjukan bahwa dia merupakan seorang pelajar. Apalagi pelajar SMP! entah sudah berapa kali ia tinggal kelas. Terlebih dengan penampilan urakan juga sikapnya itu, Awan lebih cocok dibilang preman!
Awan mendengus karena tidak mendapati sahutan dari lawan bicaranya. Menyunggingkan senyum miring. Ia melepaskan kerah seragam Mentari. Dan,
Byuur!
Ia menumpahkan sisa jus jeruknya tepat diatas kepala Mentari. Setelahnya Awan mendorong tubuh Mentari hingga gadis culun itu mundur beberapa langkah.
Tanpa rasa bersalah sedikitpun ia berlalu dari sana dengan kedua tangan yang dimasukan ke dalam saku celananya.
Semburan tawa menggema dikala Awan sudah tak lagi tampak. Lagi-lagi cacian dan makian meluncur dari berbagai arah. Mentari harus menahan malu karena saat ini bukan hanya kelas mereka saja yang ada di kantin ini. Ada banyak adik kelas dan kakak kelas yang sama-sama tengah menikmati waktu istirahat.
Mentari masih berdiri ditempat yang sama, dengan keadaan kepala yang masih tertunduk. Matanya terpejam erat berbarengan dengan dadanya yang kembang kempis, mencoba menekan emosinya dan menguburnya dalam-dalam. Satu yang ada di pikiran nya saat ini yaitu pergi dari sana secepat mungkin. Mentari berlari begitu saja tanpa mempedulikan keadaan disekitarnya, bahkan sesekali dia menabrak orang lain tanpa disengaja.
BRAAAKK !!
Pintu toilet terbanting keras. Lalu Mentari bergegas memasuki salah satu bilik dan menguncinya. Dengan dada yang kembali kembang kempis, Mentari bersandar pada pintu. Perlahan tubuhnya merosot hingga akhirnya ia terduduk seraya menjambak rambutnya sendiri.
Sulit dijelaskan. Mentari tidak bisa menggambarkan perasaan nya saat ini. Rasanya campur aduk. Marah, sedih, dan bingung menjadi satu.
Orang bilang menangis akan membuatmu merasa lega setelahnya. Tapi kenapa itu tidak berlaku lagi bagi Mentari? Mentari lelah menangis namun nyatanya dengan menangis pun tak mampu mengubah keadaan.
Tak terhitung lagi berapa banyak bulir air mata yang pernah menghiasi pipinya. Tapi hasilnya? tetap sama, tidak ada yang berubah.
Seandainya ini dongeng, apakah akan ada pangeran berkuda putih yang akan menyelamatkan dirinya? akankah sang pangeran mau mengeluarkan nya dari dalam lumpur hisap yang terus menerus menariknya masuk lebih jauh ke dalam penderitaan?
KAMU SEDANG MEMBACA
MENTARI
Novela JuvenilMentari hanyalah siswa culun yang selalu mendapat tindak bullying di sekolahnya. Ditambah fakta mengejutkan bahwa Mentari ternyata memiliki seorang ibu yang mengidap gangguan kejiwaan serta adik kecil yang diberi nama Galuh. Sosok ayah yang di gadan...